Kasus Montara Mangkrak 13 Tahun, Luhut: Terus Terang Saya Kesal, tapi Sudahlah
Kamis, 24 November 2022 - 17:34 WIB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus mengupayakan penyelesaian kasus Montara. Saat ini kasus Montara mulai ada kemajuan, setelah mangkrak selama 13 tahun.
Kasus ini terjadi pada 2009 saat tumpahan minyak yang bersumber dari PTT Exploration and Production (PTTEP) telah menyebabkan kerugian material dan kematian. Banyak para petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tumpahan itu menyebabkan 90.000 km2 Laut Timor tercemar minyak yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 % tumpahan minyak ini terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.
Penelitian USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60% terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur. Ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati.
Selain itu, tidak sedikit ikan hiu dan paus mati di perairan Laut Sawu. Kematian ikan kakap dan sardin menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sehingga menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dirinya sempat kesal dengan kasus Montara. Menurut Luhut kasus ini seharusnya selesai sebelum periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat.
"Dulu terus terang saya kesal. Karena harusnya selesai sebelum zaman Jokowi. Tapi sudahlah, kita enggak usah cari (masalah) yang lalu," katanya dalam konfrensi pers di Gedung Kemenko Marves, Kamis (24/11/2022).
Luhut pun menegaskan bahwa penyelesaian kasus Montara harus diselesaikan hingga tuntas meski berganti pemerintahan.
"Janganlah kita itu pura pura melupakan. Kalaupun nanti ada pergantian pemerintahan, itu tetap kita lanjutan dan enggak boleh main-main," ujar Luhut.
Luhut menambahkan, kasus Montara saat ini sudah menemukan titik terang sebab PTTEP, perusahaan minyak asal Thailand, mau membayarkan kerugian yang diterima oleh petani rumput laut dan nelayan di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). PTTEP akan memberikan pembayaran dari tuntutan pengadilan senilai AUD192,5 juta atau Rp2,02 triliun (kurs Rp10.500).
Kasus ini terjadi pada 2009 saat tumpahan minyak yang bersumber dari PTT Exploration and Production (PTTEP) telah menyebabkan kerugian material dan kematian. Banyak para petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga
Tumpahan itu menyebabkan 90.000 km2 Laut Timor tercemar minyak yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 % tumpahan minyak ini terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.
Penelitian USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60% terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur. Ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati.
Selain itu, tidak sedikit ikan hiu dan paus mati di perairan Laut Sawu. Kematian ikan kakap dan sardin menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sehingga menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dirinya sempat kesal dengan kasus Montara. Menurut Luhut kasus ini seharusnya selesai sebelum periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat.
"Dulu terus terang saya kesal. Karena harusnya selesai sebelum zaman Jokowi. Tapi sudahlah, kita enggak usah cari (masalah) yang lalu," katanya dalam konfrensi pers di Gedung Kemenko Marves, Kamis (24/11/2022).
Luhut pun menegaskan bahwa penyelesaian kasus Montara harus diselesaikan hingga tuntas meski berganti pemerintahan.
"Janganlah kita itu pura pura melupakan. Kalaupun nanti ada pergantian pemerintahan, itu tetap kita lanjutan dan enggak boleh main-main," ujar Luhut.
Luhut menambahkan, kasus Montara saat ini sudah menemukan titik terang sebab PTTEP, perusahaan minyak asal Thailand, mau membayarkan kerugian yang diterima oleh petani rumput laut dan nelayan di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). PTTEP akan memberikan pembayaran dari tuntutan pengadilan senilai AUD192,5 juta atau Rp2,02 triliun (kurs Rp10.500).
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda