Ledakan Covid Kembali Serang China, Harga Minyak Ambrol 1,12%
Senin, 31 Oktober 2022 - 11:00 WIB
JAKARTA - Harga minyak mentah koreksi pada awal perdagangan pagi ini, Senin (31/10/2022). Fokus pasar saat ini tertuju pada pembatasan mobilitas di China akibat lonjakan kasus Covid-19 yang dikhawatirkan mengganggu permintaan global.
Data perdagangan menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 melemah 1,12% di USD92,72 per barel. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari turun 0,94% sebesar USD85,80 per barel.
Pembatasan Covid-19 yang lebih luas dan merata di daratan China sselalu meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap permintaan mengingat China adalah salah satu importir minyak mentah terbesar dunia. Analis SPI Asset Management, Stephen Innes mengatakan sejumlah kota-kota di China telah menggandakan kebijakan nol-COVID mereka ketika wabah meluas. Hal tersebut mengurangi harapan rebound di pasar minyak.
Kendati demikian, minyak jenis light sweet WTI masih didukung peningkatan produksi besar-besaran dari sumber minyak serpih yang memiliki volume cukup besar di Amerika Serikat. Diketahui, ekspor minyak AS sempat mencetak rekor pada minggu lalu, yang sebagian mendorong harga WTI naik 3,4% pekan lalu. Sementara itu, Brent naik 2,4% minggu lalu, yang notabene kenaikan mingguan kedua berturut-turut.
Secara terpisah, Bank Sentral China menegaskan kembali tujuan kebijakan mereka untuk menjaga likuiditas tetap cukup cukup dan meningkatkan dukungan kredit sektor riil, sebagaimana disampaikan Gubernur Bank Rakyat China (PBOC) Yi Gang, dilansir Reuters, Senin (31/10).
Ke depan, pasar minyak tengah menantikan rilis proyeksi minyak dari organisasi negara pengekspor minyak bumi (OPEC), yang diperkirakan masih akan tetap berpegang pada pandangan bahwa permintaan minyak masih akan meningkat untuk satu dekade lagi, meskipun penggunaan energi terbarukan dan mobil listrik mengimbangki kenaikan itu.
Data perdagangan menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 melemah 1,12% di USD92,72 per barel. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari turun 0,94% sebesar USD85,80 per barel.
Pembatasan Covid-19 yang lebih luas dan merata di daratan China sselalu meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap permintaan mengingat China adalah salah satu importir minyak mentah terbesar dunia. Analis SPI Asset Management, Stephen Innes mengatakan sejumlah kota-kota di China telah menggandakan kebijakan nol-COVID mereka ketika wabah meluas. Hal tersebut mengurangi harapan rebound di pasar minyak.
Kendati demikian, minyak jenis light sweet WTI masih didukung peningkatan produksi besar-besaran dari sumber minyak serpih yang memiliki volume cukup besar di Amerika Serikat. Diketahui, ekspor minyak AS sempat mencetak rekor pada minggu lalu, yang sebagian mendorong harga WTI naik 3,4% pekan lalu. Sementara itu, Brent naik 2,4% minggu lalu, yang notabene kenaikan mingguan kedua berturut-turut.
Secara terpisah, Bank Sentral China menegaskan kembali tujuan kebijakan mereka untuk menjaga likuiditas tetap cukup cukup dan meningkatkan dukungan kredit sektor riil, sebagaimana disampaikan Gubernur Bank Rakyat China (PBOC) Yi Gang, dilansir Reuters, Senin (31/10).
Ke depan, pasar minyak tengah menantikan rilis proyeksi minyak dari organisasi negara pengekspor minyak bumi (OPEC), yang diperkirakan masih akan tetap berpegang pada pandangan bahwa permintaan minyak masih akan meningkat untuk satu dekade lagi, meskipun penggunaan energi terbarukan dan mobil listrik mengimbangki kenaikan itu.
(nng)
tulis komentar anda