Wawancara Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham: Bangun Brand Image Produk melalui Sertifikat Halal
loading...
A
A
A
Bagaimana caranya membuat pelayanan publik yang prima?
Yang pertama kali itu melakukan perubahan, yakni mengubah mindset PNS dan ASN di BPJPH dari pola berpikir dan bekerja yang birokratis menjadi pola pikir dan cara kerja bahkan gayanya lebih kepada korporasi. Karena kita sebagai BLU, maka cara kerja perusahaan, saya kira yang lebih compatible dengan pelayanan-pelayanan itu. Itu yang kita lakukan perubahan di sini. Kemudian, hasil pemetaan aspek kelembagaan, struktural, dan SDM memang belum begitu kuat untuk kita berlari cepat.
Kenapa tak bisa berlari cepat?
BPJPH baru didirikan pada tahun 2017. Lalu, konsolidasi regulasi juga masih diadakan perbaikan-perbaikan. Kita tahu sebelumnya ada judicial review dari berbagai pihak. Kemudian, melengkapi regulasi. Saya kira itu memang bisa dipahami dan butuh waktu juga. Dari sisi SDM-nya, karena lembaga baru jadi orangnya diimpor dari mana-mana. Jadi belum begitu kuat. Akhirnya, saya minta bantuan ke berbagai pihak. Saya datang ke kementerian BUMN untuk meminta bantuan SDM. Karena BPJPH belum punya pendapatan, enggak mungkin digaji karena dia bukan ASN di BPJPH. Nanti gajinya tetap dari daerah asalnya tapi mereka bekerja di sini.
Apa posisi untuk SDM dari luar BPJPH ini?
Kita minta bidang pelayanan marketing, finance, dan aspek sosial media, dan digitalisasi. Tapi memang waktu itu belum dipenuhi karena mereka membutuhkan juga. (Akhirnya), Saya datang ke Kemendikbud. Saya minta mahasiswa magang. Waktu itu Pak Dirjen Prof Nizam. Waktu itu sudah tidak ada lagi program Mahasiswa Magang Bersertifikat. Saya jelaskan ini untuk kepentingan target sertifikasi halal UMKM 10 juta, perlu back up semua kementerian dan lembaga. Akhirnya, saya dibantu hampir 100 orang mahasiswa yang kita rekrut secara terbuka oleh BPJPH melalui penganggaran mereka. Jadi mahasiswa magang diberikan honor bulanan. Jadi mereka membenahi akuntansi, konten medsos, mempercantik website, Instagram. Lalu membantu pekerjaan di sini dengan melakukan verifikasi dan validasi.
Berapa produk yang sudah mendapatkan sertifikat halal?
Berdasarkan data, sertifikat halal yang keluar dari MUI pada periode 2012-2018 itu produk yang sudah bersertifikat halal berjumlah 668.000. Jadi, selama enam tahun trennya 100 ribuan per tahun. BPJPH baru 2019-2022, sertifikat yang sudah dikeluarkan 1 juta lebih. Jadi, peningkatan 3-4 kali lipat dari yang sebelumnya. Namun, karena ekspektasi publik begitu besar. Pemerintah ingin mengejar target yang besar, yakni 10 juta pada tahun 2024, maka capaian 1 juta ini belum seberapanya dengan 10 juta, apalagi dengan jumlah UMKM yang mencapai 74 juta.
Strategi untuk mencapai target tersebut?
Kita melakukan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholder mitra strategis BPJPH. Siapa saja? Ormas Islam, perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS), baik yang perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Agama maupun yang di luar. Itu sudah cukup baik. Kita sudah punya 156 mitra strategis di kalangan yang disebutkan tadi. Mereka sudah teregistrasi sebagai lembaga pendamping proses sertifikasi halal. Kita juga bersinergi dengan kampus-kampus dalam hal pusat studi halal atau halal center, seperti UI, IPB, dan UGM. Kita juga berkomunikasi dengan asosiasi pelaku usaha, seperti makanan dan minuman, kosmetik, dan obat-obatan. Kita menggagas kegiatan bersama, termasuk dengan e-commerce.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurus sertifikat halal?
Layanan BPJPH walaupun belum ideal, itu 21 hari kerja untuk sertifikat. Kalau lihat tren dari 2019 itu 360 hari. Turun jadi 200 hari (2020). Turun lagi menjadi 80 hari dan sekarang 40 hari. Yang (bisa mendapatkan) 21 hari sudah 37%. Itu kenapa bisa? Karena kita menerapkan digitalisasi layanan dan integrasi. Kemarin, lembaga pemeriksa halal (LPH) punya layanan masing-masing. Pelaku usaha daftar ke sana. Selesai di sana, balik ke BPJPH dan daftarnya pakai fotokopi dan bawa berkas. Saya ingat 22 Januari 2022, kita menandatangani komitmen bersama untuk melayani integrasi layanan digital. Itu cukup satu pintu lewat BPJPH. Nanti prosesnya melalui Si-Halal. Ini yang ikut berkontribusi mempercepat sertifikat halal.
