Pramugari Asal Ambon Ungkap Suka Duka Bekerja di Maskapai Asing
Jum'at, 17 September 2021 - 20:09 WIB
Menurut Wina, bekerja di maskapai luar negeri sebagai pramugari khususnya maskapai Timur Tengah, adalah sebuah tantangan. Awalnya karena lingkungannya serba berbeda, Wina sempat mengalami kesulitan. Tapi seiring berjalannya waktu, Wina lekas terbiasa dengan lingkungan kerjanya yang baru.
Wina mengakui bahwa tingkat profesionalitas dalam bekerja di maskapai asing masih lebih tinggi ketimbang maskapai domestik. Di dunia kerja yang multinasional, mereka terbiasa untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat.
"Kita sangat menghargai satu sama lain di sini (di Emirates). Dari Captain (pilot) sampai awak kabin yang paling junior sekalipun tidak merasa kaku dan takut untuk menyampaikan pendapat," ujar Wina.
Sebaliknya, Wina menuturkan bahwa dirinya sempat mengalami bullying yang dibalut senioritas ketika masih bekerja di maskapai domestik. "Bayangkan, tiap terbang aku dulu bukan gugup karena kerjaan, tapi lebih kepada takut punya rekan kerja yang rese dan sok senior, padahal cuma beda angkatan 2 atau 3 bulan saja."
Pengalaman menyakitkan tersebut membuat perempuan berdarah Minang-Bugis ini tidak nyaman di lingkungan kerjanya terdahulu dan memutuskan untuk keluar dan akhirnya berkarir menjadi awak kabin untuk maskapai luar negeri.
Dengan karirnya yang sekarang, Wina sangat bangga bisa membawa nama Indonesia ke angkasa. “Saya pernah menjadi pembawa bendera untuk provinsi Maluku, ini yang membuat rasa nasionalisme saya meningkat untuk menjadi wajah Indonesia yang baik di negeri orang,” lanjutnya.
Wina juga bangga akan jilbab yang dipakainya karena tidak menghambat karirnya sebagai pramugari di luar negeri. Namun sayang, di masa pandemi seperti ini, bisnis penerbangan mengalami guncangan luar biasa.
Hal ini bisa terlihat dari penurunan jumlah penumpang yang tentu saja berdampak juga terhadap jam terbang seorang pramugari.
Wina mengakui bahwa tingkat profesionalitas dalam bekerja di maskapai asing masih lebih tinggi ketimbang maskapai domestik. Di dunia kerja yang multinasional, mereka terbiasa untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat.
"Kita sangat menghargai satu sama lain di sini (di Emirates). Dari Captain (pilot) sampai awak kabin yang paling junior sekalipun tidak merasa kaku dan takut untuk menyampaikan pendapat," ujar Wina.
Sebaliknya, Wina menuturkan bahwa dirinya sempat mengalami bullying yang dibalut senioritas ketika masih bekerja di maskapai domestik. "Bayangkan, tiap terbang aku dulu bukan gugup karena kerjaan, tapi lebih kepada takut punya rekan kerja yang rese dan sok senior, padahal cuma beda angkatan 2 atau 3 bulan saja."
Pengalaman menyakitkan tersebut membuat perempuan berdarah Minang-Bugis ini tidak nyaman di lingkungan kerjanya terdahulu dan memutuskan untuk keluar dan akhirnya berkarir menjadi awak kabin untuk maskapai luar negeri.
Dengan karirnya yang sekarang, Wina sangat bangga bisa membawa nama Indonesia ke angkasa. “Saya pernah menjadi pembawa bendera untuk provinsi Maluku, ini yang membuat rasa nasionalisme saya meningkat untuk menjadi wajah Indonesia yang baik di negeri orang,” lanjutnya.
Wina juga bangga akan jilbab yang dipakainya karena tidak menghambat karirnya sebagai pramugari di luar negeri. Namun sayang, di masa pandemi seperti ini, bisnis penerbangan mengalami guncangan luar biasa.
Hal ini bisa terlihat dari penurunan jumlah penumpang yang tentu saja berdampak juga terhadap jam terbang seorang pramugari.
tulis komentar anda