Terapkan Teknologi SGH, Petani Milenial Pantau Tanaman Lewat Smartphone
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menerapkan program pertanian digital dengan teknologiscreen houseatausmart green house(SGH). Program ini sebagai bagian dari upaya mendorong digitalisasi pertanian dengan tujuan meningkatkan produksi tani.
Pertanian dengan SGH ini menerapkan teknologi digital untuk pengembangan pertanian. Berkat teknologi ini, petani dilindungi dari ancaman gagal panen akibat cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, penggunaan pupuk dan air akan semakin terukur.
“Alatnya sangat luar biasa, akan lebih efektif dan efisien dari segi proses produksi, penanaman bibit, pemupukan, panen. Akan menekan biaya produksi petani,” kata Ida Putu Sandiasa selaku Analisi PSP Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Bali dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/3/2023).
(Baca juga:Hadapi Perubahan Iklim, Petani Diimbau Manfaatkan Teknologi Pertanian)
SGH akan menghadirkan pertaniansmart farming.Petani tidak perlu lagi ke lahan pertanian untuk mengontrol tanaman. Kendali perkembangan tanaman pertanian dilakukan melaluismartphoneberbasis Android dan laptop yang terhubung internet.
“Petani pasti punya impian memiliki kebun yang canggih, modern, dan smart. SGH ini saya lihat sebagai fasilitas yang menjadi kebutuhan pertanian modern. Harapan kami hasil produksi meningkat, sekaligus memikat generasi muda untuk bekerja di pertanian,” ujar Ketua P4S Sayram Garden Kabupaten Buleleng, Nyoman Mara.
Dalam rangkaian sistem SGH dipasang sejumlah sensor untuk memantau suhu, penggunaan air, dan kebutuhan cahaya. Semuanya diatur melalui sensor yang terhubung ke smartphone maupun laptop.
(Baca juga:FAO: Suka Tidak Suka, Sistem Digital Jadi Masa Depan Pertanian Dunia)
Nyoman Mara mengaaku dulunya dirinya petani konvensional di lahan terbuka. Kemudian membangun rumah lindung yang bisa melindungi tanaman dari hujan. “SGH melindungi dari segala faktor pengganggu tanaman. Air hujan tidak masuk, ada insect net sehingga hama penyakit tidak masuk. Di dalam SGH dipasang sensor kelembaban media. Jadi tanaman kapan butuh makan, bisa dibaca oleh sensor. Sensor akan memerintahkan pompa memberi makan,” katanya.
Begitu juga untuk memantau kelembaban dan suhu, dipasang alat pengukur. Ketika suhu berlebihan sensor akan memberikan sinyal untuk mengendalikan suhu. SGH juga mengatur intensitas cahaya matahari yang masuk.
“Jika sinar matahari dari pagi sampai jam 10.00 itu sehat untuk tanaman. Jam 12.00-14.00 itu bersifat membakar. Itu ada sensor yang mengatur secara otomatis, shading akan tertutup mengurangi intensitas matahari masuk. Dipasang alat namanya roof fan shading. Harapannya bisa memberikan hasil produksi lebih optimal,” katanya.
SGH memberikan banyak manfaat bagi pertanian. Di antaranya terjadi efisiensi dan mendorong peningkatan hasil produksi sehingga akan turut mendongkrak pendapatan petani. “Harapan kami akan dapat meningkatkan pendapatan petani,” kata Nyoman Mara.
Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) tidak hanya produksi tanaman hortikultura, tapi juga sebagai pusat pelatihan petani swadaya. “Mahasiswa berbagai daerah hadir ke sini untuk mendapatkan pelatihan langsung oleh ketua bekerja sama dengan P4S lainnya,” katanya.
Agro Eduwisata Promosikan Pertanian
Kehadiran SGH dapat dimanfaatkan sebagai sarana agro eduwisata. Saat ini, Kementan melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) menjalankan program agro eduwisata di sejumlah wilayah di Indonesia. Di antaranya di Kabupaten Buleleng, Bali.
Program tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas SDM yang terampil dan mandiri di bidang agro teknologi dan agribisnis dengan potensi wisata dan provitas pertanian di daerah tersebut.
Wisata pendidikan pertanian atau agro eduwisata menjadi alternatif yang menguntungkan untuk mempromosikan pertanian. “Harapan kami hasil produksi meningkat, sekaligus memikat generasi muda untuk bekerja di pertanian,” kata Nyoman Mara.
