Pernikahan Hanya Boleh Dihadiri 20 Undangan, Pengusaha Wedding Minta Kelonggaran
Minggu, 26 September 2021 - 19:04 WIB
"Kami menghargai pemerintah berupaya melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 dengan kebijakannya, hanya saja kami ingin mengusulkan pada batas-batas yang kami sudah lakukan pertimbangkan dan kajian sehingga kemungkinan penyebaran Covid juga akan dapat dihindari. Di sisi lain, penambahan persentase jumlah kapasitas sangat penting karena trickle down effect dari penambahan ini berdampak ke berbagai macam industri yang terlibat seperti katering dan lainnya," papar Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) Siti Radarwati.
Berkenaan usulan tersebut, asosiasi industri pernikahan mengajak pemerintah duduk bersama dan berdiskusi dalam membuat aturan tersebut agar relevan dan masyarakat juga tidak membuat asumsi sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan pernikahan.
"Kami sudah mengirim surat ke pemerintah pusat. Harapan kami pemerintah lebih aware dalam membuat aturan dan lebih melihat kondisi terkini di masing-masing wilayah, serta memperhatikan industri pernikahan ini agar tetap terjaga keberlangsungannya," pinta Toto.
Menurut pria yang juga menjabat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Dokumentasi Indonesia (Hipdi), nilai bisnis industri pernikahan di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp100 triliun, di mana industri ini melibatkan banyak bidang usaha dengan jutaan pekerja.
Diantaranya usaha jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi (hotel buka), penata acara pernikahan atau wedding organizer, dekorasi pernikahan, tempat acara atau gedung pernikahan, penyedia kegiatan hiburan seperti musik hidup, pembawa acara, perias, dan lain-lain.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun, para pelaku usaha pernikahan mengalami kondisi faktual yang cukup berat, diantaranya tidak adanya pendapatan yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan usaha, penurunan omzet hingga 90%, penutupan usaha sementara atau bangkrut, merumahkan karyawan dan PHK. Selain itu juga masalah cicilan bank, gaji karyawan, dan tidak bisa membayar sewa untuk tempat usaha.
Berkenaan usulan tersebut, asosiasi industri pernikahan mengajak pemerintah duduk bersama dan berdiskusi dalam membuat aturan tersebut agar relevan dan masyarakat juga tidak membuat asumsi sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan pernikahan.
"Kami sudah mengirim surat ke pemerintah pusat. Harapan kami pemerintah lebih aware dalam membuat aturan dan lebih melihat kondisi terkini di masing-masing wilayah, serta memperhatikan industri pernikahan ini agar tetap terjaga keberlangsungannya," pinta Toto.
Menurut pria yang juga menjabat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Dokumentasi Indonesia (Hipdi), nilai bisnis industri pernikahan di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp100 triliun, di mana industri ini melibatkan banyak bidang usaha dengan jutaan pekerja.
Diantaranya usaha jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi (hotel buka), penata acara pernikahan atau wedding organizer, dekorasi pernikahan, tempat acara atau gedung pernikahan, penyedia kegiatan hiburan seperti musik hidup, pembawa acara, perias, dan lain-lain.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun, para pelaku usaha pernikahan mengalami kondisi faktual yang cukup berat, diantaranya tidak adanya pendapatan yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan usaha, penurunan omzet hingga 90%, penutupan usaha sementara atau bangkrut, merumahkan karyawan dan PHK. Selain itu juga masalah cicilan bank, gaji karyawan, dan tidak bisa membayar sewa untuk tempat usaha.
(ind)
tulis komentar anda