SIMURP Ajarkan Petani dan Penyuluh Cara Mengukur Emisi Gas Rumah Kaca
Selasa, 23 Juni 2020 - 17:42 WIB
Gas rumah kaca adalah gas di troposfer yang mampu menyerap sinar infra merah yang kemudian dipantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi hangat. Suhu permukaan bumi tanpa gas rumah kaca akan 33 derajat celcius lebih dingin dibandingkan suhu saat ini. Berdasarkan IPCC, 2007 emisi GRK yang tinggi berpotensi menaikkan suhu bumi 1,31-2,32oC pada pertengahan abad 21.
Kegiatan pertanian dipandang sebagai sumber CO2, CH4, dan N2O yaitu sebagai hasil pembakaran biomassa, penanaman padi, fermentasi enterik, pengelolaan pupuk, tanah, dan sumber pertanian lainnya. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi perubahan iklim sebagai akibat meningkatnya GRK.
Beberapa contoh aksi adaptasi pada lahan sawah adalah penanaman varietas dengan potensi hasil tinggi dan adaptif terhadap perubahan iklim dan pengelolaan air. Upaya adaptasi yang dapat dilakukan oleh petani adalah peningkatan efisiensi pemupukan dan pemupukan berimbang. Kegiatan tersebut merupakan aksi adaptasi, namun sekaligus dapat memberikan nilai tambah berupa penurunan emisi gas N2O.
Di Balingtan dapat dilakukan pengenalan alat untuk mengukur emisi GRK dari lahan sawah berupa Sungkup (Chamber) berbentuk balok, Vial/ampul, Termometer, Baterai, Bangku, Alat tulis dan Stopwatch.
Pengambilan sampel GRK sebaiknya dilakukan minimal 3 kali dalam satu musim, yaitu pada saat tanaman padi memasuki fase anakan aktif (35 Hari), fase berbunga (65 Hari) dan fase pemasakan biji atau menjelang panen (90 Hari).
Setelah mengetahui cara besarnya konsentrasi gas maka kita dapat menghitung emisi dari suatu perlakuan. Perlakuan yg dapat meningkatkan hasil namun dapat menurunkan emisi GRK itulah yg dinamakan tindakan mitigasi. Contohnya adalah pengaturan air dengan pengairan intermittent atau berselang, pengairan AWD. Kemudian penggunaan varietas padi yang emisi gas metan rendah misalnya Ciherang, Membramo, Inpari 32. Demikian juga dengan penggunaan bahan organik matang, dapat mengurangi emisi GRK.
Setelah mengetahui besarnya emisi GRK, kita bisa menentukan tindakan yg dapat menurunkan emisi GRK dari lahan sawah, salah satunya adalah dengan menerapkan teknologi pertanian cerdas iklim (Climate Smart Agriculture/CSA), dengan CSA diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman, meningkatkan produksi sehingga meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus meningkatkan ketangguhan petani terhadap perubahan iklim.
Lihat Juga: Produk Olahan Tembus Pasar Singapura, Plt. Mentan: Indonesia Bisa Jadi Produsen Pangan Dunia
Kegiatan pertanian dipandang sebagai sumber CO2, CH4, dan N2O yaitu sebagai hasil pembakaran biomassa, penanaman padi, fermentasi enterik, pengelolaan pupuk, tanah, dan sumber pertanian lainnya. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi perubahan iklim sebagai akibat meningkatnya GRK.
Beberapa contoh aksi adaptasi pada lahan sawah adalah penanaman varietas dengan potensi hasil tinggi dan adaptif terhadap perubahan iklim dan pengelolaan air. Upaya adaptasi yang dapat dilakukan oleh petani adalah peningkatan efisiensi pemupukan dan pemupukan berimbang. Kegiatan tersebut merupakan aksi adaptasi, namun sekaligus dapat memberikan nilai tambah berupa penurunan emisi gas N2O.
Di Balingtan dapat dilakukan pengenalan alat untuk mengukur emisi GRK dari lahan sawah berupa Sungkup (Chamber) berbentuk balok, Vial/ampul, Termometer, Baterai, Bangku, Alat tulis dan Stopwatch.
Pengambilan sampel GRK sebaiknya dilakukan minimal 3 kali dalam satu musim, yaitu pada saat tanaman padi memasuki fase anakan aktif (35 Hari), fase berbunga (65 Hari) dan fase pemasakan biji atau menjelang panen (90 Hari).
Setelah mengetahui cara besarnya konsentrasi gas maka kita dapat menghitung emisi dari suatu perlakuan. Perlakuan yg dapat meningkatkan hasil namun dapat menurunkan emisi GRK itulah yg dinamakan tindakan mitigasi. Contohnya adalah pengaturan air dengan pengairan intermittent atau berselang, pengairan AWD. Kemudian penggunaan varietas padi yang emisi gas metan rendah misalnya Ciherang, Membramo, Inpari 32. Demikian juga dengan penggunaan bahan organik matang, dapat mengurangi emisi GRK.
Setelah mengetahui besarnya emisi GRK, kita bisa menentukan tindakan yg dapat menurunkan emisi GRK dari lahan sawah, salah satunya adalah dengan menerapkan teknologi pertanian cerdas iklim (Climate Smart Agriculture/CSA), dengan CSA diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman, meningkatkan produksi sehingga meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus meningkatkan ketangguhan petani terhadap perubahan iklim.
Lihat Juga: Produk Olahan Tembus Pasar Singapura, Plt. Mentan: Indonesia Bisa Jadi Produsen Pangan Dunia
(ars)
tulis komentar anda