IATA Akan Peroleh Suntikan Aset Senilai USD181,9 Juta
Rabu, 01 Desember 2021 - 15:40 WIB
Karena akuisisi tersebut merupakan transaksi material, IATA harus memenuhi semua aturan yang dipersyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan peraturan terkait lainnya, terutama untuk mengalihkan izin usaha penerbangan IATA ke anak perusahaan baru.
IATA akan membiayai akuisisi tersebut melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan seluruh proses transaksi akan selesai pada semester I tahun 2022.
Untuk mendapatkan momentum dari kenaikan harga batu bara, eksplorasi pertambangan lebih lanjut akan dilakukan untuk menemukan lebih banyak sumber daya dan cadangan batu bara baru, terutama di PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE) yang diyakini memiliki cadangan batubara yang melimpah.
Di bagian lain, popularitas industri batu bara nasional diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan lonjakan harga batu bara, yang didorong oleh pemulihan ekonomi dunia termasuk China, India, Korea Selatan, serta Eropa yang mengarah pada peningkatan produksi industri sehingga meningkatkan permintaan energi. Di sisi lain, penolakan China terhadap batu bara Australia juga turut memberikan sentimen positif terhadap permintaan ekspor batu bara Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertambangan di Indonesia meningkat menjadi Rp211.890 miliar pada kuartal III tahun 2021 dari Rp203.356 miliar pada kuartal II tahun 2021. Dalam jangka panjang, PDB Indonesia dari pertambangan diproyeksikan akan mencapai sekitar Rp217.170 miliar pada tahun 2022 dan Rp230.200 miliar pada tahun 2023.
Dengan cadangan batu bara yang masih bertahan hingga 65 tahun, Indonesia merupakan salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia. Pada saat yang sama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan energi murah untuk pembangunan dan konsumsi. Kontribusi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara terus mendominasi, mencapai 50,4% atau 31.827 megawatt (MW) dari total produksi listrik nasional.
Ketua Indonesia Mining Association (IMA) Ido Hutabarat memprediksi batu bara akan tetap menjadi sumber energi utama di Indonesia hingga 30 tahun ke depan.Sentimen yang sama diungkapkan dalam COP26 yang baru-baru ini berakhir, dengan China dan India yang menyatakan kekhawatiran perkembangan atas energi terbarukan sebagai pengganti batu bara.
Baik kendala biaya maupun teknologi masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk diselesaikan. Energi terbarukan tidak cukup untuk menggerakkan pembangunan di masa mendatang. Karenanya, kata-kata dalam COP26 adalah "penurunan bertahap" bukan "penghentian bertahap" untuk mengakomodasi pemetaan produksi energi dunia saat ini.
IATA akan membiayai akuisisi tersebut melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan seluruh proses transaksi akan selesai pada semester I tahun 2022.
Untuk mendapatkan momentum dari kenaikan harga batu bara, eksplorasi pertambangan lebih lanjut akan dilakukan untuk menemukan lebih banyak sumber daya dan cadangan batu bara baru, terutama di PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE) yang diyakini memiliki cadangan batubara yang melimpah.
Di bagian lain, popularitas industri batu bara nasional diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan lonjakan harga batu bara, yang didorong oleh pemulihan ekonomi dunia termasuk China, India, Korea Selatan, serta Eropa yang mengarah pada peningkatan produksi industri sehingga meningkatkan permintaan energi. Di sisi lain, penolakan China terhadap batu bara Australia juga turut memberikan sentimen positif terhadap permintaan ekspor batu bara Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertambangan di Indonesia meningkat menjadi Rp211.890 miliar pada kuartal III tahun 2021 dari Rp203.356 miliar pada kuartal II tahun 2021. Dalam jangka panjang, PDB Indonesia dari pertambangan diproyeksikan akan mencapai sekitar Rp217.170 miliar pada tahun 2022 dan Rp230.200 miliar pada tahun 2023.
Dengan cadangan batu bara yang masih bertahan hingga 65 tahun, Indonesia merupakan salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia. Pada saat yang sama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan energi murah untuk pembangunan dan konsumsi. Kontribusi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara terus mendominasi, mencapai 50,4% atau 31.827 megawatt (MW) dari total produksi listrik nasional.
Ketua Indonesia Mining Association (IMA) Ido Hutabarat memprediksi batu bara akan tetap menjadi sumber energi utama di Indonesia hingga 30 tahun ke depan.Sentimen yang sama diungkapkan dalam COP26 yang baru-baru ini berakhir, dengan China dan India yang menyatakan kekhawatiran perkembangan atas energi terbarukan sebagai pengganti batu bara.
Baik kendala biaya maupun teknologi masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk diselesaikan. Energi terbarukan tidak cukup untuk menggerakkan pembangunan di masa mendatang. Karenanya, kata-kata dalam COP26 adalah "penurunan bertahap" bukan "penghentian bertahap" untuk mengakomodasi pemetaan produksi energi dunia saat ini.
(fai)
tulis komentar anda