Rahasia Sukses Jeff Lawson Jadi Miliarder: Jangan Pecat Karyawan karena Buat Kesalahan
Rabu, 29 September 2021 - 13:00 WIB
Blameless post-mortem melakukan semua ini tanpa ada permainan saling menyalahkan. Dalam Blameless post-mortem diasumsikan bahwa setiap tim dan karyawan bertindak dengan niat terbaik berdasarkan informasi yang mereka miliki saat itu. Alih-alih mengidentifikas dan menghukum, siapa pun yang mengacau (bisa) dianggap tidak bersalah.
Dengan metode itu, Jeff kemudian menemukan satu persoalan besar yang ada di dalam perusahaannya.
"Kami menemukan bahwa masalah sebenarnya adalah kami kekurangan staf penjualan. Uber telah berkembang sangat cepat, tetapi tenaga penjual tidak memiliki cukup waktu untuk mengurus klien dengan baik," jelas Jeff.
Menurut Jeff, jika Twilio memiliki tim penjualan yang lebih besar, mereka akan lebih sering berbicara dengan Uber. Alhasil akan mengatasi masalah mereka dengan layanan Twilio.
"Mereka hanya satu akun dari sekitar tiga puluh yang dimiliki penjual ini. Uber seharusnya memiliki manajer akun khusus," tegas Jeff.
Alih-alih memecat wiraniaga yang dianggap gagal, Jeff justru menganggap insiden itu sebagai isyarat untuk meningkatkan staf penjualannya sehingga tidak ada yang kewalahan.
Sejak episode itu, Twilio telah berkembang lebih dari lima kali lipat dan mempekerjakan 5.500 orang di seluruh dunia. Jeff menempatkan sebagian besar pertumbuhan itu atas kebijakan perusahaan yang berkelanjutan dari pemeriksaan tanpa cela ketika kesalahan terjadi.
"Setiap karyawan akan membuat kesalahan. Itu tidak bisa dihindari. Sebagai pemimpin, kita harus membangun sistem agar kesalahan tidak menimbulkan bencana. Jika Anda telah menciptakan sistem kemudian satu orang dapat merusak seluruh perusahaan, maka Anda sebagai pemimpin yang bersalah," Tutup Jeff.
Berkat prinsip itulah, Jeff kini masuk ke dalam daftar miliarder Forbes. Kekayaannya mencapai USD2,1 miliar atau Rp29,8 triliun.
Dengan metode itu, Jeff kemudian menemukan satu persoalan besar yang ada di dalam perusahaannya.
"Kami menemukan bahwa masalah sebenarnya adalah kami kekurangan staf penjualan. Uber telah berkembang sangat cepat, tetapi tenaga penjual tidak memiliki cukup waktu untuk mengurus klien dengan baik," jelas Jeff.
Menurut Jeff, jika Twilio memiliki tim penjualan yang lebih besar, mereka akan lebih sering berbicara dengan Uber. Alhasil akan mengatasi masalah mereka dengan layanan Twilio.
"Mereka hanya satu akun dari sekitar tiga puluh yang dimiliki penjual ini. Uber seharusnya memiliki manajer akun khusus," tegas Jeff.
Alih-alih memecat wiraniaga yang dianggap gagal, Jeff justru menganggap insiden itu sebagai isyarat untuk meningkatkan staf penjualannya sehingga tidak ada yang kewalahan.
Sejak episode itu, Twilio telah berkembang lebih dari lima kali lipat dan mempekerjakan 5.500 orang di seluruh dunia. Jeff menempatkan sebagian besar pertumbuhan itu atas kebijakan perusahaan yang berkelanjutan dari pemeriksaan tanpa cela ketika kesalahan terjadi.
"Setiap karyawan akan membuat kesalahan. Itu tidak bisa dihindari. Sebagai pemimpin, kita harus membangun sistem agar kesalahan tidak menimbulkan bencana. Jika Anda telah menciptakan sistem kemudian satu orang dapat merusak seluruh perusahaan, maka Anda sebagai pemimpin yang bersalah," Tutup Jeff.
Berkat prinsip itulah, Jeff kini masuk ke dalam daftar miliarder Forbes. Kekayaannya mencapai USD2,1 miliar atau Rp29,8 triliun.
Lihat Juga :
tulis komentar anda