Hotel Berbintang Ramai Dijual di Situs Online, Pemilik Kesulitan Mencicil Utang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena banyak pemilik hotel berbintang menjual aset properti diyakini masih akan terus berlanjut di 2023. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) , Hariyadi Sukamdani menerangkan, meski saat ini sudah masuk masa pemulihan, banyak pemilik hotel yang masih kesulitan mencicil utang dan menutupi kerugian saat pandemi COVID-19.
“Rasio utang saat pandemi dengan cashflow-nya tidak menutupi. Jadi banyak yang memilih menjual hotel mereka,” kata Hariyadi di sela pembukaan kembali Solo Brasserie and Lounge di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (10/2/2023) malam.
Sekadar diketahui, belakangan ini sejumlah hotel berbintang di berbagai daerah ditawarkan di situs online. Di Bali pun banyak hotel berbintang, resort dan vila yang dijual melalui online.
Berdasarkan pantauan di website panjualan online, beberapa di antaranya yakni Hotel di Jakarta yang dijual antara lain Hotel Aston Priority Simatupang Jakarta yang dibanderol Rp 750 miliar-Rp 1 triliun, Hotel Goodrich Suites Rp 250 miliar, Hotel Des Indes Menteng Rp650 miliar, Hotel Maple di Jakarta Barat Rp 135 miliar, Hotel Amaris Pluit Rp 120 miliar, Hotel Swiss-Belhotel Mangga Besar Rp 300 miliar dan Hotel Le Meridien Jalan Sudirman Jakarta Rp 2,5 triliun.
Di sisi lain, lanjut Hariyadi, minat investor untuk membeli hotel relatif rendah. Pemilik modal lebih tertarik menanamkan dana mereka ke industri padat modal.
“Enggak banyak juga yang mau beli. Investor lebih berminat ke pembangunan seperti smelter atau industri lainnya yang punya nilai tambah tinggi,” ujar CEO Sahid Group itu.
Selain itu menurutnya relaksasi dari pemerintah untuk industri perhotelan yang hanya sampai 2024 tidak mengurai utang. Diterangkan olehnya dengan hanya pembayaran bunganya saja yang dibagi termin, sehingga tidak cukup meringankan.
Potongan PPh 25 Badan (Pajak Penghasilan Pasal 25) pada 2020 dan 2021 pun tak terlalu berdampak lantaran bisnis perhotelan merugi. “Jadi kalau bicara stimulus, kami kemarin cuma dapat hibah pariwisata saja. Karena memang sulit, akhirnya banyak yang mempertimbangkan untuk menjual saja hotel mereka,” pungkas Hariyadi.
“Rasio utang saat pandemi dengan cashflow-nya tidak menutupi. Jadi banyak yang memilih menjual hotel mereka,” kata Hariyadi di sela pembukaan kembali Solo Brasserie and Lounge di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (10/2/2023) malam.
Sekadar diketahui, belakangan ini sejumlah hotel berbintang di berbagai daerah ditawarkan di situs online. Di Bali pun banyak hotel berbintang, resort dan vila yang dijual melalui online.
Berdasarkan pantauan di website panjualan online, beberapa di antaranya yakni Hotel di Jakarta yang dijual antara lain Hotel Aston Priority Simatupang Jakarta yang dibanderol Rp 750 miliar-Rp 1 triliun, Hotel Goodrich Suites Rp 250 miliar, Hotel Des Indes Menteng Rp650 miliar, Hotel Maple di Jakarta Barat Rp 135 miliar, Hotel Amaris Pluit Rp 120 miliar, Hotel Swiss-Belhotel Mangga Besar Rp 300 miliar dan Hotel Le Meridien Jalan Sudirman Jakarta Rp 2,5 triliun.
Di sisi lain, lanjut Hariyadi, minat investor untuk membeli hotel relatif rendah. Pemilik modal lebih tertarik menanamkan dana mereka ke industri padat modal.
“Enggak banyak juga yang mau beli. Investor lebih berminat ke pembangunan seperti smelter atau industri lainnya yang punya nilai tambah tinggi,” ujar CEO Sahid Group itu.
Selain itu menurutnya relaksasi dari pemerintah untuk industri perhotelan yang hanya sampai 2024 tidak mengurai utang. Diterangkan olehnya dengan hanya pembayaran bunganya saja yang dibagi termin, sehingga tidak cukup meringankan.
Potongan PPh 25 Badan (Pajak Penghasilan Pasal 25) pada 2020 dan 2021 pun tak terlalu berdampak lantaran bisnis perhotelan merugi. “Jadi kalau bicara stimulus, kami kemarin cuma dapat hibah pariwisata saja. Karena memang sulit, akhirnya banyak yang mempertimbangkan untuk menjual saja hotel mereka,” pungkas Hariyadi.
(akr)