Dorong RUU Penyiaran, Hipmi Minta Konten Digital Diatur

Rabu, 10 Juni 2020 - 15:42 WIB
BPP Hipmi meminta UU Penyiaran nantinya ikut mengatur dan mengawasi konten dari media digital. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Mardani H Maming meyakini industri penyiaran akan terus tumbuh. Karena itu, Hipmi menilai perlu ada pengawasan melalui regulasi yang sesuai.

"Konten digital banyak yang menawarkan dengan memberikan kemudahan untuk meningkatkan pemasaran produk yang tidak hanya menjadi pemakai, tapi juga investor di industri penyiaran serta platform digital," ujar Maming dalam acara Forum Dialog Webinar HIPMI dengan topik "RUU Penyiaran dan Prospek Industri Penyiaran Indonesia" di Jakarta, Rabu(10/6/2020).

Terlebih di masa pandemi saat ini, kata Maming, industri penyiaran bahkan semakin dibutuhkan seiring aktivitas masyarakat yang lebih banyak di rumah. Menurutnya, konsumsi masyarakat pun mulai beralih ke digital, terutama di massa pandemi Covid-19. Penyiaran konten digital melalui platform mobile atau smartphone juga semakin penting.



Karena itu, kata dia, dalam hal ini Rancanngan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas harus menjadi koridor, khususnya dari sisi pengawasan konten. Dengan demikian, konten-konten yang dibuat secara pribadi ataupun kelompok di media digital bisa diatur.

"Jangan sampai menyalahgunakan kontennya sehingga anak-anak yang masih di bawah umur misalnya, yang seharusnya tidak boleh menggunakan gadget bisa bermasalah," tandasnya.

Di acara yang sama, Ketua Bidang Investasi, Infokom & Kerjasama Internasional BPP Hipmi Dede Indra Permana Sudiro mengatakan, masa peralihan media dari analog ke digital melalui revisi UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran tengah digodok saat ini oleh pemerintah bersama Komisi I DPR dengan melakukan pengalihan penyiaran dari analog ke digital.

"Salah satu sektor yang penting dalam menghadapi pandemi Covid-19 adalah industri penyiaran. Sektor di industri penyiaran ini tetap bertahan dalam pandemi Covid-19," ujar Dede.

Oleh karena itu, lanjut Dede, untuk melakukan pengalihan penyiaran dari analog ke digital perlu peraturan dan roadmap yang jelas. Dengan demikian, memberikan kepastian bagi industri. Selain kesiapan industri penyiaran, industri pendukung menurutya juga harus menjadi perhatian. "Hipmi mendorong agar UU penyiaran ke depan bisa seimbang dan mengontrol konten digital dan media baru," ucapnya.

Pembahasan RUU Penyiaran ini sebenarnya sudah dilakukan sejak periode 2014-2019. Namun karena perdebatan tentang sistem singlemux dan multimux membuat RUU ini tak kunjung rampung. Oleh sebab itu, harapan para narasumber adalah agar pemerintah bersama DPR mengedepankan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.

"Penataan frekuensi dari switch ke digital harus diutamakan karena spektrum frekuensi adalah sumber daya alam yang terbatas yang mempunyai nilai strategis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan dikuasai oleh negara," tutup Dede.

Turut hadir dalam acara ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Utut Adianto, Anggota Komisi I DPR Sugiono, Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis, serta Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution.
(fjo)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More