Pemerintah Guyur Insentif Kendaraan Listrik pada 20 Maret, Ini Pesan Analis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan pemberian insentif kendaraan listrik senilai Rp7 juta per unit. Bantuan pemerintah untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) tersebut akan diterapkan pada 20 Maret 2023.
Hal itu dilakukan sebagai langkah awal untuk meningkatkan keterjangkauan harga dan daya beli masyarakat terhadap kendaraan listrik yang lebih luas, serta memacu perkembangan industri otomotif energi baru.
Terkait kebijakan pemerintah tersebut, analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan, elektrifikasi sektor transportasi memang lazim didorong dengan skema bantuan langsung ke pembelian unit kendaraan listrik.
Menurut dia, sejumlah negara sukses mendongkrak adopsi kendaraan listrik melalui skema ini. Khusus untuk Indonesia, memang skema ini juga berpotensi menurunkan beban negara untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) utamanya untuk peralihan roda dua.
Meski begitu, menurut Putra, skema insentif ini perlu mempertimbangkan beberapa hal. Antara lain adalah bagaimana implementasi skema ini agar dapat tepat sasaran dan benar-benar mendorong peralihan kendaraan listrik dan bukan sekedar penambahan, apalagi bila hanya mendorong lonjakan sementara terhadap penjualan KBLBB.
"Hal ini tentu berhubungan dengan asas keadilan dan distribusi manfaat, belum lagi soal penambahan unit malah dapat menambah kemacetan di jalanan," ujarnya melalui keterangan tertulis kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (6/3/2023).
Dia menilai, perlu juga pendalaman berbagai kebijakan termasuk dukungan untuk membangun ekosistem KBLBB dan elektrifikasi transportasi publik
Ditambah lagi, lanjutnya, pemerintah juga harus mulai memikirkan cara untuk mentransisikan kapasitas manufaktur dan penjualan kendaraan konvensional di Indonesia. Dengan membatasi kendaraan konvensional, otomatis pasar untuk kendaraan listrik dapat lebih lekas terbentuk.
"Insentif yang direncanakan saat ini tampaknya memiliki target batasan sampai akhir tahun 2023. Kepastian untuk insentif multi-year akan diperlukan para investor untuk memastikan stabilitas kebijakan KBLBB ke depan," tandasnya.
Lebih lanjut Putra menilai, kejelasan akan milestone yang terukur juga akan diperlukan, untuk memberikan peta jalan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Pemerintah juga harus mampu mengantisipasi dan mengoreksi kebijakan insentif tersebut bila perkembangan KBLBB belum menuju arah yang sesuai.
Resiko yang kerap muncul adalah selepas usainya pemberian insentif, penjualan KBLBB dapat menurun drastis. Hal tersebut pernah terjadi di beberapa negara, serta membutuhkan rencana dan antisipasi yang matang dari pemerintah.
Bantuan KBLBB juga diharapkan dapat memiliki elemen progresif untuk memberi insentif lebih pada karakteristik KBLBB yang lebih baik.
“Misalnya, kendaraan dengan jarak tempuh yang lebih jauh, teknologi yang lebih maju, atau kandungan domestik yang lebih tinggi,” urainya.
Menurut dia, hal tersebut dapat mendorong karakteristik kendaraan listrik yang dapat menjawab kebutuhan dan keraguan pengguna, dan pada akhirnya mendorong adopsi yang lebih cepat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan, untuk mengejar adopsi KBLBB di Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang pro terhadap program ini.
Regulasi tersebut dirancang berupa skema bantuan pemerintah yang diharapkan dapat menstimulasi pasar kendaraan listrik. Meskipun sudah ada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program KBLBB, kebijakan tersebut belum cukup untuk menggenjot produksi dan pernjualan KBLBB di Tanah Air.
Menurut Luhut, penggunaan KBLBB akan mendorong keberlanjutan alam dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan sumber daya Indonesia yang kaya akan bahan baku critical minerals untuk KBLBB.
“Saat ini kita sedang bangun industri baterai, tentunya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan menaikkan pendapatan negara kita,” ujarnya saat jumpa pers, Senin (6/3).
Luhut juga meyontohkan Norwegia yang saat ini menjadi world’s top-selling electric vehicle market per capita dan pengalaman negara-negara lain yang mendorong adopsi KBLBB dengan berbagai bantuan pemerintah.
Terlebih dengan tantangan bahwa masih terdapat perbedaan harga yang signifikan antara kendaraan listrik yang ramah lingkungan dibanding kendaraan konvensional.
“Kalau kita lihat secara holistik, negara kita ini bisa bersaing. Kita punya semua, dari hulu ke hilir kita ada. Sumber dayanya melimpah, pasarnya luas, dan anak bangsa kaya inovasi,” tuturnya. Dia pun optimistis Indonesia dapat berkompetisi dengan negara lain dalam hal KBLBB.
Terkait skema bantuan pemerintah untuk KBLBB, saat ini tengah dirancang. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, nantinya bantuan pemerintah adalah sejumlah Rp7 juta per unit untuk pembelian 200.000 unit kendaraan sepeda motor listrik baru dan Rp7 juta per unit untuk konversi 50.000 sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil ke listrik di tahun 2023.
Bantuan pemerintah ini diutamakan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), termasuk pelanggan listrik 450-900 VA, agar mendorong produktivitas dan efisiensi mereka.
