Milenial Harus Manfaatkan Teknologi Digital untuk Kegiatan Produktif

Sabtu, 07 Agustus 2021 - 10:19 WIB
Generasi milenial diharapkan berkontribusi lebih besar di era teknologi. FOTO/WIN CAHYONO
JAKARTA - Generasi masa kini atau milenial dianggap dekat dengan teknologi. Ada istilah yang disematkan pada generasi ini yakni generasi tech savvy (melek teknologi). Mereka diklaim lebih menguasai teknologi dibandingkan generasi sebelumnya karena lekat dengan penggunaan gadget, smartphone, laptop , dan perangkat lainnya.

Klaim bahwa generasi milenial lebih melek teknologi juga didasarkan pada kemampuan mereka untuk membuat konten dengan memanfaatkan platform digital. Seperti media sosial maupun aplikasi yang dikembangkan oleh app developer atau web developer.

Pakar bisnis dan pemasaran Yuswohady mengakui, era modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari teknologi. Teknologi sudah seperti kebutuhan primer karena hampir semua orang saat ini sudah memiliki telepon pintar, memakai aplikasi digital, dan lainnya.



Managing Partner Inventure itu berpandangan bahwa istilah tech savvy saat ini lebih layak disematkan ketika teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) seperti virtual reality (VR) atau augmented reality (AR) hadir. Sementara media sosial bukan lagi tech savvy karena sudah lumrah digunakan mayoritas orang dan dianggap sudah biasa.



“Pengguna teknologi digital saat ini dalam dua kelompok berdasarkan tujuan penggunaan atau pemanfaatannya. Pertama, untuk kegiatan produktif seperti bisnis, pendidikan, dan lainnya. Sisanya adalah nonproduktif seperti mencari hiburan, bergaya, dan lainnya,” tegasnya di Jakarta kemarin.

Dia menilai, ada yang kreatif dan jeli dalam memanfaatkan teknologi digital untuk kegiatan produktif. Namun, jumlahnya masih sedikit, sebagian besar masih menggunakan teknologi untuk bersenang-senang.

Karena itu, agar predikat tech savvy tetap tersemat pada generasi milenial, diperlukan kiprah yang lebih besar lagi untuk menghadirkan karya-karya kreatif yang bermanfaat dan memberikan kontribusi kepada masyarakat. Sebab, saat ini kreativitas generasi tech savvy ini masih sebatas menghasilkan konten di platform media sosial.



Pakar teknologi informasi Heru Sutadi menilai hampir semua orang saat ini sudah menjadi bagian dari tech savvy. Mereka sudah melekat dengan teknologi masa kini dengan memanfaatkan smartphone, memakai aplikasi digital, dan lainnya. Penggunaannya pun mulai dari kalangan anak hingga dewasa.

“Saat ini posisi kita banyak yang sudah menjadi bagian dari tech savvy menjadi teknologi digital sebagai alat untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan produktif, namun memang masih lebih banya penonton atau pasar. Hal itu karena cara pandang terhadap teknologi berbeda, begitu juga dengan kemampuan menggunakannya,” tutur Heru.

Direktur Eksekutif ICT Institute itu menilai kehadiran gawai saat ini sudah menjadi alat bantu untuk semua aktivitas. Misalnya, kegiatan belajar saat ini sudah memakai gawai. Begitu juga saat mau keluar rumah dan pesan transportasi tinggal melalui aplikasi di ponsel. Ketika ingin pesan makanan, main games, atau mencari peta arah tujuan juga semua memanfaatkan gawai sehingga ketergantungan terhadap teknologi cerdas ini semakin tinggi.

Begitu melekatnya dengan teknologi, saat ini banyak orang pun berlomba menjadi kreator. Meski jumlahnya kian meningkat, menurut Heru, tidak sedikit juga yang kemudian mundur lantaran tak kuat menghadapi persaingan yang kini didominasi kalangan selebritas.

“Selebritas isinya hampir seragam. Gerebek rumah semua ikutan, social experiment semua ikutan, cerita rumah hantu, atau membelikan pasangan mobil baru atau rumah baru yang sebenarnya endorse. Sebagian publik lelah dengan konten selebritas yang pamer kekayaan dan sekarang banyak melihat konten yang mencerahkan, berisi, dan menampilkan sesuatu yang berbeda,” ucapnya.

Lebih lanjut, Heru mengatakan, tech savvy juga memerlukan dukungan infrastruktur internet. Maka, sangat wajar bila kota besar yang lebih diuntungkan karena sudah memiliki fasilitas jaringan yang lebih baik ketimbang di daerah perdesaan atau pelosok. Heru juga menilai tech savvy perlu didukung melalui pelatihan atau edukasi agar membuat penggunanya kreatif dan produktif.

“Ini yang masih minim, masyarakat akhirnya mencari jalan sendiri, berbagi pengalaman satu ke yang lainnya. Disinilah harus pemerintah lebih berperan,” pungkasnya.

Sejatinya masih banyak kendala yang harus dihadapi oleh generasi tech savvy ini. Di luar kota-kota besar misalnya, anak-anak muda masih kesulitan untuk mengembangkan minatnya dalam membangun perusahaan rintisan, terutama yang berbasis teknologi informasi (TI). Hal ini lantaran belum meratanya kesempatan berkarya, juga infrastruktur teknologinya.



Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk yang masuk kategori generasi milenial (1981-1996) sebanyak 69,9 juta. Sedangkan generasi Z yang lahir pada kurun waktu 1997-2012 berjumlah 75,49 juta jiwa. Butuh sumber daya manusia (SDM) yang besar untuk mendapatkan talenta digital yang bisa melahirkan berbagai perusahaan rintisan dan aplikasi yang mendukung bisnisnya.

Di sisi lain, jumlah itu merupakan pasar yang potensial bagi perusahaan rintisan untuk menawarkan produknya. Masalahnya, mereka yang melek dan menguasai TI berkumpul di kota-kota besar. Mereka pula yang banyak menikmati infrastruktur internet dan pendidikan yang memadai sehingga mudah mengakses segala sesuatu yang terbaru. Perusahaan-perusahaan rintisan pun sebagian besar lahir di kota-kota besar.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More