Demi Holding Aviasi dan Pariwisata, Garuda Indonesia Rela Besarkan 'Anaknya'
Rabu, 08 September 2021 - 18:59 WIB
JAKARTA - Kabar PT Garuda Indonesia Tbk . (persero) akan membesarkan bisnis penerbangan PT Citilink Indonesia dengan menyerahkan 20 pesawat Aribus A320 hingga membatalkan seluruh pesanan pesawat Airbus dikaitkan dengan pembentukan holding BUMN aviasi dan pariwisata.
Pengamat penerbangan, Gatot Raharjo, menilai upaya membesarkan Citilink Indonesia merupakan alternatif manajemen maskapai penerbangan pelat merah itu mempertahankan bisnis Garuda. Selain itu, menjadi konsekuensi logis dari berdirinya holding BUMN aviasi dan pariwisata.
"Ini mungkin ada kaitan dengan akan dimasukkannya Citilink dalam holding aviasi dan pariwisata. Rencananya Citilink yang mau masuk, Garuda bisa menyelesaikan masalahnya dulu," ujar Gatot saat dimintai pendapatnya, Rabu (8/9/2021).
Saham Citilink Indonesia memang didominasi oleh Garuda Indonesia. Dari hasil notulen rapat Garuda Indonesia, Citilink Indonesia hingga pihak terkait yang beredar di sosial media mencatatkan upaya pemberdayaan Citilink menjadi inisiatif Garuda untuk mempertahankan keberlangsungan bisnisnya.
"PT Garuda Indonesia adalah pemegang saham terbesar PT Citilink Indonesia. Oleh karena itu, beliau meminta adanya permintaan sinergi kerja sama dapat didukung dengan baik demi keberlangsungan induk perusahaan," tulis keterangan notulen rapat tersebut.
Pada saat yang sama, beredar pula surat keberatan manajemen Garuda Indonesia terkait poin-poin informasi yang tercatat dalam hasil rapat tersebut. Salah satunya ihwal pembatalan pesanan pesawat dan pemberian pesawat Airbus A320 kepada Citilink.
Merespons hal itu, Gatot menilai akan ada sebuah konsekuensi lebih jauh saat holding diresmikan. Menurutnya, integrasi itu menimbulkan persaingan antara anggotanya bila tidak dikelola secara baik, misalnya, terjadi monopoli oleh salah satu perusahaan.
Pertimbanganya, perseroan yang tergabung dalam holding sebagian merupakan aktor utama di bidangnya masing-masing. Misalnya PT Angkasa Pura I (Persero) dan Angkasa Pura II (Persero) yang notabene sudah menguasai bandara-besar besar di sejumlah daerah di Indonesia.
"Kalau menurut pendapat saya, adanya holding ini justru tidak bagus karena akan menimbulkan monopoli dan persaingan tidak sehat terutama di penerbangan," katanya.
Pengamat penerbangan, Gatot Raharjo, menilai upaya membesarkan Citilink Indonesia merupakan alternatif manajemen maskapai penerbangan pelat merah itu mempertahankan bisnis Garuda. Selain itu, menjadi konsekuensi logis dari berdirinya holding BUMN aviasi dan pariwisata.
"Ini mungkin ada kaitan dengan akan dimasukkannya Citilink dalam holding aviasi dan pariwisata. Rencananya Citilink yang mau masuk, Garuda bisa menyelesaikan masalahnya dulu," ujar Gatot saat dimintai pendapatnya, Rabu (8/9/2021).
Saham Citilink Indonesia memang didominasi oleh Garuda Indonesia. Dari hasil notulen rapat Garuda Indonesia, Citilink Indonesia hingga pihak terkait yang beredar di sosial media mencatatkan upaya pemberdayaan Citilink menjadi inisiatif Garuda untuk mempertahankan keberlangsungan bisnisnya.
"PT Garuda Indonesia adalah pemegang saham terbesar PT Citilink Indonesia. Oleh karena itu, beliau meminta adanya permintaan sinergi kerja sama dapat didukung dengan baik demi keberlangsungan induk perusahaan," tulis keterangan notulen rapat tersebut.
Pada saat yang sama, beredar pula surat keberatan manajemen Garuda Indonesia terkait poin-poin informasi yang tercatat dalam hasil rapat tersebut. Salah satunya ihwal pembatalan pesanan pesawat dan pemberian pesawat Airbus A320 kepada Citilink.
Merespons hal itu, Gatot menilai akan ada sebuah konsekuensi lebih jauh saat holding diresmikan. Menurutnya, integrasi itu menimbulkan persaingan antara anggotanya bila tidak dikelola secara baik, misalnya, terjadi monopoli oleh salah satu perusahaan.
Baca Juga
Pertimbanganya, perseroan yang tergabung dalam holding sebagian merupakan aktor utama di bidangnya masing-masing. Misalnya PT Angkasa Pura I (Persero) dan Angkasa Pura II (Persero) yang notabene sudah menguasai bandara-besar besar di sejumlah daerah di Indonesia.
"Kalau menurut pendapat saya, adanya holding ini justru tidak bagus karena akan menimbulkan monopoli dan persaingan tidak sehat terutama di penerbangan," katanya.
(uka)
tulis komentar anda