Anak Buah Cerita Kronologi Menko Luhut Terlibat Bisnis PCR

Senin, 08 November 2021 - 17:26 WIB
"Itupun berkat lobi sana-sini dari Kemenlu, Kementerian BUMN, dan berbagai pihak lain yang dilakukan untuk meminta Roche agar barang yang sudah kita pesan tidak direbut negara lain. Karena kita mendengar ada satu negara Timur Tengah yang sudah menyediakan 100 juta dolar dan bersedia membayar cash di depan untuk membeli alat-alat PCR yang tersedia di pasar saat itu," paparnya.

Setelah alat datang, pada awal Mei reagennya baru datang. Masalah pun belum selesai, para lab itu kemudian juga menyampaikan bahwa mereka butuh Viral Transport Medium (VTM).

"Saya tanya ke mereka barang apa pula itu. Mereka menjelaskan bahwa VTM ini adalah alat untuk menampung hasil swab yang akan mendeaktifkan virusnya sebelum kemudian bisa dilakukan ekstraksi RNA. Rupanya banyak sekali perintilan material-material yang dibutuhkan untuk melakukan test PCR ini, bukan hanya reagen saja, di mana kalau salah satu barang gak ada, test PCR tidak bisa dilakukan," jelasnya.

"Long story short (Singkat Cerita) berbagai perintilan barang itu bisa kita dapatkan dan lab-lab di berbagai fakultas kedokteran itu bisa mulai melakukan test. Namun karena proses ekstraksinya masih manual, masing-masing lab paling hanya bisa melakukan 100-200 test per hari. Jauh dari target yang kita minta yaitu 700-1.000 test per hari," tuturnya.

Dia mengatakan, masalah kemudian muncul karena alat ekstraksi RNA yang dipesan dari Roche tidak bisa didapatkan. Kalau tidak salah, imbuhnya, karena suplai barangnya sangat terbatas dan diperebutkan oleh negara-negara lain juga.

"Kita waktu itu memutuskan untuk cari merek lain. Setelah tanya-tanya dari masing-masing lab, dapatlah rekomendasi merek Qiagen dari Jerman. Kita pesan barangnya, namun ternyata mereka tidak bisa memenuhi reagennya. Alat ekstraksi RNA ini memang menggunakan closed system, artinya hanya bisa digunakan dengan reagen yang diproduksi mereka sendiri," paparnya.

Dia menyebut, harga alat ekstraksi RNA-nya lebih murah, kira-kira 1/10 dari harga alat ekstraksi yang diproduksi Qiagen, meskipun kapasitasnya 1/3.

Begitu juga harga reagen untuk ekstraksi RNA-nya. Yang lebih menarik, lanjutnya, mereka juga memproduksi reagen untuk PCR yang bisa digunakan baik dari LC 96 dan LC480 (kedua alat ini adalah open system).

"Dengan suplai dari Tiongkok ini, kita bisa memberikan donasi lebih banyak alat PCR dan ekstraksi RNA kepada lab-lab kampus. Awal Juni, barang-barang ini mulai datang ke Indonesia," tuturnya.

Sebelum memutuskan beli, dia menyebutkan Menko Luhut telah meminta FKUI untuk melakukan pengujian terhadap barang-barang ini. Hasilnya pun di luar dugaan kami cukup baik.

Ketika di awal, pihaknya menyampaikan kepada lab-lab ini bahwa timnya hanya akan mendukung mereka dengan alat PCR dan alat ekstraksi RNA, beserta reagen-reagennya untuk 10 ribu tes buat masing-masing lab.

"Ini berdasarkan kecukupan donasi yang Pak Luhut dan teman-temannya sumbangkan. Namun, karena kita menemukan suplai baru dari Tiongkok yang saya sebutkan di atas, kita bisa men-support untuk lebih banyak reagen,”

Menko Luhut menyampaikan kerabatnya di China ingin menyumbang untuk penanganan Covid-19 di Indonesia, sehingga kita bisa memperoleh lebih banyak reagen.

“Satu lab saat itu saya kira bisa menerima 30-50 ribu reagen PCR dan ekstraksi RNA untuk melakukan test ini. Setelahnya, kami minta lab-lab tersebut harus bisa mandiri. Kita tidak bisa men-support seterusnya karena donasi yang terbatas," paparnya.

Adapun alasanya menceritakan kronologi ini. Pertama, saya ingin menceritakan bagaimana susahnya situasi dan keterbatasan test PCR saat itu.

“Kedua, banyak pihak yang bergotong royong untuk membantu pemerintah meningkatkan kapasitas PCR saat itu, dan kemudian terjadilah kehebohan setelah liputan pemberitaan itu keluar. Tuduhannya adalah mengenai kebijakan kewajiban PCR bagi pesawat yang diberlakukan beberapa Minggu yang lalu hanya menguntungkan Pak Luhut dan Pak Erick secara pribadi,” pungkasnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More