SP PLN dan Pertamina Tolak Holding-Sub Holding dan Privatisasi
Senin, 16 Agustus 2021 - 20:23 WIB
JAKARTA - Serikat Pekerja PT PLN (SP PLN) Group dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengeluarkan pernyataan bersama menolak privatisasi BUMN energi melalui mekanisme pembentukan Holding-Subholding dan penawaran saham perdana (IPO) anak-anak perusahaannya. Pekerja kedua BUMN tersebut menilai upaya itu berpotensi melanggar konstitusi, yaitu UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3) serta UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 77.
Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali dalam siaran aksi daring bertajuk "Tolak Privatisasi BUMN Energi" hari ini menyebutkan bahwa pihaknya telah dua kali mengajukan judicial review berkaitan dengan UU Ketenagalistrikan. Mahkamah Konstitusi (MK), kata Abrar, dalam keputusannya memutuskan bahwa listrik termasuk cabang-cabang produksi yang penting yang harus dikuasai oleh negara, termasuk pengaturan dan lain-lainnya harus tetap dikuasai oleh negara.
Dalam Tap MPR, lanjut dia, juga dinyatakan bahwa sektor pelayanan umum kelistrikan tidak boleh diprivatisasi. "Berdasarkan hal tersebut, SP PLN menyatakan menolak terhadap bentuk-bentuk privatisasi dengan menghilangkan peran negara," tegas Abrar, Senin (16/8/2021).
Sebagai alasannya, Abrar menganalogikan BUMN kelistrikan tersebut sebagai restoran, dimana PLN sebagai usaha pembangkitan adalah pihak yang meracik masakan hingga kemudian makanan itu dapat disajikan ke konsumen dengan harga terjangkau.
"Tapi, bila pembangkitan diprivatisasi atau diserahkan pada swasta, maka PLN dapat diibaratkan hanya menjual makanan yang dibuat orang lain, yang harganya belum tentu terjangkau untuk semua," tegasnya.
Dalam tugasnya menyediakan listrik berkualitas serta terjangkau oleh masyarakat, PLN memiliki pembangkit dengan beragam basis energi yang secara bersama-sama menghasilkan pasokan listrik yang andal dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat.
Karena itu, kata diam pihaknya telah mengirimkan surat langsung kepada Presiden dan DPR perihal penolakan para pekerja terhadap privatisasi BUMN energi. Meski secara resmi SP PLN belum mendapat balasan, dirinya yakin Presiden sudah mendapat informasi tentang persoalan ini.
"Kita intens berkomunikasi dengan KSP (Kantor Staf Presiden). Kita sangat berharap dapat beraudiensi dengan Istana untuk menjelaskan masalah-masalah yang ada," tuturnya.
Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali dalam siaran aksi daring bertajuk "Tolak Privatisasi BUMN Energi" hari ini menyebutkan bahwa pihaknya telah dua kali mengajukan judicial review berkaitan dengan UU Ketenagalistrikan. Mahkamah Konstitusi (MK), kata Abrar, dalam keputusannya memutuskan bahwa listrik termasuk cabang-cabang produksi yang penting yang harus dikuasai oleh negara, termasuk pengaturan dan lain-lainnya harus tetap dikuasai oleh negara.
Dalam Tap MPR, lanjut dia, juga dinyatakan bahwa sektor pelayanan umum kelistrikan tidak boleh diprivatisasi. "Berdasarkan hal tersebut, SP PLN menyatakan menolak terhadap bentuk-bentuk privatisasi dengan menghilangkan peran negara," tegas Abrar, Senin (16/8/2021).
Sebagai alasannya, Abrar menganalogikan BUMN kelistrikan tersebut sebagai restoran, dimana PLN sebagai usaha pembangkitan adalah pihak yang meracik masakan hingga kemudian makanan itu dapat disajikan ke konsumen dengan harga terjangkau.
"Tapi, bila pembangkitan diprivatisasi atau diserahkan pada swasta, maka PLN dapat diibaratkan hanya menjual makanan yang dibuat orang lain, yang harganya belum tentu terjangkau untuk semua," tegasnya.
Dalam tugasnya menyediakan listrik berkualitas serta terjangkau oleh masyarakat, PLN memiliki pembangkit dengan beragam basis energi yang secara bersama-sama menghasilkan pasokan listrik yang andal dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat.
Karena itu, kata diam pihaknya telah mengirimkan surat langsung kepada Presiden dan DPR perihal penolakan para pekerja terhadap privatisasi BUMN energi. Meski secara resmi SP PLN belum mendapat balasan, dirinya yakin Presiden sudah mendapat informasi tentang persoalan ini.
"Kita intens berkomunikasi dengan KSP (Kantor Staf Presiden). Kita sangat berharap dapat beraudiensi dengan Istana untuk menjelaskan masalah-masalah yang ada," tuturnya.
tulis komentar anda