Soal Utang, Sri Mulyani Pastikan RI Tak Akan Bernasib Seperti Sri Lanka
Kamis, 21 April 2022 - 13:20 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa perihal pembayaran utang luar negeri , Indonesia tidak akan bernasib seperti Sri Lanka. Sri Lanka dinilai bangkrut setelah gagal membayar utang luar negerinya yang senilai USD51 miliar atau sekitar Rp732,2 triliun.
Menkeu menegaskan, kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan situasi Sri Lanka yang menghadapi krisis utang. "Pembiayaan utang Indonesia justru menurun dari tahun lalu. Hingga Maret 2022, pembiayaan utang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp149,6 triliun," ujar Sri dalam konferensi pers APBN KITA, dikutip Kamis (21/4/2022).
Angka ini terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp133,6 triliun dan pinjaman Rp16 triliun. Total pembiayaan utang itu menurun 55,6% dari posisi Maret 2021, yang pembiayaannya sebesar Rp336,9 triliun.
"Penyesuaian strategi pembiayaan ini terjadi dengan penurunan target lelang SBN, pergeseran global bonds, dan sejumlah strategi lainnya. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan Sri Lanka, yang saat ini mengalami krisis akibat utang," ujarnya.
Sri Mulyani mengakui, kondisi utang Indonesia seringkali dibandingkan dengan kondisi Sri Lanka. Salah satu penyebabnya adalah utang Indonesia terhadap China. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Januari 2022 sebesar USD413,6 miliar atau sekitar Rp5.926,06 triliun dengan asumsi Rp14.328 per dolar Amerika Serikat (AS).
Namun, tegas dia, pembiayaan yang dilakukan pemerintah selalu diusahakan secara sangat prudent. Di bagia lain, kondisi APBN Indonesia pun menurutnya sangat jauh berbeda dibandingkan Sri Lanka.
Menkeu mengakui, memang kondisi pasar SBN dan pasar uang cenderung tertekan oleh inflasi, dampak konflik geopolitik, dan capital outflow. Kendati demikian, Indonesia menurutnya mampu menciptakan ketahanan APBN dengan kondisi kas yang cukup.
"Pasar keuangan Indonesia yang volatile tidak harus dipaksa untuk melakukan pembiayaan APBN. Ini adalah strategi yang sangat pas dan sesuai, sehingga APBN mendapatkan reputasi dan kredibilitas yang baik. Rating agency juga memberikan konfirmasi. Jadi ini adalah salah satu tren perbaikan dan penguatan APBN yang terus kita jaga," tandasnya.
Menkeu menegaskan, kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan situasi Sri Lanka yang menghadapi krisis utang. "Pembiayaan utang Indonesia justru menurun dari tahun lalu. Hingga Maret 2022, pembiayaan utang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp149,6 triliun," ujar Sri dalam konferensi pers APBN KITA, dikutip Kamis (21/4/2022).
Angka ini terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp133,6 triliun dan pinjaman Rp16 triliun. Total pembiayaan utang itu menurun 55,6% dari posisi Maret 2021, yang pembiayaannya sebesar Rp336,9 triliun.
"Penyesuaian strategi pembiayaan ini terjadi dengan penurunan target lelang SBN, pergeseran global bonds, dan sejumlah strategi lainnya. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan Sri Lanka, yang saat ini mengalami krisis akibat utang," ujarnya.
Sri Mulyani mengakui, kondisi utang Indonesia seringkali dibandingkan dengan kondisi Sri Lanka. Salah satu penyebabnya adalah utang Indonesia terhadap China. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Januari 2022 sebesar USD413,6 miliar atau sekitar Rp5.926,06 triliun dengan asumsi Rp14.328 per dolar Amerika Serikat (AS).
Baca Juga
Namun, tegas dia, pembiayaan yang dilakukan pemerintah selalu diusahakan secara sangat prudent. Di bagia lain, kondisi APBN Indonesia pun menurutnya sangat jauh berbeda dibandingkan Sri Lanka.
Menkeu mengakui, memang kondisi pasar SBN dan pasar uang cenderung tertekan oleh inflasi, dampak konflik geopolitik, dan capital outflow. Kendati demikian, Indonesia menurutnya mampu menciptakan ketahanan APBN dengan kondisi kas yang cukup.
"Pasar keuangan Indonesia yang volatile tidak harus dipaksa untuk melakukan pembiayaan APBN. Ini adalah strategi yang sangat pas dan sesuai, sehingga APBN mendapatkan reputasi dan kredibilitas yang baik. Rating agency juga memberikan konfirmasi. Jadi ini adalah salah satu tren perbaikan dan penguatan APBN yang terus kita jaga," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda