Hindari Resesi Global, Penyelesaian Perang Rusia Ukraina Butuh Upaya Kolektif
Minggu, 24 Juli 2022 - 17:34 WIB
Gencatan senjata, menurut Imron, punya beberapa arti penting. Yang pertama, gencatan senjata bisa membuka peluang lebih besar bagi terwujudnya perdamaian, karena sudah ada "good will" dari kedua belah pihak yang bertikai.
"Dalam proses gencatan senjata itu, para pihak yang terlibat akan memiliki peluang yang sama untuk berbicara, sehingga proses perdamaian pun menjadi lebih terbuka," ujar Imron.
Kemudian, arti penting lainnya dari gencatan senjata adalah proses itu akan membuka koridor humanitarian bagi para korban perang. Selain itu, lanjut Cotan, gencatan senjata juga bisa membantu dunia menghindarkan diri dari krisis pangan dan energi, di tengah-tengah ancaman pandemi Covid-19 yang belum mereda.
"Karena perang Rusia-Ukraina bukan hanya berdampak pada kedua negara tersebut saja, tetapi men-disrupsi rantai pasok global enerji, bahan makanan, san pupuk, yang sangat dibutuhkan dunia. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 30 persen energi fosil dari Rusia, sedangkan untuk gas, Eropa mengimpor 46 persen dari Rusia," tandasnya.
Sangat beruntung, kinerja perekonomian Indonesia masih baik, dengan tingkat pertumbuhan 5% dan inflasi 4% berdasarkan kalkulasi IMF. Tetapi, Indonesia tetap tidak bisa berpangku tangan.
Langkah kuda Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Ukraina dan Rusia perlu diikuti oleh langkah kolektif soleh semua negara untuk turut menciptakan perdamaian di palagan Eropa tersebut.
"Dalam proses gencatan senjata itu, para pihak yang terlibat akan memiliki peluang yang sama untuk berbicara, sehingga proses perdamaian pun menjadi lebih terbuka," ujar Imron.
Kemudian, arti penting lainnya dari gencatan senjata adalah proses itu akan membuka koridor humanitarian bagi para korban perang. Selain itu, lanjut Cotan, gencatan senjata juga bisa membantu dunia menghindarkan diri dari krisis pangan dan energi, di tengah-tengah ancaman pandemi Covid-19 yang belum mereda.
"Karena perang Rusia-Ukraina bukan hanya berdampak pada kedua negara tersebut saja, tetapi men-disrupsi rantai pasok global enerji, bahan makanan, san pupuk, yang sangat dibutuhkan dunia. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 30 persen energi fosil dari Rusia, sedangkan untuk gas, Eropa mengimpor 46 persen dari Rusia," tandasnya.
Sangat beruntung, kinerja perekonomian Indonesia masih baik, dengan tingkat pertumbuhan 5% dan inflasi 4% berdasarkan kalkulasi IMF. Tetapi, Indonesia tetap tidak bisa berpangku tangan.
Langkah kuda Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Ukraina dan Rusia perlu diikuti oleh langkah kolektif soleh semua negara untuk turut menciptakan perdamaian di palagan Eropa tersebut.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda