800 Petani di Kalimantan Tengah Ikuti Program Bertani Tanpa Bakar dan Tanpa Kimia

Sabtu, 02 Juli 2022 - 06:28 WIB
Rumput yang dipotong itu kemudian menjadi pupuk organik yang baik bagi kesuburan tanah. Dengan mempraktekkan cara bercocok tanam yang ramah lingkungan, Aliansyah beserta banyak petani lain di Kalimantan Tengah telah menjadi bagian dari solusi mengatasi perubahan iklim.

General Field Manager RMU, Taryono Darusman mengutarakan, ekosistem hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang memiliki cadangan karbon tertinggi di dunia, dan sangat penting dijaga sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah pemanasan global. Masyarakat yang bermukim di sekitar area hutan gambut berperan utama dalam menjaga kelestarian hutan, dan upaya konservasi seperti apapun tidak akan efektif tanpa peran serta mereka.

"Itulah yang menggerakkan kami di RMU untuk bekerjasama dengan masyarakat untuk memberikan alternatif cara bercocok tanam yang lebih ramah lingkungan, yakni tanpa membakar dan tanpa menggunakan bahan kimia. Sekolah Tani Agroekologi adalah salah satu wujud dari kerjasama tersebut," beber Taryono Darusman.

Melalui program ini, Ia menerangkan bersama para mitra dan warga bahu membahu untuk memberikan solusi bagi para petani untuk dapat terus mempertahankan dan meningkatkan penghasilannya melalui cocok tanam, sambil memastikan bahwa ekosistem hutan tetap terjaga. Dalam program ini, petani diberi pelatihan mengenai cara bertani yang berkelanjutan, dan mendapat akses ke pendanaan mikro yang disiapkan oleh RMU.



Seperti diketahui, pembukaan lahan yang sering dilakukan selama ini, yakni dengan metode slash and burn (babat dan bakar), berisiko besar terhadap terjadinya kebakaran hutan yang lebih luas. Selain itu lahan yang dibuka dengan cara dibakar atau dengan menggunakan bahan kimia tanpa kendali akan kehilangan kesuburannya dalam jangka panjang, sehingga tidak akan efektif lagi untuk kegiatan cocok tanam, sehingga petani terpaksa membuka lahan baru.

“Dengan cara bertani tanpa bakar dan tanpa kimia, hal ini dapat diatasi. Lahan yang dibuka serta dikelola secara ramah lingkungan memang tidak memberikan hasil yang instan, namun akan dapat terus digarap dan memberikan hasil yang berkelanjutan, sehingga dalam jangka panjang akan lebih menguntungkan bagi petani. Petani tidak perlu membuka lahan baru , dan ekosistemnya pun akan tetap terproteksi,” kata Taryono.

Bagi petani, ungkap Taryono, mengubah cara bertani yang sudah lama diterapkan menjadi cara bertani yang lebih ramah lingkungan memang bukan hal yang mudah. Dibutuhkan pendekatan dan proses menyeluruh untuk membangun pemahaman bahwa cara bertani TBTK adalah yang paling aman untuk keberlanjutan mata pencaharian petani dan keberlanjutan ekosistem.

“Kami sangat mengapresiasi para petani di sekitar Sungai Mentaya dan Katingan yang telah mempraktekkan cara bertani TBTK. Dimulai dengan 5 petani yang di awal peluncuran program, saat ini sudah sekitar 800 petani yang ikut serta. Keuntungan yang berhasil diraup para petani dari hasil panen adalah bukti nyata bahwa cara ini dapat membuahkan hasil yang memuaskan," ucapnya.

"Harapan kami, ke depannya akan semakin banyak petani yang mempraktekkan TBTK, dan kami berkomitmen untuk terus bekerja bersama mitra kami dan masyarakat untuk menciptakan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat dan keseluruhan ekosistem,” tutup Taryono.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More