Ini Dia Perbedaan Isi Proposal Biaya Kereta Cepat China Vs Jepang
Minggu, 17 Oktober 2021 - 16:00 WIB
JAKARTA - PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dikabarkan lebih mahal dibandingkan Jepang. Pemerintah menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak sekitar USD1,6 miliar atau setara Rp22,58 triliun (kurs Rp 14.117 per dolar AS).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto pembengkaan terjadi karena proyek tersebut challenging. Perhitungan bisa terjadi di luar perkiraan awal terutama karena kondisi geografis di wilayah Jawa Barat.
"Contohnya ada satu tunnel yang mendekat ke arah Bandung, di dalam itu ada batu yang tidak bisa di bor jadi harus di blasting (peledakan) ini makanya terjadi pembengkakan biaya," kata dia, baru-baru ini.
GM Corporate Secretary KCIC Mirza Soraya menambahkan banyak faktor yang mempengaruhi pembengkakan biaya, salah satunya adalah pengadaan lahan. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung pertama kali diajukan Jepang dengan nilai investasi mencapai USD6,2 miliar, dimana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Sebelumnya biaya pembangunan dipatok USD6 miliar atau sekitar Rp85,2 triliun. Tapi saat ini biaya pembangunan sudah menyentuh USD7,97 miliar atau sebesar Rp 113,1 triliun. Berdasarkan pernyataan Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi sorotan setelah adanya laporan dari lembaga riset AS AidData yang menyebut pembangunan tersebut menggunakan skema hidden debt dengan mekanisme business to business.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut skema hidden debt proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung akan menjadi beban pemerintah. Meski konsorsium yang menerbitkan utang dengan jaminan pemerintah sekalipun, akan terdapat risiko kontijensi, yaitu risiko yang muncul ketika BUMN mengalami tekanan dan berakibat pada risiko fiskal mengganggu neraca anggaran pemerintah.
"Soal utang tersembunyi (hidden debt) sudah bisa terindikasi dari permainan penugasan BUMN yang kemudian meminjam uang lewat penerbitan surat utang. Ini terlihat bahwa hanya urusan B2B saja. Tapi triknya terlihat ketika b to b tadi ternyata pakai jaminan pemerintah. Tidak fair," tegasnya.
Namun hal itu dibantah Kementerian BUMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan bahwa hidden debt itu tidak benar alias hoax. Arya mengungkapkan semua utang perusahaan pelat merah tercatat dalam Monitoring Risiko Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) Bank Indonesia. "Karena semua tercatat di PKLN Bank Indonesia, bahwa tidak ada hutang tersembunyi China untuk proyek kereta cepat," kata dia.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto pembengkaan terjadi karena proyek tersebut challenging. Perhitungan bisa terjadi di luar perkiraan awal terutama karena kondisi geografis di wilayah Jawa Barat.
"Contohnya ada satu tunnel yang mendekat ke arah Bandung, di dalam itu ada batu yang tidak bisa di bor jadi harus di blasting (peledakan) ini makanya terjadi pembengkakan biaya," kata dia, baru-baru ini.
GM Corporate Secretary KCIC Mirza Soraya menambahkan banyak faktor yang mempengaruhi pembengkakan biaya, salah satunya adalah pengadaan lahan. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung pertama kali diajukan Jepang dengan nilai investasi mencapai USD6,2 miliar, dimana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Sebelumnya biaya pembangunan dipatok USD6 miliar atau sekitar Rp85,2 triliun. Tapi saat ini biaya pembangunan sudah menyentuh USD7,97 miliar atau sebesar Rp 113,1 triliun. Berdasarkan pernyataan Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi sorotan setelah adanya laporan dari lembaga riset AS AidData yang menyebut pembangunan tersebut menggunakan skema hidden debt dengan mekanisme business to business.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut skema hidden debt proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung akan menjadi beban pemerintah. Meski konsorsium yang menerbitkan utang dengan jaminan pemerintah sekalipun, akan terdapat risiko kontijensi, yaitu risiko yang muncul ketika BUMN mengalami tekanan dan berakibat pada risiko fiskal mengganggu neraca anggaran pemerintah.
"Soal utang tersembunyi (hidden debt) sudah bisa terindikasi dari permainan penugasan BUMN yang kemudian meminjam uang lewat penerbitan surat utang. Ini terlihat bahwa hanya urusan B2B saja. Tapi triknya terlihat ketika b to b tadi ternyata pakai jaminan pemerintah. Tidak fair," tegasnya.
Namun hal itu dibantah Kementerian BUMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan bahwa hidden debt itu tidak benar alias hoax. Arya mengungkapkan semua utang perusahaan pelat merah tercatat dalam Monitoring Risiko Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) Bank Indonesia. "Karena semua tercatat di PKLN Bank Indonesia, bahwa tidak ada hutang tersembunyi China untuk proyek kereta cepat," kata dia.
tulis komentar anda