Belanja Makanan Asia Bakal Lampaui USD8 Triliun di 2030
Rabu, 22 September 2021 - 15:15 WIB
JAKARTA - Laporan terbaru dari PwC, Rabobank dan Temasek menyebutkan, konsumen Asia bersiap untuk melipatgandakan pengeluaran mereka untuk makanan pada tahun 2030. Belanja makanan di kawasan ini diperkirakan mencapai lebih dari USD8 triliun (sekitar Rp112 kuadriliun) pada awal dekade berikutnya – naik dari USD4 triliun pada tahun 2019.
Perkiraan dalam laporan bertajuk "Asia Food Challenge Report 2021" itu juga menjadikan Asia sebagai pasar makanan dan minuman terbesar di dunia.
Sebagian besar dari permintaan itu akan datang dari perubahan kebiasaan konsumen di kawasan yang semakin sadar kesehatan dan paham digital, tetapi juga dari populasinya yang berkembang pesat. Pada tahun 2030, Asia diperkirakan menjadi rumah bagi 4,5 miliar orang dan 65% kelas menengah dunia.
"Orang-orang menginginkan makanan yang lebih sehat, mereka menginginkan makanan yang lebih aman, mereka ingin membeli secara online, mereka menginginkan makanan yang berkelanjutan," ungkap Direktur Pelaksana Agribisnis Temasek Anuj Maheshwari seperti dilansir CNBC, Rabu (22/9/2021).
India dan Asia Tenggara menyumbang peningkatan terbesar dalam pengeluaran, tumbuh pada tingkat tahunan gabungan masing-masing 5,3% dan 4,7%. China, bagaimanapun, akan tetap menjadi pasar terbesar secara keseluruhan.
Temuan laporan ini didasarkan pada survei terhadap 3.600 konsumen di 12 negara Asia-Pasifik, serta percakapan dengan eksekutif senior di sektor makanan dan analisis lebih dari 3.000 perusahaan makanan dan minuman yang diperdagangkan secara publik.
Di bagian lain, peningkatan permintaan pangan yang cepat itu juga memberi tekanan pada ekosistem makanan yang sudah rapuh, yang telah berada di bawah tekanan besar sejak pecahnya pandemi virus corona.
Menurut laporan itu, dibutuhkan investasi USD1,55 triliun pada tahun 2030 di seluruh rantai nilai untuk memenuhi permintaan pangan yang membengkak di kawasan ASia. Hal ini menandai peningkatan USD750 miliar dari USD800 miliar investasi hulu yang semula diperkirakan dalam laporan perdana grup tersebut pada 2019. "Itu menghadirkan peluang komersial yang signifikan bagi investor," kata Maheshwari.
Secara khusus, laporan tersebut menyoroti enam tren kritis, termasuk diet sehat, produk segar, sumber yang aman dan dapat dilacak, konsumsi berkelanjutan, protein alternatif, dan pembelian online.
"Tren-tren inilah yang perlu menjadi fokus agribisnis dan memastikan konsumen bisa mendapatkan jenis makanan ini selain volume yang kita butuhkan di tempat-tempat seperti Asia," kata Maheshwari. Menurut AgFunder, investasi teknologi pertanian telah tumbuh secara substansial sejak 2014, naik 377% menjadi USD30,5 miliar.
Lihat Juga: Gandeng Sejumlah Perusahaan, YMPK Ajak Program Cetak 1.000 Sarjana Pertanian dan Bangun Kemandirian Pangan
Perkiraan dalam laporan bertajuk "Asia Food Challenge Report 2021" itu juga menjadikan Asia sebagai pasar makanan dan minuman terbesar di dunia.
Sebagian besar dari permintaan itu akan datang dari perubahan kebiasaan konsumen di kawasan yang semakin sadar kesehatan dan paham digital, tetapi juga dari populasinya yang berkembang pesat. Pada tahun 2030, Asia diperkirakan menjadi rumah bagi 4,5 miliar orang dan 65% kelas menengah dunia.
"Orang-orang menginginkan makanan yang lebih sehat, mereka menginginkan makanan yang lebih aman, mereka ingin membeli secara online, mereka menginginkan makanan yang berkelanjutan," ungkap Direktur Pelaksana Agribisnis Temasek Anuj Maheshwari seperti dilansir CNBC, Rabu (22/9/2021).
India dan Asia Tenggara menyumbang peningkatan terbesar dalam pengeluaran, tumbuh pada tingkat tahunan gabungan masing-masing 5,3% dan 4,7%. China, bagaimanapun, akan tetap menjadi pasar terbesar secara keseluruhan.
Temuan laporan ini didasarkan pada survei terhadap 3.600 konsumen di 12 negara Asia-Pasifik, serta percakapan dengan eksekutif senior di sektor makanan dan analisis lebih dari 3.000 perusahaan makanan dan minuman yang diperdagangkan secara publik.
Di bagian lain, peningkatan permintaan pangan yang cepat itu juga memberi tekanan pada ekosistem makanan yang sudah rapuh, yang telah berada di bawah tekanan besar sejak pecahnya pandemi virus corona.
Menurut laporan itu, dibutuhkan investasi USD1,55 triliun pada tahun 2030 di seluruh rantai nilai untuk memenuhi permintaan pangan yang membengkak di kawasan ASia. Hal ini menandai peningkatan USD750 miliar dari USD800 miliar investasi hulu yang semula diperkirakan dalam laporan perdana grup tersebut pada 2019. "Itu menghadirkan peluang komersial yang signifikan bagi investor," kata Maheshwari.
Secara khusus, laporan tersebut menyoroti enam tren kritis, termasuk diet sehat, produk segar, sumber yang aman dan dapat dilacak, konsumsi berkelanjutan, protein alternatif, dan pembelian online.
"Tren-tren inilah yang perlu menjadi fokus agribisnis dan memastikan konsumen bisa mendapatkan jenis makanan ini selain volume yang kita butuhkan di tempat-tempat seperti Asia," kata Maheshwari. Menurut AgFunder, investasi teknologi pertanian telah tumbuh secara substansial sejak 2014, naik 377% menjadi USD30,5 miliar.
Lihat Juga: Gandeng Sejumlah Perusahaan, YMPK Ajak Program Cetak 1.000 Sarjana Pertanian dan Bangun Kemandirian Pangan
(fai)
tulis komentar anda