Mengintip Pledoi Pedagang dan Pembeli dari Aktivitas Thrifting Impor di Pasar Senen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakaian bekas impor jadi sorotan publik usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya untuk menghentikan dan melarang aktivitas para pelaku bisnis ilegal tersebut. Penjualan pakaian bekas impor dinilai merusak pasar dalam negeri dan mengganggu pasar yang seharusnya bisa dijangkau oleh produk UMKM.
"Jadi yang namanya impor pakaian bekas itu stop,” tegas Presiden Jokowi, Rabu (15/3/2023).
Berdasarkan penelusuran MNC Portal Indonesia (MPI) di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Jumat (17/3/2023), aktivitas thrifting impor masih berlangsung seperti biasa. Salah seorang pedagang bernama Bujang mengatakan, ia terpaksa masih tetap berjualan meskipun ada lararangan dari pemerintah sebab itu merupakan sumber mata pencahariannya.
"Mau gimana ya, kita pencaharian di sini kan. Jadi pada demo kemarin tuh, memang pemerintah melarang, tapi kalau gak dagang ini, dagang apalagi kita," kata Bujang kepada MPI.
Bujang mengungkapkan, dari hasil jualan baju bekas impor, ia mampu meraup penghasilan hingga Rp3,5 juta dalam sehari. Jika perdagangan lagi sepi, omzetnya tetap lumayan.
"Omzetnya gak nentu sih, kadang kalau lagi rame ada lah Rp3,5 juta sepi-sepinya Rp400 ribu. Per hari rata-rata Rp500 ribu," jelasnya.
Dia bercerita bahwa dirinya mendapatkan baju bekas impor dari gudang yang ada di Pasar Senen. Baju-baju tersebut diimpor dari berbagai negara di Asia dan Amerika.
"Barang ini dari luar dari Korea, Jepang China, Amerika, pokoknya barang-barang impor," ujarnya.
Bujang mengaku sudah berjualan baju bekas impor selama 4 tahun. Awalnya ia berprofesi sebagai sales obat, namun karena sudah sepi peminat akhirnya ia banting setir berjualan pakaian bekas impor.
"Dulu saya sales obat, karena sales obat lagi sepi kan, jadi jualan baju second 4 tahun, tapi kalau tutup ya terima aja," pungkasnya.
Dari sisi pembeli, banyak yang memilih untuk pakaian bekas impo karena berbagai alasan. Salah satunya, harga baju bekas impor yang terbilang murah.
Murni, salah seorang pembeli, mengatakan, dirinya membeli baju bekas karena dengan harga yang murah bisa dapat kualitas baju yang bagus. "Kualitasnya lebih bagus (baju bekas impor), coba kalau barang lokal juga bagus, orang juga minat," kata Murni kepada MPI.
Saat ditanya apakah Murni hawatir dengan kebersihan pakaian yang ia beli, ia menyebut bahwa dirinya sama sekali tidak merasa khawatir. "Saya sendiri sih enggak takut, perasaan lain juga enggak," ujarnya.
Murni juga menuturkan bahwa dirinya tidak setuju dengan rencana penghentian aktivitas penjualan barang bekas impor yang disampaikan oleh pemerintah, sebab itu merupakan mata pencaharian banyak orang.
"Kan itu mata pencaharian mereka juga dan masyarakat juga mau, jadikan feedbacknya ada," tuturnya.
Senada, pembeli lain bernama Ningsih mengaku tidak setuju dengan rencana penghentian aktivitas belanja barang bekas impor. Sebab menurut ningsih masih banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya barang tersebut.
"Ya kurang setuju, kasihan juga mas, itu kan mata pencaharian mereka, terus kita kan rakyat kecil kadang juga ngeliat harga, dapetin kualitas bagus tapi dengan harga murah," pungkasnya.
"Jadi yang namanya impor pakaian bekas itu stop,” tegas Presiden Jokowi, Rabu (15/3/2023).
Sebelumnya, Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengungkapkan berdasarkan catatan dari Asosiasi Serat dan Tekstil, sekitar 15-20% pasar dalam negeri tergerus oleh produk pakaian bekas impor.
"Kalau perhitungannya itu, kurang lebih 15% sampai 20% dari total produksi nasional dampaknya. Artinya itu menggerus pangsa pasar 15% sampai 20%," kata Hanung dalam diskusi bersama e-commerce di kantor KemenkopUKM.
