Pernikahan Hanya Boleh Dihadiri 20 Undangan, Pengusaha Wedding Minta Kelonggaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 11 asosiasi industri pernikahan di Indonesia meminta pemerintah mengkaji ulang peraturan resepsi pernikahan pada masa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang hingga saat ini masih berlangsung.
Para pengusaha wedding merasa keberatan dengan ketentuan pembatasan kapasitas tamu undangan yang diperbolehkan hadir dalam sebuah resepsi pernikahan seperti yang tercantum dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) nomor 43 Tahun 2021.
"Inmendagri yang telah terbit 2-3 bulan ini tidak melibatkan asosiasi dalam pengambilan keputusan sehingga banyak aturan yang kurang relevan dengan iklim industri pernikahan," ujar koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Industri Pernikahan Suprafto dalam jumpa pers, dikutip Minggu (26/9/2021).
Sebagai informasi, dalam Inmendagri disebutkan bahwa resepsi pernikahan dapat diadakan dengan maksimal 20 undangan untuk daerah dengan PPKM level 3 dan 50 undangan untuk PPKM level 2. Selain itu, penyelenggara juga tidak diperkenankan mengadakan makan di tempat.
"Hanya 20 undangan dengan asumsi 40 orang ini menjadi tidak relevan dengan kapasitas venue (gedung) besar yang bisa menampung 3.000 orang. Kami juga melihat dari aspek aturan yang dibuat itu indikatornya dari mana? apakah dari vaksin? sedangkan di beberapa wilayah cakupan vaksinasinya sudah tercapai," tukas Toto, sapaan akrab Suprafto.
Toto melanjutkan, sesuai hasil rapat koordinasi lintas asosiasi pernikahan Indonesia pada 30 Agustus 2021 yang dihadiri tak kurang 11 asosiasi di bidang usaha pernikahan, disepakati beberapa poin usulan yang diajukan kepada pemerintah, diantaranya terkait penambahan presentasi jumlah kapasitas orang atau undangan dalam ruangan.
Rinciannya, untuk wilayah PPKM Level 4 dan Level 3 maksimum 35% kapasitas normal ruangan, Level 2 maksimum 50%, dan Level 1 maksimum 75% dari kapasitas ruangan. Pelaku usaha juga berkomitmen menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan khususnya pada acara pernikahan.
"Kami menghargai pemerintah berupaya melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 dengan kebijakannya, hanya saja kami ingin mengusulkan pada batas-batas yang kami sudah lakukan pertimbangkan dan kajian sehingga kemungkinan penyebaran Covid juga akan dapat dihindari. Di sisi lain, penambahan persentase jumlah kapasitas sangat penting karena trickle down effect dari penambahan ini berdampak ke berbagai macam industri yang terlibat seperti katering dan lainnya," papar Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) Siti Radarwati.
Berkenaan usulan tersebut, asosiasi industri pernikahan mengajak pemerintah duduk bersama dan berdiskusi dalam membuat aturan tersebut agar relevan dan masyarakat juga tidak membuat asumsi sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan pernikahan.
"Kami sudah mengirim surat ke pemerintah pusat. Harapan kami pemerintah lebih aware dalam membuat aturan dan lebih melihat kondisi terkini di masing-masing wilayah, serta memperhatikan industri pernikahan ini agar tetap terjaga keberlangsungannya," pinta Toto.
Menurut pria yang juga menjabat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Dokumentasi Indonesia (Hipdi), nilai bisnis industri pernikahan di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp100 triliun, di mana industri ini melibatkan banyak bidang usaha dengan jutaan pekerja.
Diantaranya usaha jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi (hotel buka), penata acara pernikahan atau wedding organizer, dekorasi pernikahan, tempat acara atau gedung pernikahan, penyedia kegiatan hiburan seperti musik hidup, pembawa acara, perias, dan lain-lain.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun, para pelaku usaha pernikahan mengalami kondisi faktual yang cukup berat, diantaranya tidak adanya pendapatan yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan usaha, penurunan omzet hingga 90%, penutupan usaha sementara atau bangkrut, merumahkan karyawan dan PHK. Selain itu juga masalah cicilan bank, gaji karyawan, dan tidak bisa membayar sewa untuk tempat usaha.
