Milenial Semakin Berat Miliki Rumah
Sabtu, 02 Oktober 2021 - 05:30 WIB
Baca juga: Harga Rumah Mewah Ini Anjlok dari Rp558 Miliar Jadi Rp66 Miliar, Kok Bisa?
"Biasanya masuk gang sempit. Bangunannya, umumnya sudah rusak dan tidak layak lagi, makanya harga yang ditawarkan cenderung murah," ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Totok hunian terjangkau banyak tersebar di daerah-daerah pinggiran Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Meski berada agak jauh dari kota, perumahan ini sebenarnya layak menjadi pilihan, terlebih lagi ada pembangunan infrastruktur dan integrasi transportasi yang berlangsung masif seperti saat ini.
Sedangkan kota-kota besar di luar Pulau Jawa seperti Sumatera, dan Kalimantan masih menawarkan hunian murah di puat kota, meskipun lokasinya tidak banyak karena harga lahan yang terjangkau.
"Tahun ini, siklus properti bakal tetap stabil seiring dengan perbaikan ekonomi pasca pandemi. Sehingga permintaan terhadap hunian ramah dikantong tetap ada, bahkan terus meningkat,''sebutnya.
Selain itu, generasi milenial yang sebagain besar adalah pekerja tentunya memerlukan hunian yang terletak di wilayah terkoneksi langsung dengan layanan transportasi umum untuk memudahkan mobilitas sehari-hari dari dan ketempat kerja mereka. Dia menerangkan, sebanyak 80% dari generasi milenial ini adalah pekerja menengah ke bawah yang mengandalkan angkutan umum untuk beraktivitas.
"Tentunya, preferensi tempat tinggal mereka yang dekat dengan akses angkutan umum seperti kereta commuter line dan sekarang ada juga moda raya terpadu (MRT) serta lintas rel terpadu (LRT). Seperti di kawasan Bekasi, Depok, Bogor, dan beberapa daerah penyangga kota lainnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Totok menerangkan properti yang lokasinya dekat dengan akses keluar masuk tol juga ikut dicari oleh generasi milenial. Namun, kebanyakan dari mereka tentunya adalah kelas menengah keatas yang memiliki kendaraan roda empat dan jumlahnya tidak begitu besar. Selain itu, generasi milenial punya kecenderungan memilih properti yang ukurannya tidak terlalu besar.
"Mereka senang ruang yang luas sebenarnya, bukan tanah yang luas. Jadi lebih ke micro housing yang simpel," tambahnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tantangan yang dihadapi generasi muda adalah persoalan gaji dan harga rumah semakin tidak terkejar. Kenaikan harga properti misalnya di Jabodetabek bisa 10-15% setiap tahunnya, sementara kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) hanya pada kisaran 8%. Karena semakin tidak terkejar akhirnya banyak generasi muda yang memutuskan untuk menyewa rumah dibanding membeli.
"Biasanya masuk gang sempit. Bangunannya, umumnya sudah rusak dan tidak layak lagi, makanya harga yang ditawarkan cenderung murah," ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Totok hunian terjangkau banyak tersebar di daerah-daerah pinggiran Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Meski berada agak jauh dari kota, perumahan ini sebenarnya layak menjadi pilihan, terlebih lagi ada pembangunan infrastruktur dan integrasi transportasi yang berlangsung masif seperti saat ini.
Sedangkan kota-kota besar di luar Pulau Jawa seperti Sumatera, dan Kalimantan masih menawarkan hunian murah di puat kota, meskipun lokasinya tidak banyak karena harga lahan yang terjangkau.
"Tahun ini, siklus properti bakal tetap stabil seiring dengan perbaikan ekonomi pasca pandemi. Sehingga permintaan terhadap hunian ramah dikantong tetap ada, bahkan terus meningkat,''sebutnya.
Selain itu, generasi milenial yang sebagain besar adalah pekerja tentunya memerlukan hunian yang terletak di wilayah terkoneksi langsung dengan layanan transportasi umum untuk memudahkan mobilitas sehari-hari dari dan ketempat kerja mereka. Dia menerangkan, sebanyak 80% dari generasi milenial ini adalah pekerja menengah ke bawah yang mengandalkan angkutan umum untuk beraktivitas.
"Tentunya, preferensi tempat tinggal mereka yang dekat dengan akses angkutan umum seperti kereta commuter line dan sekarang ada juga moda raya terpadu (MRT) serta lintas rel terpadu (LRT). Seperti di kawasan Bekasi, Depok, Bogor, dan beberapa daerah penyangga kota lainnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Totok menerangkan properti yang lokasinya dekat dengan akses keluar masuk tol juga ikut dicari oleh generasi milenial. Namun, kebanyakan dari mereka tentunya adalah kelas menengah keatas yang memiliki kendaraan roda empat dan jumlahnya tidak begitu besar. Selain itu, generasi milenial punya kecenderungan memilih properti yang ukurannya tidak terlalu besar.
"Mereka senang ruang yang luas sebenarnya, bukan tanah yang luas. Jadi lebih ke micro housing yang simpel," tambahnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tantangan yang dihadapi generasi muda adalah persoalan gaji dan harga rumah semakin tidak terkejar. Kenaikan harga properti misalnya di Jabodetabek bisa 10-15% setiap tahunnya, sementara kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) hanya pada kisaran 8%. Karena semakin tidak terkejar akhirnya banyak generasi muda yang memutuskan untuk menyewa rumah dibanding membeli.
Lihat Juga :
tulis komentar anda