Beban Cukai Tinggi, Laba Perusahaan Rokok Besar Tergerus Tiap Tahun
Rabu, 02 November 2022 - 18:25 WIB
JAKARTA - Beban cukai yang bertambah tiap tahun memicu merosotnya kinerja keuangan perusahaan rokok besar, yang ditandai dengan penurunan laba bersih dari tahun ke tahun.
Seperti diketahui, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selalu jauh di atas angka inflasi sehingga mempengaruhi secara signifikan kinerja keuangan perseroan di industri yang padat karya ini. Hal ini terlihat pada anjloknya profitabilitas setidaknya dua emiten rokok, GGRM dan HMSP.
Baca juga : Seberapa Mendesak Simplifikasi Tarif Cukai Hasil Tembakau
Penurunan laba terjadi pada emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) misalnya. Perseroan mengalami penyusutan laba hingga 63,92% secara tahunan menjadi Rp1,49 triliun per September 2022. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, GGRM berhasil meraup Rp4,13 triliun. Penyebab penurunan laba GGRM utamanya adalah kenaikan biaya pokok penjualan, di mana cukai dan pajak termasuk beban terbesar di dalamnya, sebesar 5,58%.
Direktur Gudang Garam Heru Budiman mengungkap bahwa kenaikan cukai tidak diikuti dengan kenaikan harga rokok. Imbas kenaikan cukai rokok justru berpengaruh pada daya beli masyarakat.
"Profit tidak akan turun jika cukai langsung diteruskan ke konsumen, tetapi di sisi konsumen menyebabkan downtrading di mana perokok mencari rokok yang harganya lebih murah," kata Heru Budiman dalam siaran tertulisnya, Rabu (2/11/2022)
Sementara itu, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) mencatat penurunan laba bersih sebesar 11,7% di menjadi Rp4,9 triliun per September 2022. Angka ini jauh dari profitabilitas pada periode sama pada 2019 sebelum pandemi COVID-19 yakni Rp10,20 triliun.
Baca juga : Menelisik Masa Depan Industri dan Cukai Hasil Tembakau
Senada dengan GGRM, beban cukai yang semakin tinggi di tengah melemahnya daya beli menjadi penyebab utama penurunan kinerja HMSP.
Presiden Direktur HMSP Vassilis Gkatzelis mengatakan pihaknya tidak dapat meneruskan sepenuhnya beban cukai yang meningkat kepada konsumen, apalagi di saat terjadi pelemahan daya beli perokok dewasa yang ditandai dengan downtrading.
"kebijakan fiskal merupakan salah satu kunci untuk memastikan keberlanjutan usaha dan investasi pelaku industri rokok golongan I," ungkapnya.
Lihat Juga: Temui Bos Perusahaan Raksasa di AS, Presiden Prabowo: Mereka Percaya dengan Ekonomi Indonesia
Seperti diketahui, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selalu jauh di atas angka inflasi sehingga mempengaruhi secara signifikan kinerja keuangan perseroan di industri yang padat karya ini. Hal ini terlihat pada anjloknya profitabilitas setidaknya dua emiten rokok, GGRM dan HMSP.
Baca juga : Seberapa Mendesak Simplifikasi Tarif Cukai Hasil Tembakau
Penurunan laba terjadi pada emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) misalnya. Perseroan mengalami penyusutan laba hingga 63,92% secara tahunan menjadi Rp1,49 triliun per September 2022. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, GGRM berhasil meraup Rp4,13 triliun. Penyebab penurunan laba GGRM utamanya adalah kenaikan biaya pokok penjualan, di mana cukai dan pajak termasuk beban terbesar di dalamnya, sebesar 5,58%.
Direktur Gudang Garam Heru Budiman mengungkap bahwa kenaikan cukai tidak diikuti dengan kenaikan harga rokok. Imbas kenaikan cukai rokok justru berpengaruh pada daya beli masyarakat.
"Profit tidak akan turun jika cukai langsung diteruskan ke konsumen, tetapi di sisi konsumen menyebabkan downtrading di mana perokok mencari rokok yang harganya lebih murah," kata Heru Budiman dalam siaran tertulisnya, Rabu (2/11/2022)
Sementara itu, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) mencatat penurunan laba bersih sebesar 11,7% di menjadi Rp4,9 triliun per September 2022. Angka ini jauh dari profitabilitas pada periode sama pada 2019 sebelum pandemi COVID-19 yakni Rp10,20 triliun.
Baca juga : Menelisik Masa Depan Industri dan Cukai Hasil Tembakau
Senada dengan GGRM, beban cukai yang semakin tinggi di tengah melemahnya daya beli menjadi penyebab utama penurunan kinerja HMSP.
Presiden Direktur HMSP Vassilis Gkatzelis mengatakan pihaknya tidak dapat meneruskan sepenuhnya beban cukai yang meningkat kepada konsumen, apalagi di saat terjadi pelemahan daya beli perokok dewasa yang ditandai dengan downtrading.
"kebijakan fiskal merupakan salah satu kunci untuk memastikan keberlanjutan usaha dan investasi pelaku industri rokok golongan I," ungkapnya.
Lihat Juga: Temui Bos Perusahaan Raksasa di AS, Presiden Prabowo: Mereka Percaya dengan Ekonomi Indonesia
(bim)
tulis komentar anda