Para pengusaha wedding merasa keberatan dengan ketentuan pembatasan kapasitas tamu undangan yang diperbolehkan hadir dalam sebuah resepsi pernikahan seperti yang tercantum dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) nomor 43 Tahun 2021.
"Inmendagri yang telah terbit 2-3 bulan ini tidak melibatkan asosiasi dalam pengambilan keputusan sehingga banyak aturan yang kurang relevan dengan iklim industri pernikahan," ujar koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Industri Pernikahan Suprafto dalam jumpa pers, dikutip Minggu (26/9/2021).
Sebagai informasi, dalam Inmendagri disebutkan bahwa resepsi pernikahan dapat diadakan dengan maksimal 20 undangan untuk daerah dengan PPKM level 3 dan 50 undangan untuk PPKM level 2. Selain itu, penyelenggara juga tidak diperkenankan mengadakan makan di tempat.
"Hanya 20 undangan dengan asumsi 40 orang ini menjadi tidak relevan dengan kapasitas venue (gedung) besar yang bisa menampung 3.000 orang. Kami juga melihat dari aspek aturan yang dibuat itu indikatornya dari mana? apakah dari vaksin? sedangkan di beberapa wilayah cakupan vaksinasinya sudah tercapai," tukas Toto, sapaan akrab Suprafto.
Toto melanjutkan, sesuai hasil rapat koordinasi lintas asosiasi pernikahan Indonesia pada 30 Agustus 2021 yang dihadiri tak kurang 11 asosiasi di bidang usaha pernikahan, disepakati beberapa poin usulan yang diajukan kepada pemerintah, diantaranya terkait penambahan presentasi jumlah kapasitas orang atau undangan dalam ruangan.
Rinciannya, untuk wilayah PPKM Level 4 dan Level 3 maksimum 35% kapasitas normal ruangan, Level 2 maksimum 50%, dan Level 1 maksimum 75% dari kapasitas ruangan. Pelaku usaha juga berkomitmen menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan khususnya pada acara pernikahan.
"Kami menghargai pemerintah berupaya melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 dengan kebijakannya, hanya saja kami ingin mengusulkan pada batas-batas yang kami sudah lakukan pertimbangkan dan kajian sehingga kemungkinan penyebaran Covid juga akan dapat dihindari. Di sisi lain, penambahan persentase jumlah kapasitas sangat penting karena trickle down effect dari penambahan ini berdampak ke berbagai macam industri yang terlibat seperti katering dan lainnya," papar Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) Siti Radarwati.
Berkenaan usulan tersebut, asosiasi industri pernikahan mengajak pemerintah duduk bersama dan berdiskusi dalam membuat aturan tersebut agar relevan dan masyarakat juga tidak membuat asumsi sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan pernikahan.
"Kami sudah mengirim surat ke pemerintah pusat. Harapan kami pemerintah lebih aware dalam membuat aturan dan lebih melihat kondisi terkini di masing-masing wilayah, serta memperhatikan industri pernikahan ini agar tetap terjaga keberlangsungannya," pinta Toto.
Menurut pria yang juga menjabat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Dokumentasi Indonesia (Hipdi), nilai bisnis industri pernikahan di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp100 triliun, di mana industri ini melibatkan banyak bidang usaha dengan jutaan pekerja.
Diantaranya usaha jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi (hotel buka), penata acara pernikahan atau wedding organizer, dekorasi pernikahan, tempat acara atau gedung pernikahan, penyedia kegiatan hiburan seperti musik hidup, pembawa acara, perias, dan lain-lain.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun, para pelaku usaha pernikahan mengalami kondisi faktual yang cukup berat, diantaranya tidak adanya pendapatan yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan usaha, penurunan omzet hingga 90%, penutupan usaha sementara atau bangkrut, merumahkan karyawan dan PHK. Selain itu juga masalah cicilan bank, gaji karyawan, dan tidak bisa membayar sewa untuk tempat usaha.
(ind)