Tolak Tegas RUU KUP, Komnas UKM Beberkan Alasannya
Kamis, 23 September 2021 - 05:19 WIB
JAKARTA - Kolaborasi Usaha Kecil Menengah Nasional (Komnas UKM) yang terdiri dari berbagai asosiasi pengusaha, menolak tegas Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang direncanakan oleh pemerintah.
"Kami minta Pemerintah terutama Bapak Presiden Jokowi dan DPR agar menampung dan tidak mengabaikan aspirasi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Kami melihat bahwa pemerintah dan DPR tidak peka terhadap keadaan UMK. RUU KUP bagi UMK lebih buruk dari yang sekarang," ujar mereka dalam pernyataan bersama di Jakarta, Rabu (22/9/2021).
Berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil khususnya Pasal 124 (yang merupakan turunan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Dan Menengah), disebutkan bahwa Usaha Mikro dan Usaha Kecil diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Usaha mikro dan kecil tertentu dapat diberi insentif pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Menurut Komnas UKM, RUU-KUP ternyata bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang tersebut.
"Dalam RUU KUP, pemerintah berencana untuk menerapkan pajak penghasilan minimum sebesar 1% dari peredaran bruto. Kami mengusulkan ketentuan ini tidak diberlakukan bagi usaha mikro dan kecil," jelas Ketua Umum KOMNAS UKM Sutrisno Iwantono.
Komnas UKM menolak ketentuan ini, dan mengusulkan agar kebijakannya tetap berpedoman pada substansi Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 dengan perubahan tidak diberlakukan batas waktu bagi usaha mikro dan kecil misalnya 3 tahun sampai 7 tahun. Artinya, selama statusnya masih usaha mikro dan kecil makan substansi yang terdapat pada PP no 23 Tahun 2018 tetap berlaku yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu.
"Kami meminta bahwa UMK tetap dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari penjualan/omset bruto tahunan bahkan untuk usaha mikro sementara ini nol persen dengan bercermin dari negara lain atau dengan alternatif pilihan dikenai PPh sesuai Pasal 31e Undang-Undang Pph. Kami sangat keberatan apabila Pasal 31e akan dihapuskan dalam RUU KUP yang saat ini sedang dibahas," tandasnya.
"Kami minta Pemerintah terutama Bapak Presiden Jokowi dan DPR agar menampung dan tidak mengabaikan aspirasi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Kami melihat bahwa pemerintah dan DPR tidak peka terhadap keadaan UMK. RUU KUP bagi UMK lebih buruk dari yang sekarang," ujar mereka dalam pernyataan bersama di Jakarta, Rabu (22/9/2021).
Berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil khususnya Pasal 124 (yang merupakan turunan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Dan Menengah), disebutkan bahwa Usaha Mikro dan Usaha Kecil diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Usaha mikro dan kecil tertentu dapat diberi insentif pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Menurut Komnas UKM, RUU-KUP ternyata bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang tersebut.
"Dalam RUU KUP, pemerintah berencana untuk menerapkan pajak penghasilan minimum sebesar 1% dari peredaran bruto. Kami mengusulkan ketentuan ini tidak diberlakukan bagi usaha mikro dan kecil," jelas Ketua Umum KOMNAS UKM Sutrisno Iwantono.
Komnas UKM menolak ketentuan ini, dan mengusulkan agar kebijakannya tetap berpedoman pada substansi Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 dengan perubahan tidak diberlakukan batas waktu bagi usaha mikro dan kecil misalnya 3 tahun sampai 7 tahun. Artinya, selama statusnya masih usaha mikro dan kecil makan substansi yang terdapat pada PP no 23 Tahun 2018 tetap berlaku yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu.
"Kami meminta bahwa UMK tetap dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari penjualan/omset bruto tahunan bahkan untuk usaha mikro sementara ini nol persen dengan bercermin dari negara lain atau dengan alternatif pilihan dikenai PPh sesuai Pasal 31e Undang-Undang Pph. Kami sangat keberatan apabila Pasal 31e akan dihapuskan dalam RUU KUP yang saat ini sedang dibahas," tandasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda