800 Petani di Kalimantan Tengah Ikuti Program Bertani Tanpa Bakar dan Tanpa Kimia
Sabtu, 02 Juli 2022 - 06:28 WIB
SAMPIT - Perlahan namun pasti, kesadaran masyarakat untuk membuka lahan dan bercocok tanam secara ramah lingkungan semakin meningkat. Salah satunya di Kalimantan Tengah , tepatnya di desa-desa seputar sungai Katingan dan Mentaya.
Di sana, sekitar 800 petani dari 16 desa telah berinisiatif untuk mempraktekkan cara membuka lahan dan bercocok tanam secara berkelanjutan, yakni tanpa membakar dan tanpa memakai bahan kimia atau TBTK (Tanpa Bakar Tanpa Kimia).
Dengan total lahan garapan seluas sekitar 780 hektar, para petani ini tergabung dalam program Sekolah Tani Agroekologi yang digagas oleh PT Rimba Makmur Utama (RMU) melalui Katingan Mentaya Project (KMP), sebuah inisiatif restorasi dan konservasi ekosistem hutan gambut seluas 157.875 hektar di Kalimantan Tengah
Aliansyah, seorang petani sayur dan buah dan peserta program Sekolah Tani Agroekologi, adalah salah satu contoh petani yang sudah menikmati keuntungan dari hasil panen pertanian organik yang dipraktekkanya. Ditemui di kebunnya di desa Babaung, Kecamatan Pulau Hanaut, Kotawaringin Timur, dimana ia bercocok tanam jeruk, kacang panjang, cabai dan beberapa jenis sayuran lain, Aliansyah mengungkapkan pengalamannya setelah ikut serta dalam program Sekolah Tani Agroekologi.
“Sebelum tahun 2020, saya bercocok tanam secara non-organik, dan hasil yang saya dapat jauh di bawah harapan. Kondisi tanah yang rusak akibat bahan kimia yang dipakai terus menerus menyebabkan modal yang harus saya keluarkan untuk perawatan mencapai lebih dari dua kali lipat dari hasil panen waktu itu," ucapnya.
Namun saat hampir menyerah, Aliansyah diperkenalkan pada program STA oleh PT RMU dan diajak mengikuti temu lapangan di Desa Kelampan. Di sana, Ia melihat sendiri hasil dari para petani yang sudah menerapkan praktek pertanian tanpa bakar dan tanpa kimia, dengan panen yang sangat memuaskan.
"Saya pun tertarik untuk ikut serta program ini. Dan ternyata, hasil yang saya peroleh sangat baik. Yang paling memuaskan adalah panen jeruk, dimana dalam 3 bulan saya bisa memanen 1 ton jeruk. Kini, kebun jeruk saya selalu berbuah sepanjang tahun, tanpa henti, dan tidak mengenal musim," sambung Aliansyah.
Dipaparkan juga oleh Aliansyah, satu kunci sukses dalam teknik bertanam TBTK adalah perawatan ekstra di awal untuk mengembalikan kondisi tanah dan tanaman yang sudah rusak akibat bahan kimia yang digunakan sebelumnya. Ia juga harus lebih tekun memotong rumput, karena dalam teknik ini tidak digunakan bahan kimia apapun selama proses penanaman.
Di sana, sekitar 800 petani dari 16 desa telah berinisiatif untuk mempraktekkan cara membuka lahan dan bercocok tanam secara berkelanjutan, yakni tanpa membakar dan tanpa memakai bahan kimia atau TBTK (Tanpa Bakar Tanpa Kimia).
Baca Juga
Dengan total lahan garapan seluas sekitar 780 hektar, para petani ini tergabung dalam program Sekolah Tani Agroekologi yang digagas oleh PT Rimba Makmur Utama (RMU) melalui Katingan Mentaya Project (KMP), sebuah inisiatif restorasi dan konservasi ekosistem hutan gambut seluas 157.875 hektar di Kalimantan Tengah
Aliansyah, seorang petani sayur dan buah dan peserta program Sekolah Tani Agroekologi, adalah salah satu contoh petani yang sudah menikmati keuntungan dari hasil panen pertanian organik yang dipraktekkanya. Ditemui di kebunnya di desa Babaung, Kecamatan Pulau Hanaut, Kotawaringin Timur, dimana ia bercocok tanam jeruk, kacang panjang, cabai dan beberapa jenis sayuran lain, Aliansyah mengungkapkan pengalamannya setelah ikut serta dalam program Sekolah Tani Agroekologi.
“Sebelum tahun 2020, saya bercocok tanam secara non-organik, dan hasil yang saya dapat jauh di bawah harapan. Kondisi tanah yang rusak akibat bahan kimia yang dipakai terus menerus menyebabkan modal yang harus saya keluarkan untuk perawatan mencapai lebih dari dua kali lipat dari hasil panen waktu itu," ucapnya.
Namun saat hampir menyerah, Aliansyah diperkenalkan pada program STA oleh PT RMU dan diajak mengikuti temu lapangan di Desa Kelampan. Di sana, Ia melihat sendiri hasil dari para petani yang sudah menerapkan praktek pertanian tanpa bakar dan tanpa kimia, dengan panen yang sangat memuaskan.
"Saya pun tertarik untuk ikut serta program ini. Dan ternyata, hasil yang saya peroleh sangat baik. Yang paling memuaskan adalah panen jeruk, dimana dalam 3 bulan saya bisa memanen 1 ton jeruk. Kini, kebun jeruk saya selalu berbuah sepanjang tahun, tanpa henti, dan tidak mengenal musim," sambung Aliansyah.
Dipaparkan juga oleh Aliansyah, satu kunci sukses dalam teknik bertanam TBTK adalah perawatan ekstra di awal untuk mengembalikan kondisi tanah dan tanaman yang sudah rusak akibat bahan kimia yang digunakan sebelumnya. Ia juga harus lebih tekun memotong rumput, karena dalam teknik ini tidak digunakan bahan kimia apapun selama proses penanaman.
tulis komentar anda