Inflasi di Amerika Serikat Tembus 8,2% pada September 2022
Kamis, 13 Oktober 2022 - 20:02 WIB
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) mengumumkan tingkat inflasi periode September 2022 mengalami kenaikan 8,2% secara tahunan (year-on-year/yoy). Persentase tersebut lebih rendah dari periode Agustus 2022 sebesar 8,3% yoy dan Juli 2022 yang mencapai 8,5% yoy.
Merujuk data Departemen Tenaga Kerja, inflasi inti naik 6,6% yoy di bulan September, tertinggi sejak 1982. Sedangkan inflasi inti bulanan (MoM) naik 0,6%. Meski begitu, secara historis sepanjang tahun ini, persentase 8,2% merupakan level terendah sejak Februari 2022
Untuk diketahui, laporan inflasi ini merupakan rilis terakhir sebelum Negeri Paman Sam memasuki periode pemilihan umum (pemilu) legislatif pada 8 November yang akan datang.
Lonjakan harga yang cukup fantastis dengan proyeksi tren suku bunga tinggi diperkirakan dapat membawa negara adidaya itu masuk dalam jurang resesi.
Sebelumnya, para pakar memprediksi inflasi AS mencapai 8,1% yoy, jika menilik survei FactSet. Sedangkan inflasi inti sebelumnya diramal naik 0,4% dari bulan Agustus lalu.
Lonjakan harga di tingkat konsumen akan menjadi tumpuan bagi bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed untuk mengerek suku bunga pada pertemuan selanjutnya.
Sebagai catatan, The Fed telah menaikkan suku bunga hingga 300 bps sejak Maret lalu, yang notabene merupakan kenaikan tercepat sejak awal 1980-an.
Kenaikan itu dimaksudkan untuk menaikkan biaya pinjaman di sektor properti, pinjaman pembelian kendaraan, dan kredit bisnis lainnya, demikian dilansir Associated Press, Kamis (13/10/2022).
Sementara itu, risalah pertemuan terbaru The Fed pada akhir September lalu juga menunjukkan belum adanya kemajuan dalam perjuangan mereka melawan inflasi.
Para pejabat Fed sebelumnya memproyeksikan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga acuan dengan tambahan 1,25 persentase selama dua pertemuan berikutnya pada November dan Desember. Jika ini terjadi maka akan menempatkan suku bunga utama The Fed pada level tertinggi dalam 14 tahun terakhir.
Merujuk data Departemen Tenaga Kerja, inflasi inti naik 6,6% yoy di bulan September, tertinggi sejak 1982. Sedangkan inflasi inti bulanan (MoM) naik 0,6%. Meski begitu, secara historis sepanjang tahun ini, persentase 8,2% merupakan level terendah sejak Februari 2022
Untuk diketahui, laporan inflasi ini merupakan rilis terakhir sebelum Negeri Paman Sam memasuki periode pemilihan umum (pemilu) legislatif pada 8 November yang akan datang.
Lonjakan harga yang cukup fantastis dengan proyeksi tren suku bunga tinggi diperkirakan dapat membawa negara adidaya itu masuk dalam jurang resesi.
Sebelumnya, para pakar memprediksi inflasi AS mencapai 8,1% yoy, jika menilik survei FactSet. Sedangkan inflasi inti sebelumnya diramal naik 0,4% dari bulan Agustus lalu.
Lonjakan harga di tingkat konsumen akan menjadi tumpuan bagi bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed untuk mengerek suku bunga pada pertemuan selanjutnya.
Sebagai catatan, The Fed telah menaikkan suku bunga hingga 300 bps sejak Maret lalu, yang notabene merupakan kenaikan tercepat sejak awal 1980-an.
Kenaikan itu dimaksudkan untuk menaikkan biaya pinjaman di sektor properti, pinjaman pembelian kendaraan, dan kredit bisnis lainnya, demikian dilansir Associated Press, Kamis (13/10/2022).
Sementara itu, risalah pertemuan terbaru The Fed pada akhir September lalu juga menunjukkan belum adanya kemajuan dalam perjuangan mereka melawan inflasi.
Para pejabat Fed sebelumnya memproyeksikan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga acuan dengan tambahan 1,25 persentase selama dua pertemuan berikutnya pada November dan Desember. Jika ini terjadi maka akan menempatkan suku bunga utama The Fed pada level tertinggi dalam 14 tahun terakhir.
(ind)
tulis komentar anda