Standarisasi Vape Mendesak Demi Melindungi Konsumen
Selasa, 08 Maret 2022 - 06:24 WIB
JAKARTA - Akhir-akhir ini beredar publikasi yang menyatakan bahwa penggunaan rokok elektrik memiliki dampak negatif. Maka dari itu perlu ada standarisasi produk vape agar hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen terlindungi. Hal ini tentu beriringan dengan hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur, dan jelas.
Konsumen Vape Berorganisasi (KONVO) yakin para pengguna vape di Indonesia adalah masyarakat dewasa yang bijak dalam mengolah informasi terkait hal ini. Hokkop Situngkir selaku Ketua Umum KONVO menyatakan, bahwa sudah banyak hasil studi mengenai penggunaan rokok elektrik lebih aman dibandingkan rokok konvensional.
“Contohnya adalah riset di Cancer Research United Kingdom pada tahun 2021 lalu menyatakan sebagian besar bahan kimia beracun dalam rokok (konvensional) tidak ada dalam rokok elektrik,” katanya.
Pada 2019 lalu mungkin pernah terdengar tentang vaping yang menyebabkan wabah penyakit paru-paru di Amerika Serikat. Dilansir dari Cancer Research United Kingdom, investigasi menemukan kasus tersebut terkait dengan produk ilegal yang terkontaminasi. Ternyata tidak ada kaitannya dengan vaping. Tidak ada bukti cukup bahwa rokok elektrik yang dibeli dari tempat resmi menyebabkan penyakit paru-paru.
Didukung oleh hasil studi yang diterbitkan oleh Cochrane Review pada Oktober 2020, bahwa rokok elektrik dengan nikotin merupakan alat yang jauh lebih efektif bagi perokok yang ingin berhenti merokok dibandingkan dengan produk lain seperti patch nikotin atau permen karet. Hal ini dikarenakan penggunaan vape terasa mirip dengan merokok biasa.
“Kami sebagai perwakilan dari para konsumen rokok elektrik merasa khawatir jika tersebar informasi yang kurang benar beredar di masyarakat, apalagi jika tanpa adanya bukti atau hasil riset yang terpercaya,” ungkap Hokkop.
Dia menjelaskan, jika merujuk dari banyaknya hasil studi terpercaya yang dapat di akses melalui media-media online mengenai rokok elektrik yang memberikan gambaran positif, selanjutnya adalah tugas dari para produsen untuk menerapkan standar produk yang baik. Tentunya didukung oleh regulasi pemerintah terhadap rokok elektrik.
Bentuk tanggung jawab produsen terhadap konsumennya selain dengan menerapkan standarisasi produk yang baik, juga perlu memberikan informasi yang jujur dan jelas terkait produknya yang aman. Hal tersebut tentu saja bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan rokok elektrik di masyarakat Indonesia.
Hokkop menyebutkan salah satu contoh sikap tegas dari produsen rokok elektrik yang sudah ada, yakni “Guardian Program” dari RELX. Larangan penjualan produk kepada anak dibawah umur dengan tidak menampilkan ikon atau gambar yang menarik perhatian anak, baik pada kemasannya maupun iklan yang tersebar. Program dinilai memberikan dampak yang baik terhadap konsumen vape.
“Saya menghargai adanya program tersebut, sehingga produknya hanya dapat dimengerti oleh kalangan dewasa saja. Saya harap merek-merek lainnya dapat mengikuti atau bahkan memberikan program yang lebih lagi untuk konsumen vape di Indonesia,” tutup Hokkop.
Konsumen Vape Berorganisasi (KONVO) yakin para pengguna vape di Indonesia adalah masyarakat dewasa yang bijak dalam mengolah informasi terkait hal ini. Hokkop Situngkir selaku Ketua Umum KONVO menyatakan, bahwa sudah banyak hasil studi mengenai penggunaan rokok elektrik lebih aman dibandingkan rokok konvensional.
“Contohnya adalah riset di Cancer Research United Kingdom pada tahun 2021 lalu menyatakan sebagian besar bahan kimia beracun dalam rokok (konvensional) tidak ada dalam rokok elektrik,” katanya.
Pada 2019 lalu mungkin pernah terdengar tentang vaping yang menyebabkan wabah penyakit paru-paru di Amerika Serikat. Dilansir dari Cancer Research United Kingdom, investigasi menemukan kasus tersebut terkait dengan produk ilegal yang terkontaminasi. Ternyata tidak ada kaitannya dengan vaping. Tidak ada bukti cukup bahwa rokok elektrik yang dibeli dari tempat resmi menyebabkan penyakit paru-paru.
Didukung oleh hasil studi yang diterbitkan oleh Cochrane Review pada Oktober 2020, bahwa rokok elektrik dengan nikotin merupakan alat yang jauh lebih efektif bagi perokok yang ingin berhenti merokok dibandingkan dengan produk lain seperti patch nikotin atau permen karet. Hal ini dikarenakan penggunaan vape terasa mirip dengan merokok biasa.
“Kami sebagai perwakilan dari para konsumen rokok elektrik merasa khawatir jika tersebar informasi yang kurang benar beredar di masyarakat, apalagi jika tanpa adanya bukti atau hasil riset yang terpercaya,” ungkap Hokkop.
Dia menjelaskan, jika merujuk dari banyaknya hasil studi terpercaya yang dapat di akses melalui media-media online mengenai rokok elektrik yang memberikan gambaran positif, selanjutnya adalah tugas dari para produsen untuk menerapkan standar produk yang baik. Tentunya didukung oleh regulasi pemerintah terhadap rokok elektrik.
Bentuk tanggung jawab produsen terhadap konsumennya selain dengan menerapkan standarisasi produk yang baik, juga perlu memberikan informasi yang jujur dan jelas terkait produknya yang aman. Hal tersebut tentu saja bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan rokok elektrik di masyarakat Indonesia.
Hokkop menyebutkan salah satu contoh sikap tegas dari produsen rokok elektrik yang sudah ada, yakni “Guardian Program” dari RELX. Larangan penjualan produk kepada anak dibawah umur dengan tidak menampilkan ikon atau gambar yang menarik perhatian anak, baik pada kemasannya maupun iklan yang tersebar. Program dinilai memberikan dampak yang baik terhadap konsumen vape.
“Saya menghargai adanya program tersebut, sehingga produknya hanya dapat dimengerti oleh kalangan dewasa saja. Saya harap merek-merek lainnya dapat mengikuti atau bahkan memberikan program yang lebih lagi untuk konsumen vape di Indonesia,” tutup Hokkop.
(akr)
tulis komentar anda