Skemanya dan panduan umum tersebut sedang disiapkan oleh Kemenperin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), salah satu syaratnya Nomor Induk Kependudukan tidak dapat dua kali memperoleh bantuan pemerintah.
Hal itu dilakukan sebagai langkah awal untuk meningkatkan keterjangkauan harga dan daya beli masyarakat terhadap kendaraan listrik yang lebih luas, serta memacu perkembangan industri otomotif energi baru.
Terkait kebijakan pemerintah tersebut, analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan, elektrifikasi sektor transportasi memang lazim didorong dengan skema bantuan langsung ke pembelian unit kendaraan listrik.
Menurut dia, sejumlah negara sukses mendongkrak adopsi kendaraan listrik melalui skema ini. Khusus untuk Indonesia, memang skema ini juga berpotensi menurunkan beban negara untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) utamanya untuk peralihan roda dua.
Meski begitu, menurut Putra, skema insentif ini perlu mempertimbangkan beberapa hal. Antara lain adalah bagaimana implementasi skema ini agar dapat tepat sasaran dan benar-benar mendorong peralihan kendaraan listrik dan bukan sekedar penambahan, apalagi bila hanya mendorong lonjakan sementara terhadap penjualan KBLBB.
"Hal ini tentu berhubungan dengan asas keadilan dan distribusi manfaat, belum lagi soal penambahan unit malah dapat menambah kemacetan di jalanan," ujarnya melalui keterangan tertulis kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (6/3/2023).
Dia menilai, perlu juga pendalaman berbagai kebijakan termasuk dukungan untuk membangun ekosistem KBLBB dan elektrifikasi transportasi publik
Ditambah lagi, lanjutnya, pemerintah juga harus mulai memikirkan cara untuk mentransisikan kapasitas manufaktur dan penjualan kendaraan konvensional di Indonesia. Dengan membatasi kendaraan konvensional, otomatis pasar untuk kendaraan listrik dapat lebih lekas terbentuk.
"Insentif yang direncanakan saat ini tampaknya memiliki target batasan sampai akhir tahun 2023. Kepastian untuk insentif multi-year akan diperlukan para investor untuk memastikan stabilitas kebijakan KBLBB ke depan," tandasnya.
Lebih lanjut Putra menilai, kejelasan akan milestone yang terukur juga akan diperlukan, untuk memberikan peta jalan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Pemerintah juga harus mampu mengantisipasi dan mengoreksi kebijakan insentif tersebut bila perkembangan KBLBB belum menuju arah yang sesuai.
Resiko yang kerap muncul adalah selepas usainya pemberian insentif, penjualan KBLBB dapat menurun drastis. Hal tersebut pernah terjadi di beberapa negara, serta membutuhkan rencana dan antisipasi yang matang dari pemerintah.
Bantuan KBLBB juga diharapkan dapat memiliki elemen progresif untuk memberi insentif lebih pada karakteristik KBLBB yang lebih baik.
“Misalnya, kendaraan dengan jarak tempuh yang lebih jauh, teknologi yang lebih maju, atau kandungan domestik yang lebih tinggi,” urainya.
Menurut dia, hal tersebut dapat mendorong karakteristik kendaraan listrik yang dapat menjawab kebutuhan dan keraguan pengguna, dan pada akhirnya mendorong adopsi yang lebih cepat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan, untuk mengejar adopsi KBLBB di Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang pro terhadap program ini.
Regulasi tersebut dirancang berupa skema bantuan pemerintah yang diharapkan dapat menstimulasi pasar kendaraan listrik. Meskipun sudah ada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program KBLBB, kebijakan tersebut belum cukup untuk menggenjot produksi dan pernjualan KBLBB di Tanah Air.
Menurut Luhut, penggunaan KBLBB akan mendorong keberlanjutan alam dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan sumber daya Indonesia yang kaya akan bahan baku critical minerals untuk KBLBB.
“Saat ini kita sedang bangun industri baterai, tentunya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan menaikkan pendapatan negara kita,” ujarnya saat jumpa pers, Senin (6/3).
Luhut juga meyontohkan Norwegia yang saat ini menjadi world’s top-selling electric vehicle market per capita dan pengalaman negara-negara lain yang mendorong adopsi KBLBB dengan berbagai bantuan pemerintah.
Terlebih dengan tantangan bahwa masih terdapat perbedaan harga yang signifikan antara kendaraan listrik yang ramah lingkungan dibanding kendaraan konvensional.
“Kalau kita lihat secara holistik, negara kita ini bisa bersaing. Kita punya semua, dari hulu ke hilir kita ada. Sumber dayanya melimpah, pasarnya luas, dan anak bangsa kaya inovasi,” tuturnya. Dia pun optimistis Indonesia dapat berkompetisi dengan negara lain dalam hal KBLBB.
Terkait skema bantuan pemerintah untuk KBLBB, saat ini tengah dirancang. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, nantinya bantuan pemerintah adalah sejumlah Rp7 juta per unit untuk pembelian 200.000 unit kendaraan sepeda motor listrik baru dan Rp7 juta per unit untuk konversi 50.000 sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil ke listrik di tahun 2023.
Bantuan pemerintah ini diutamakan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), termasuk pelanggan listrik 450-900 VA, agar mendorong produktivitas dan efisiensi mereka.
Skemanya dan panduan umum tersebut sedang disiapkan oleh Kemenperin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), salah satu syaratnya Nomor Induk Kependudukan tidak dapat dua kali memperoleh bantuan pemerintah.
(ind)