Teknologi di dalam SGH memberikan motivasi untuk generasi muda agar tertarik pada pertanian. Ini menjadi solusi menarik generasi muda. Teknologi ini bisa mengefisiensi tenaga kerja, memaksimalkan hasil, dan bisa dicintai oleh semua kalangan.
“SGH menjadi salah satu fasilitas kami dalam pengelolaan P4S. Kami adalah pengelola P4S yang memiliki misi sosial bagaimana menyosialisasikan teknologi pertanian,” kata Nyoman Mara.
(Baca juga:Masa Depan Sektor Pertanian di Era Digital)
Pihaknya bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mahasiswa magang. Nyoman Mara bisa memberikan informasi bahwa SGH merupakan solusi masa depan untuk dunia pertanian sehingga bisa mengarah pada kemandirian pangan. “Jangan sampai kita negara agraris, beberapa produk langka, sehingga harus didatangkan dari luar negeri,” katanya.
Gede Adi Mustika selaku CEO P4S Eduwisata Wiwanda Agro Kabupaten Buleleng telah merasakan manfaat dari kehadiran SGH bagi pengembangan agro eduwisata yang dikelolanya.
Di Buleleng, kata Gede Adi Mustika, petani stroberi menjual produknya ke tengkulak. Kemudian oleh tengkulak dibawa ke Pasar Bedugul. Nanti setelah mereka makan stroberi tersebut, sampahnya kembali ke desanya.
“Jadi saya coba berikan ide ini memberikan sebuah edukasi, sensasi petiknya dengan buah yang segar dan sehat. Pertama kali kita buka dengan 6.000 pohon stroberi tahun 2014. Terus kita kembangkan sampai saat ini ada 45.000 pohon,” ucap Gede Adi Mustika.
Melalui agro eduwisata diharapkan dapat memperkenalkan SGH dengan menggunakan teknologi pertanian. “Cita-cita kami membuat sesuatu yang lebih efektif, yang bisa dipergunakan lebih bagus, edukasi yang lebih menarik. Jadi orang-orang akan tahu manfaat dari menggunakan green house dan SGH. SGH sangat menakjubkan, SGH dibarengi dengan SDM yang bagus,” katanya.
Pertanian dengan SGH ini menerapkan teknologi digital untuk pengembangan pertanian. Berkat teknologi ini, petani dilindungi dari ancaman gagal panen akibat cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, penggunaan pupuk dan air akan semakin terukur.
“Alatnya sangat luar biasa, akan lebih efektif dan efisien dari segi proses produksi, penanaman bibit, pemupukan, panen. Akan menekan biaya produksi petani,” kata Ida Putu Sandiasa selaku Analisi PSP Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Bali dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/3/2023).
(Baca juga:Hadapi Perubahan Iklim, Petani Diimbau Manfaatkan Teknologi Pertanian)
SGH akan menghadirkan pertaniansmart farming.Petani tidak perlu lagi ke lahan pertanian untuk mengontrol tanaman. Kendali perkembangan tanaman pertanian dilakukan melaluismartphoneberbasis Android dan laptop yang terhubung internet.
“Petani pasti punya impian memiliki kebun yang canggih, modern, dan smart. SGH ini saya lihat sebagai fasilitas yang menjadi kebutuhan pertanian modern. Harapan kami hasil produksi meningkat, sekaligus memikat generasi muda untuk bekerja di pertanian,” ujar Ketua P4S Sayram Garden Kabupaten Buleleng, Nyoman Mara.
Dalam rangkaian sistem SGH dipasang sejumlah sensor untuk memantau suhu, penggunaan air, dan kebutuhan cahaya. Semuanya diatur melalui sensor yang terhubung ke smartphone maupun laptop.
(Baca juga:FAO: Suka Tidak Suka, Sistem Digital Jadi Masa Depan Pertanian Dunia)
Nyoman Mara mengaaku dulunya dirinya petani konvensional di lahan terbuka. Kemudian membangun rumah lindung yang bisa melindungi tanaman dari hujan. “SGH melindungi dari segala faktor pengganggu tanaman. Air hujan tidak masuk, ada insect net sehingga hama penyakit tidak masuk. Di dalam SGH dipasang sensor kelembaban media. Jadi tanaman kapan butuh makan, bisa dibaca oleh sensor. Sensor akan memerintahkan pompa memberi makan,” katanya.
