Sri Mulyani Jelaskan Urgensi Reformasi Pajak dalam UU HPP
Selasa, 19 Juli 2022 - 16:29 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan terkait urgensi reformasi perpajakan di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mewujudkan Indonesia maju. Kemerdekaan dan kedaulatan suatu negara hanya bisa dijaga dengan memiliki penerimaan negara yang kuat.
"UU yang tadinya kita tidak self-assessment menjadi self-assessment dan kita kemudian mulai mengubah undang-undang. Ternyata dulu itu ada pajak kekayaan sekarang nggak ada. Lalu kita introduce yang namanya PPh, PPN dan KUP," kata Sri Mulyani di acara Perayaan Hari Pajak, di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kata dia, pemerintah menjalankan perbaikan penerimaan negara, karena waktu itu krisis 1997-1998 menimbulkan biaya yang sangat besar pada APBN karena adanya bailout di sektor keuangan. Jadi, untuk menyehatkan kembali APBN, pajak harus semakin diperbaiki dengan membangun Large Tax Office (LTO) dan Middle Tax Office (MTO).
"Kita memperbaiki business process organisasi dan struktur dan kemudian kita merevisi UU PPh, PPN, dan KUP. Di dalamnya kita perbaiki business process, SDM dan IT," kata dia.
Sebab itu perlu dilakukan integrasi IT dari pusat hingga daerah sehingga memudahkan melakukan akselerasi. Tantangan pajak di era digitalisasi semakin rumit karena banyak usaha tumbuh hanya berwujud transaksi tanpa perusahaan. Sebab itu, perlu ada reformasi perpajakan termasuk pajak digital. "Seperti menghadapi pandemi kemarin, uangnya tidak datang dengan sendirinya harus dikumpulkan melalui pajak. Jadi kebutuhan pajak saat ini sudah sangat jelas," tandas dia.
"UU yang tadinya kita tidak self-assessment menjadi self-assessment dan kita kemudian mulai mengubah undang-undang. Ternyata dulu itu ada pajak kekayaan sekarang nggak ada. Lalu kita introduce yang namanya PPh, PPN dan KUP," kata Sri Mulyani di acara Perayaan Hari Pajak, di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kata dia, pemerintah menjalankan perbaikan penerimaan negara, karena waktu itu krisis 1997-1998 menimbulkan biaya yang sangat besar pada APBN karena adanya bailout di sektor keuangan. Jadi, untuk menyehatkan kembali APBN, pajak harus semakin diperbaiki dengan membangun Large Tax Office (LTO) dan Middle Tax Office (MTO).
"Kita memperbaiki business process organisasi dan struktur dan kemudian kita merevisi UU PPh, PPN, dan KUP. Di dalamnya kita perbaiki business process, SDM dan IT," kata dia.
Sebab itu perlu dilakukan integrasi IT dari pusat hingga daerah sehingga memudahkan melakukan akselerasi. Tantangan pajak di era digitalisasi semakin rumit karena banyak usaha tumbuh hanya berwujud transaksi tanpa perusahaan. Sebab itu, perlu ada reformasi perpajakan termasuk pajak digital. "Seperti menghadapi pandemi kemarin, uangnya tidak datang dengan sendirinya harus dikumpulkan melalui pajak. Jadi kebutuhan pajak saat ini sudah sangat jelas," tandas dia.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda