NFT: Transformasi Pelindungan Hak Cipta dalam Bentuk Digital
Selasa, 22 Maret 2022 - 09:01 WIB
Di sisi lain, Ketua Umum IKANO Universitas Padjajaran Ranti Fauza menegaskan masih terdapat beberapa aspek krusial pada NFT yang belum ditemukan regulasinya secara komprehensif dan berpotensi menimbulkan problematika hukum.
"Masih ada kendala terkait transparansi mengingat NFT dapat dijalankan secara anonim dalam sistem blockchain. Sementara hak cipta menganut prinsip deklaratif di mana pengumuman ciptaan dan penciptanya menjadi dasar dari timbulnya pelindungan hak cipta itu sendiri," kata Ranti.
"Sistem blockchain memungkinkan orang atau pihak tertentu untuk mengklaim suatu karya cipta dan kemudian melakukan konversi atas karya cipta tersebut melalui proses tokenisasi, meskipun jika karya tersebut bukan karyanya sendiri. Jadi ada kemungkinan karya yang dikonversi ke NFT bukan milik pencipta asli," lanjutnya.
Kepala Pusat Studi Cyber Law dan Transformasi Digital Tasya Safiranita Ramli menjelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dari NFT di ruang digital.
"Konten NFT tidak boleh melanggar pelindungan data pribadi dan kekayaan intelektual, penyelenggara sistem elektronik wajib patuh terhadap undang-undang, dan ada konsekuensi terhadap pelanggaran kewajiban seperti pemutusan akses terhadap pengguna platform," pungkas Tasya.
Selain itu, Tasya juga menjelaskan mengenai lisensi dalam NFT bahwa pembelian NFT bukan berarti termasuk hak untuk menampilkannya atau hak untuk menggunakan dengan tujuan komersial.
"Penggunaan smart contract dapat berfungsi untuk pembayaran royalti dan memperjelas hak yang dipertahankan atau diberikan atas suatu objek NFT," jelasnya.
Smart contract merupakan kontrak digital di mana terdapat pengaturan perjanjian antara pengguna yang dituangkan dalam bentuk kode. (SYL/KAD/CM)
"Masih ada kendala terkait transparansi mengingat NFT dapat dijalankan secara anonim dalam sistem blockchain. Sementara hak cipta menganut prinsip deklaratif di mana pengumuman ciptaan dan penciptanya menjadi dasar dari timbulnya pelindungan hak cipta itu sendiri," kata Ranti.
"Sistem blockchain memungkinkan orang atau pihak tertentu untuk mengklaim suatu karya cipta dan kemudian melakukan konversi atas karya cipta tersebut melalui proses tokenisasi, meskipun jika karya tersebut bukan karyanya sendiri. Jadi ada kemungkinan karya yang dikonversi ke NFT bukan milik pencipta asli," lanjutnya.
Kepala Pusat Studi Cyber Law dan Transformasi Digital Tasya Safiranita Ramli menjelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dari NFT di ruang digital.
"Konten NFT tidak boleh melanggar pelindungan data pribadi dan kekayaan intelektual, penyelenggara sistem elektronik wajib patuh terhadap undang-undang, dan ada konsekuensi terhadap pelanggaran kewajiban seperti pemutusan akses terhadap pengguna platform," pungkas Tasya.
Selain itu, Tasya juga menjelaskan mengenai lisensi dalam NFT bahwa pembelian NFT bukan berarti termasuk hak untuk menampilkannya atau hak untuk menggunakan dengan tujuan komersial.
"Penggunaan smart contract dapat berfungsi untuk pembayaran royalti dan memperjelas hak yang dipertahankan atau diberikan atas suatu objek NFT," jelasnya.
Smart contract merupakan kontrak digital di mana terdapat pengaturan perjanjian antara pengguna yang dituangkan dalam bentuk kode. (SYL/KAD/CM)
(srf)
tulis komentar anda