Begitu juga untuk memantau kelembaban dan suhu, dipasang alat pengukur. Ketika suhu berlebihan sensor akan memberikan sinyal untuk mengendalikan suhu. SGH juga mengatur intensitas cahaya matahari yang masuk.
“Jika sinar matahari dari pagi sampai jam 10.00 itu sehat untuk tanaman. Jam 12.00-14.00 itu bersifat membakar. Itu ada sensor yang mengatur secara otomatis, shading akan tertutup mengurangi intensitas matahari masuk. Dipasang alat namanya roof fan shading. Harapannya bisa memberikan hasil produksi lebih optimal,” katanya.
SGH memberikan banyak manfaat bagi pertanian. Di antaranya terjadi efisiensi dan mendorong peningkatan hasil produksi sehingga akan turut mendongkrak pendapatan petani. “Harapan kami akan dapat meningkatkan pendapatan petani,” kata Nyoman Mara.
Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) tidak hanya produksi tanaman hortikultura, tapi juga sebagai pusat pelatihan petani swadaya. “Mahasiswa berbagai daerah hadir ke sini untuk mendapatkan pelatihan langsung oleh ketua bekerja sama dengan P4S lainnya,” katanya.
Agro Eduwisata Promosikan Pertanian
Kehadiran SGH dapat dimanfaatkan sebagai sarana agro eduwisata. Saat ini, Kementan melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) menjalankan program agro eduwisata di sejumlah wilayah di Indonesia. Di antaranya di Kabupaten Buleleng, Bali.
Program tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas SDM yang terampil dan mandiri di bidang agro teknologi dan agribisnis dengan potensi wisata dan provitas pertanian di daerah tersebut.
Wisata pendidikan pertanian atau agro eduwisata menjadi alternatif yang menguntungkan untuk mempromosikan pertanian. “Harapan kami hasil produksi meningkat, sekaligus memikat generasi muda untuk bekerja di pertanian,” kata Nyoman Mara.
Teknologi di dalam SGH memberikan motivasi untuk generasi muda agar tertarik pada pertanian. Ini menjadi solusi menarik generasi muda. Teknologi ini bisa mengefisiensi tenaga kerja, memaksimalkan hasil, dan bisa dicintai oleh semua kalangan.
“SGH menjadi salah satu fasilitas kami dalam pengelolaan P4S. Kami adalah pengelola P4S yang memiliki misi sosial bagaimana menyosialisasikan teknologi pertanian,” kata Nyoman Mara.
(Baca juga:Masa Depan Sektor Pertanian di Era Digital)
Pihaknya bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mahasiswa magang. Nyoman Mara bisa memberikan informasi bahwa SGH merupakan solusi masa depan untuk dunia pertanian sehingga bisa mengarah pada kemandirian pangan. “Jangan sampai kita negara agraris, beberapa produk langka, sehingga harus didatangkan dari luar negeri,” katanya.
Gede Adi Mustika selaku CEO P4S Eduwisata Wiwanda Agro Kabupaten Buleleng telah merasakan manfaat dari kehadiran SGH bagi pengembangan agro eduwisata yang dikelolanya.
Di Buleleng, kata Gede Adi Mustika, petani stroberi menjual produknya ke tengkulak. Kemudian oleh tengkulak dibawa ke Pasar Bedugul. Nanti setelah mereka makan stroberi tersebut, sampahnya kembali ke desanya.
“Jadi saya coba berikan ide ini memberikan sebuah edukasi, sensasi petiknya dengan buah yang segar dan sehat. Pertama kali kita buka dengan 6.000 pohon stroberi tahun 2014. Terus kita kembangkan sampai saat ini ada 45.000 pohon,” ucap Gede Adi Mustika.
Melalui agro eduwisata diharapkan dapat memperkenalkan SGH dengan menggunakan teknologi pertanian. “Cita-cita kami membuat sesuatu yang lebih efektif, yang bisa dipergunakan lebih bagus, edukasi yang lebih menarik. Jadi orang-orang akan tahu manfaat dari menggunakan green house dan SGH. SGH sangat menakjubkan, SGH dibarengi dengan SDM yang bagus,” katanya.
(dar)