Soal Penerapan e-Meterai, IdEA: Laku Saja Belum Sudah Harus Bayar!
Senin, 13 Juni 2022 - 19:30 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (IdEA) Bima Laga menyampaikan bahwa penerapan meterai elektronik ( e-meterai ) sebagai syarat dan ketentuan atau terms and condition (T&C) akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global.
"Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp10.000 terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku saja belum sudah harus bayar meterai," ujar Bima kepada MPI, Senin (13/6/2022).
Ia menambahkan T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform yang berfungsi menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital.
Namun pemerintah menganggap bahwa T&C merupakan dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU No.3 Tahun 2020. Hal ini akan berdampak menciptakan hambatan (barriers) kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan.
Menurutnya apabila Indonesia akan memberlakukan e-meterai akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pada platform digital dan secara signifikan akan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global. Hal ini juga tidak sejalan dengan program pemerintah yang mentargetkan sebanyak 30 juta UMKM go digital sampai tahun 2024.
“Penerapan perjanjian baku juga belum diimplementasikan secara utuh di offline, masih ditemukan banyaknya perjanjian baku seperti syarat dan ketentuan masuk mal, pasar, dan gedung yang mudah terlihat sehari-hari, namun tidak dikenakan objek bea meterai. Memang sangat sulit pada praktiknya, sama halnya apabila dipaksakan diterapkan di online,” tuturnya.
IdEA merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai karena dampaknya yang cukup masif dalam menghambat digitalisasi.
"Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat," imbuhnya.
"Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp10.000 terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku saja belum sudah harus bayar meterai," ujar Bima kepada MPI, Senin (13/6/2022).
Ia menambahkan T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform yang berfungsi menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital.
Namun pemerintah menganggap bahwa T&C merupakan dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU No.3 Tahun 2020. Hal ini akan berdampak menciptakan hambatan (barriers) kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan.
Menurutnya apabila Indonesia akan memberlakukan e-meterai akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pada platform digital dan secara signifikan akan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global. Hal ini juga tidak sejalan dengan program pemerintah yang mentargetkan sebanyak 30 juta UMKM go digital sampai tahun 2024.
“Penerapan perjanjian baku juga belum diimplementasikan secara utuh di offline, masih ditemukan banyaknya perjanjian baku seperti syarat dan ketentuan masuk mal, pasar, dan gedung yang mudah terlihat sehari-hari, namun tidak dikenakan objek bea meterai. Memang sangat sulit pada praktiknya, sama halnya apabila dipaksakan diterapkan di online,” tuturnya.
IdEA merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai karena dampaknya yang cukup masif dalam menghambat digitalisasi.
"Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat," imbuhnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda