Transisi Energi Harus Terukur, Tak Bisa Buru-buru

Jum'at, 03 Juni 2022 - 23:58 WIB
"Jangan sampai di saat kita mengupayakan transisi energi tapi kemudian justru menjadikan timbulnya disparitas energi. Tiba-tiba banyak orang yang tidak mendapatkan akses listrik karena efek dari transisi tersebut. Itu buruk sekali," ujar Jalal.

Secara umum, lanjut Jalal, pada masa transisi ini dibutuhkan suatu strategi khusus untuk meminimalkan atau meniadakan dampak buruk yang akan dialami oleh masyarakat yang selama ini bergantung pada industri batu bara, termasuk masyarakat konsumen tenaga listrik yang selama ini mendapatkan pasokan listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.

Jalal mengatakan periode transisi ini, para tenaga kerja yang selama ini bergantung pada operasi pertambangan bisa mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kompetensi dan kapabilitasnya agar mereka tidak tertinggal dalam transisi industri pertambangan batu bara yang akan bertransisi. Artinya, transisi energi juga seharusnya tidak hanya diterapkan pada entitas usaha yang harus bertransisi ke arah energi baru dan terbarukan semata, tetapi juga pada masyarakat sekitar yang selama ini bergantung pada operasi industri energi berbasis energi fosil.

Mengingat besarnya biaya dan investasi yang dibutuhkan dalam upaya transisi ini, sudah sewajarnya negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang pembangkit listriknya masih didominasi pembangkit berbasis energi fosil bisa memiliki waktu dan periode transisi yang berbeda dengan negara maju. Sehingga bisa terwujud sebuah periode transisi yang berkeadilan.

Jalal sendiri menilai justice transition inilah yang belum begitu dalam dipikirkan di Indonesia. Jalal juga berpendapat transisi energi harus dilihat sebagai sebuah transisi yang adil bagi semua pemangku kepentingan. Jika transisi yang adil ini luput dalam penerapannya, ia menyebut sama saja dengan tidak menerapkan operasi keberlanjutan atau mempertimbangkan unsur ESG di dalamnya.

Sejauh ini Jalal menyambut baik penerapan ESG di sejumlah perusahaan tambang batu bara, kendati menurutnya masih perlu dilakukan peningkatan kualitas program ESG. Dalam pengelolaan isu sosial, demi mendapatkan license to operate, sejumlah perusahaan tambang batu bara menggelar beragam program keberlanjutan yang diharapkan mampu mengangkat harkat hidup masyarakat yang tinggal di sekitar area operasi perusahaan.

Sebagai contoh adalah kegiatan keberlanjutan yang dilakukan oleh kontraktor tambang batu bara PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) dalam rangka meningkatkan kualitas masyarakat dengan mengembangkan potensinya, baik di lingkar tambang, maupun pekerja perempuan dan istri pekerja Program Wifepreneur BUMA merupakan wujud konkrit dalam pemberdayaan perempuan dengan harapan perempuan dapat berdaya ekonomi dan memiliki penghasilan yang berkelanjutan. Selain pemberdayaan ekonomi, dalam dunia pendidikan, BUMA berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui BISA Ruang Vokasi dengan menghadirkan proses pembelajaran berbasis

industri ke dalam kurikulum yang berbasis pendidikan untuk menjawab tantangan dunia industri.

Dari sisi lingkungan, BUMA menerapkan Good Mining Practices (GMP) dengan terus mendorong efisiensi seperti mengurangi emisi melalui penggunaan Eco-On Devices pada unit peralataannya, serta program pengelolaan limbah dan juga pemanfaatan kembali air limbah domestik untuk dijadikan bahan sumber air baku. Program-program lingkungan BUMA merupakan salah satu contoh langkah konkrit yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak kegiatan operasional tambang terhadap lingkungan dan mengembangkan bisnis yang berkelanjutan.

Contoh lain bisa dilihat melalui inisiatif yang dilakukan oleh PT Berau Coal yang telah memboyong dua Proper Emas melalui PT Berau Coal Site Lati dan PT Berau Coal Site Sambarata, lewat cara mengusung framework Berau Coal Green Mining Systems (BeGEMS) yang terintegrasi dengan kaidah teknik pertambangan yang baik.



Inovasi sosial yang dilakukan di Site Lati adalah Madunta, yaitu emas cair dari jantung hutan Kalimantan. Tujuan program ini adalah mewujudkan kemandirian ekonomi warga komunitas adat terpencil Dayak Punan Basap di Lati melalui pengembangan usaha madu hutan yang menguntungkan dengan mengedepankan konservasi lingkungan. Unsur-unsur dalam inovasi sosial yang dilaksanakan oleh PT Berau Coal antara lain kebaruan dengan inovasi pengelolaan madu hutan lestari dan pemasaran madu.

Unsur core competency dilakukan dengan transfer pengetahuan, dikembangkan berbasis Life Cycle Assesment (LCA), sensifitas dan daya responsif terhadap kondisi krisis akibat bencana. Untuk inovasi lingkungan, lanjut Jalal adalah, upaya yang telah dilakukan Berau Coal berupa penggunaan panel surya, mining eyes, beats and sintesis, waste oil processing plant, kidney lube, pengembangan tanamkan lokal, dan reklamasi kawasan eks tambang dengan tanaman lokal meranti.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More