Kenapa semua belum bisa dilayani 21 hari?
Karena belum terintegrasi dengan Komisi Fatwa MUI. Saat ini terus-menerus dilakukan pembicaraan-pembicaraan. MUI-nya belum masuk di dalam sistem. Kita akan terus upayakan agar masuk dalam sistem. Kalau MUI-nya sidang, (lalu produk) ini ditetapkan halal, langsung masuk sistem.
Jumlah LPH sudah 40, apakah ini akan semakin mempercepat layanan?
Kita bikin LPH tersebar ke seluruh daerah supaya pelayanan pelaku usaha di daerah bisa dilayani oleh mereka. Kalau LPH-nya sudah terdesentralisasi di daerah, komisi fatwa di daerah, dan pelaku usaha di daerah, maka layanan makin mantap. Bisa lebih mudah, cepat, dan murah. Murah itu karena transportasinya dekat, akomodasi jadi tidak ada atau tidak mahal. Yang auditor halal mau datang enggak membutuhkan biaya transportasi.
Bagaimana proses sertifikasi dan ekosistem halal Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain?
Saya tahu Malaysia hampir satu dekade ini menang terus di semua sektor halal, seperti makanan dan minuman, fashion, kosmetik, dan semuanya. Saya nanya kok Malaysia bisa begitu? Mereka punya 360 organisasi yang bergerak dalam penguatan ekosistem halal. Itu dari pemerintah maupun private, termasuk perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Dari taman kanak-kanak (TK), mereka sudah ada kurikulum halal. (Contohnya) Ada gambar, ini yang boleh dimakan (karena) ini halal. Ini tidak halal.
Apakah ini mempengaruhi tingkat sertifikasi halal di sana?
Anehnya, ekosistem halal sudah cukup kuat, tapi capaian sertifikasi halalnya belum sampai 10%. Saya tanya kenapa? Pertama, di sana belum mandatory seperti kita. Mereka masih voluntary. Kedua, dunia industrinya masih belum menganggap sertifikat halal punya kontribusi signifikan dalam bisnisnya.
Yang pertama kali itu melakukan perubahan, yakni mengubah mindset PNS dan ASN di BPJPH dari pola berpikir dan bekerja yang birokratis menjadi pola pikir dan cara kerja bahkan gayanya lebih kepada korporasi. Karena kita sebagai BLU, maka cara kerja perusahaan, saya kira yang lebih compatible dengan pelayanan-pelayanan itu. Itu yang kita lakukan perubahan di sini. Kemudian, hasil pemetaan aspek kelembagaan, struktural, dan SDM memang belum begitu kuat untuk kita berlari cepat.
Kenapa tak bisa berlari cepat?
BPJPH baru didirikan pada tahun 2017. Lalu, konsolidasi regulasi juga masih diadakan perbaikan-perbaikan. Kita tahu sebelumnya ada judicial review dari berbagai pihak. Kemudian, melengkapi regulasi. Saya kira itu memang bisa dipahami dan butuh waktu juga. Dari sisi SDM-nya, karena lembaga baru jadi orangnya diimpor dari mana-mana. Jadi belum begitu kuat. Akhirnya, saya minta bantuan ke berbagai pihak. Saya datang ke kementerian BUMN untuk meminta bantuan SDM. Karena BPJPH belum punya pendapatan, enggak mungkin digaji karena dia bukan ASN di BPJPH. Nanti gajinya tetap dari daerah asalnya tapi mereka bekerja di sini.
Apa posisi untuk SDM dari luar BPJPH ini?
Kita minta bidang pelayanan marketing, finance, dan aspek sosial media, dan digitalisasi. Tapi memang waktu itu belum dipenuhi karena mereka membutuhkan juga. (Akhirnya), Saya datang ke Kemendikbud. Saya minta mahasiswa magang. Waktu itu Pak Dirjen Prof Nizam. Waktu itu sudah tidak ada lagi program Mahasiswa Magang Bersertifikat. Saya jelaskan ini untuk kepentingan target sertifikasi halal UMKM 10 juta, perlu back up semua kementerian dan lembaga. Akhirnya, saya dibantu hampir 100 orang mahasiswa yang kita rekrut secara terbuka oleh BPJPH melalui penganggaran mereka. Jadi mahasiswa magang diberikan honor bulanan. Jadi mereka membenahi akuntansi, konten medsos, mempercantik website, Instagram. Lalu membantu pekerjaan di sini dengan melakukan verifikasi dan validasi.