Tak hanya itu, sambungnya, pakaian bekas impor juga menimbulkan masalah lingkungan. Saat ini Indonesia menghasilkan 62.633 ton sampah tekstil per tahun. "Apalagi kalau ditambah impor, jadi problem lingkungan nanti tentu," imbuhnya.
"Jadi yang namanya impor pakaian bekas itu stop,” tegas Presiden Jokowi, Rabu (15/3/2023).
Berdasarkan penelusuran MNC Portal Indonesia (MPI) di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Jumat (17/3/2023), aktivitas thrifting impor masih berlangsung seperti biasa. Salah seorang pedagang bernama Bujang mengatakan, ia terpaksa masih tetap berjualan meskipun ada lararangan dari pemerintah sebab itu merupakan sumber mata pencahariannya.
"Mau gimana ya, kita pencaharian di sini kan. Jadi pada demo kemarin tuh, memang pemerintah melarang, tapi kalau gak dagang ini, dagang apalagi kita," kata Bujang kepada MPI.
Bujang mengungkapkan, dari hasil jualan baju bekas impor, ia mampu meraup penghasilan hingga Rp3,5 juta dalam sehari. Jika perdagangan lagi sepi, omzetnya tetap lumayan.
"Omzetnya gak nentu sih, kadang kalau lagi rame ada lah Rp3,5 juta sepi-sepinya Rp400 ribu. Per hari rata-rata Rp500 ribu," jelasnya.
Dia bercerita bahwa dirinya mendapatkan baju bekas impor dari gudang yang ada di Pasar Senen. Baju-baju tersebut diimpor dari berbagai negara di Asia dan Amerika.
"Barang ini dari luar dari Korea, Jepang China, Amerika, pokoknya barang-barang impor," ujarnya.
Bujang mengaku sudah berjualan baju bekas impor selama 4 tahun. Awalnya ia berprofesi sebagai sales obat, namun karena sudah sepi peminat akhirnya ia banting setir berjualan pakaian bekas impor.
"Dulu saya sales obat, karena sales obat lagi sepi kan, jadi jualan baju second 4 tahun, tapi kalau tutup ya terima aja," pungkasnya.
Dari sisi pembeli, banyak yang memilih untuk pakaian bekas impo karena berbagai alasan. Salah satunya, harga baju bekas impor yang terbilang murah.
Murni, salah seorang pembeli, mengatakan, dirinya membeli baju bekas karena dengan harga yang murah bisa dapat kualitas baju yang bagus. "Kualitasnya lebih bagus (baju bekas impor), coba kalau barang lokal juga bagus, orang juga minat," kata Murni kepada MPI.
Saat ditanya apakah Murni hawatir dengan kebersihan pakaian yang ia beli, ia menyebut bahwa dirinya sama sekali tidak merasa khawatir. "Saya sendiri sih enggak takut, perasaan lain juga enggak," ujarnya.
Murni juga menuturkan bahwa dirinya tidak setuju dengan rencana penghentian aktivitas penjualan barang bekas impor yang disampaikan oleh pemerintah, sebab itu merupakan mata pencaharian banyak orang.
"Kan itu mata pencaharian mereka juga dan masyarakat juga mau, jadikan feedbacknya ada," tuturnya.
Senada, pembeli lain bernama Ningsih mengaku tidak setuju dengan rencana penghentian aktivitas belanja barang bekas impor. Sebab menurut ningsih masih banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya barang tersebut.
"Ya kurang setuju, kasihan juga mas, itu kan mata pencaharian mereka, terus kita kan rakyat kecil kadang juga ngeliat harga, dapetin kualitas bagus tapi dengan harga murah," pungkasnya.
"Jadi yang namanya impor pakaian bekas itu stop,” tegas Presiden Jokowi, Rabu (15/3/2023).
Sebelumnya, Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengungkapkan berdasarkan catatan dari Asosiasi Serat dan Tekstil, sekitar 15-20% pasar dalam negeri tergerus oleh produk pakaian bekas impor.
"Kalau perhitungannya itu, kurang lebih 15% sampai 20% dari total produksi nasional dampaknya. Artinya itu menggerus pangsa pasar 15% sampai 20%," kata Hanung dalam diskusi bersama e-commerce di kantor KemenkopUKM.
Tak hanya itu, sambungnya, pakaian bekas impor juga menimbulkan masalah lingkungan. Saat ini Indonesia menghasilkan 62.633 ton sampah tekstil per tahun. "Apalagi kalau ditambah impor, jadi problem lingkungan nanti tentu," imbuhnya.
(uka)