Catatan Akhir Tahun, Rekognisi Lembaga Halal Internasional Macet?

Rabu, 28 Desember 2022 - 16:54 WIB
Persoalan teknis yang lamban ini menurutnya, akan terjadi kembali di masa yang akan datang, apabila pemerintah dalam hal ini adalah BPJPH lamban melakukan rekognisi untuk lembaga-lembaga halal internasional.

“Maka dari itu, sebaiknya BPJPH segera menyelesaikan MRA dengan 56 lembaga halal internasional yang tergabung dalam WHFC dengan melakukan kerja sama bersama MUI untuk mempercepat audit dan rekognisi melalui format MRA,” ungkapnya.

Tercatat sebanyak 65 lembaga halal dunia dari 26 negara di belahan benua Asia Pasifik, Amerika , Afrika, Australia, dan Eropa tergabung dalam World Halal Food Council (WHFC).

di antaranya; The Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) dari Amerika Serikat, Halal Certification Services (HCS) dari Jerman, National Independent Halal Trust (NIHT) dari Afrika Selatan, Supreme Islamic Council of Halal Meat in Australia Inc. (SICHMA) dari Australia, New Zealand Islamic Development Trusy (NZIDT) dari Selandia Baru, dan masih banyak lembaga halal internasional lainnya.

Alasan kuat Indonesia menjadi kiblat standar halal karena Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Menurut laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), populasi Muslim di Indonesia diperkirakan sebanyak 237,56 juta jiwa atau 86,7% dari total penduduk Indonesia. Setara dengan 12,30% populasi Muslim dunia dari 1,93 miliar jiwa.

Selain itu, Indonesia memiliki Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai Lembaga Pemeriksa Halal untuk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, Genetically Modified Organisme (GMO) atau teknik rekayasa genetika, dan barang gunaan. Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 518 Tahun 2001 dan KMA Nomor 519 Tahun 2001.

Negara-negara WHFC biasanya selalu melakukan pertemuan tahunan atau Annual Conference di bulan September-Oktober.

Sejak berdirinya WHFC pada tahun 1999 hingga sekarang, Indonesia masih dipercaya menjadi Presiden WHFC. Peran ini telah dilakukan MUI berpuluh tahun hampir di 27 negara dari 56 HBC yang menundukan diri pada fatwa-fatwa MUI sebagai standar.

Misalnya, ketika terdapat perbedaan pendapat antara HBC dari negara-negara Eropa dengan Asia mengenai stunting atau cara melumpuhkan sapi yang akan disembelih, maka rujukan utamanya adalah Fatwa MUI. Demikian pula mengenai penggunaan Cochineal, sejenis serangga atau kutu daun yang dihancurkan, sebagai zat pewarna makanan dan minuman.
(akr)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More