Berapa produk yang sudah mendapatkan sertifikat halal?
Berdasarkan data, sertifikat halal yang keluar dari MUI pada periode 2012-2018 itu produk yang sudah bersertifikat halal berjumlah 668.000. Jadi, selama enam tahun trennya 100 ribuan per tahun. BPJPH baru 2019-2022, sertifikat yang sudah dikeluarkan 1 juta lebih. Jadi, peningkatan 3-4 kali lipat dari yang sebelumnya. Namun, karena ekspektasi publik begitu besar. Pemerintah ingin mengejar target yang besar, yakni 10 juta pada tahun 2024, maka capaian 1 juta ini belum seberapanya dengan 10 juta, apalagi dengan jumlah UMKM yang mencapai 74 juta.
Strategi untuk mencapai target tersebut?
Kita melakukan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholder mitra strategis BPJPH. Siapa saja? Ormas Islam, perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS), baik yang perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Agama maupun yang di luar. Itu sudah cukup baik. Kita sudah punya 156 mitra strategis di kalangan yang disebutkan tadi. Mereka sudah teregistrasi sebagai lembaga pendamping proses sertifikasi halal. Kita juga bersinergi dengan kampus-kampus dalam hal pusat studi halal atau halal center, seperti UI, IPB, dan UGM. Kita juga berkomunikasi dengan asosiasi pelaku usaha, seperti makanan dan minuman, kosmetik, dan obat-obatan. Kita menggagas kegiatan bersama, termasuk dengan e-commerce.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurus sertifikat halal?
Layanan BPJPH walaupun belum ideal, itu 21 hari kerja untuk sertifikat. Kalau lihat tren dari 2019 itu 360 hari. Turun jadi 200 hari (2020). Turun lagi menjadi 80 hari dan sekarang 40 hari. Yang (bisa mendapatkan) 21 hari sudah 37%. Itu kenapa bisa? Karena kita menerapkan digitalisasi layanan dan integrasi. Kemarin, lembaga pemeriksa halal (LPH) punya layanan masing-masing. Pelaku usaha daftar ke sana. Selesai di sana, balik ke BPJPH dan daftarnya pakai fotokopi dan bawa berkas. Saya ingat 22 Januari 2022, kita menandatangani komitmen bersama untuk melayani integrasi layanan digital. Itu cukup satu pintu lewat BPJPH. Nanti prosesnya melalui Si-Halal. Ini yang ikut berkontribusi mempercepat sertifikat halal.
Kenapa semua belum bisa dilayani 21 hari?
Karena belum terintegrasi dengan Komisi Fatwa MUI. Saat ini terus-menerus dilakukan pembicaraan-pembicaraan. MUI-nya belum masuk di dalam sistem. Kita akan terus upayakan agar masuk dalam sistem. Kalau MUI-nya sidang, (lalu produk) ini ditetapkan halal, langsung masuk sistem.
Jumlah LPH sudah 40, apakah ini akan semakin mempercepat layanan?
Kita bikin LPH tersebar ke seluruh daerah supaya pelayanan pelaku usaha di daerah bisa dilayani oleh mereka. Kalau LPH-nya sudah terdesentralisasi di daerah, komisi fatwa di daerah, dan pelaku usaha di daerah, maka layanan makin mantap. Bisa lebih mudah, cepat, dan murah. Murah itu karena transportasinya dekat, akomodasi jadi tidak ada atau tidak mahal. Yang auditor halal mau datang enggak membutuhkan biaya transportasi.
Bagaimana proses sertifikasi dan ekosistem halal Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain?
Saya tahu Malaysia hampir satu dekade ini menang terus di semua sektor halal, seperti makanan dan minuman, fashion, kosmetik, dan semuanya. Saya nanya kok Malaysia bisa begitu? Mereka punya 360 organisasi yang bergerak dalam penguatan ekosistem halal. Itu dari pemerintah maupun private, termasuk perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Dari taman kanak-kanak (TK), mereka sudah ada kurikulum halal. (Contohnya) Ada gambar, ini yang boleh dimakan (karena) ini halal. Ini tidak halal.
Apakah ini mempengaruhi tingkat sertifikasi halal di sana?
Anehnya, ekosistem halal sudah cukup kuat, tapi capaian sertifikasi halalnya belum sampai 10%. Saya tanya kenapa? Pertama, di sana belum mandatory seperti kita. Mereka masih voluntary. Kedua, dunia industrinya masih belum menganggap sertifikat halal punya kontribusi signifikan dalam bisnisnya.