Bantuan dari Rusia Jadi Harapan Presiden Sri Lanka Usai Negaranya Kehabisan BBM
Jum'at, 08 Juli 2022 - 05:51 WIB
Pada hari Minggu lalu, Menteri Energi Kanchana Wijesekera mengatakan, negara itu hanya memiliki stok bensin yang tersisa kurang dari sehari jika permintaan tetap secara reguler.
Pekan lalu, pihak berwenang menangguhkan penjualan bensin dan solar untuk kendaraan yang tidak penting dalam upaya untuk mempertahankan stok bahan bakarnya yang semakin menipis.
Pada hari Kamis, Bank Sentral Sri Lanka menaikkan suku bunga utamanya sebesar satu poin secara persentase untuk mengatasi melonjaknya biaya hidup di negara itu.
Suku bunga kredit dinaikkan menjadi 15,5%, sedangkan suku bunga deposito dikerek menjadi 14,5%, tertinggi dalam 21 tahun.
Keputusan itu diambil ketika inflasi tahunan mencapai rekor tertinggi 54,6% pada bulan Juni karena biaya makanan naik lebih dari 80%.
Cadangan devisa Sri Lanka terus menyusut karena salah urus ekonomi dan akibat dari dampak pandemi. Efeknya mereka telah berjuang untuk membayar impor barang-barang penting, termasuk bahan bakar, makanan dan obat-obatan.
Pada bulan Mei, Sri Lanka gagal membayar utang untuk pertama kalinya dalam sejarahnya setelah masa tenggang 30 hari untuk menghasilkan USD78 juta dari pembayaran bunga utang yang belum dibayar berakhir.
Negara itu saat ini sedang dalam negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) atas bailout senilai 3 miliar Poundsterling. Pemerintah Sri Lanka mengatakan, membutuhkan USD5 miliar tahun ini dan diperlukan dukungan dari komunitas internasional, termasuk IMF.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Pekan lalu, pihak berwenang menangguhkan penjualan bensin dan solar untuk kendaraan yang tidak penting dalam upaya untuk mempertahankan stok bahan bakarnya yang semakin menipis.
Pada hari Kamis, Bank Sentral Sri Lanka menaikkan suku bunga utamanya sebesar satu poin secara persentase untuk mengatasi melonjaknya biaya hidup di negara itu.
Suku bunga kredit dinaikkan menjadi 15,5%, sedangkan suku bunga deposito dikerek menjadi 14,5%, tertinggi dalam 21 tahun.
Keputusan itu diambil ketika inflasi tahunan mencapai rekor tertinggi 54,6% pada bulan Juni karena biaya makanan naik lebih dari 80%.
Cadangan devisa Sri Lanka terus menyusut karena salah urus ekonomi dan akibat dari dampak pandemi. Efeknya mereka telah berjuang untuk membayar impor barang-barang penting, termasuk bahan bakar, makanan dan obat-obatan.
Pada bulan Mei, Sri Lanka gagal membayar utang untuk pertama kalinya dalam sejarahnya setelah masa tenggang 30 hari untuk menghasilkan USD78 juta dari pembayaran bunga utang yang belum dibayar berakhir.
Negara itu saat ini sedang dalam negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) atas bailout senilai 3 miliar Poundsterling. Pemerintah Sri Lanka mengatakan, membutuhkan USD5 miliar tahun ini dan diperlukan dukungan dari komunitas internasional, termasuk IMF.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(akr)
tulis komentar anda