Belum Ada Titik Temu, Polemik Impor KRL Bekas dari Jepang Masih Berlanjut

Rabu, 05 April 2023 - 19:13 WIB
loading...
Belum Ada Titik Temu, Polemik Impor KRL Bekas dari Jepang Masih Berlanjut
Rencana impor 10 Kereta Rel Listrik atau KRL Bekas dari Jepang masih menjadi polemik usai diwarnai pro dan kontra di tengah rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Rencana impor 10 Kereta Rel Listrik atau KRL Bekas dari Jepang masih menjadi polemik usai diwarnai pro dan kontra. Kabar terbaru Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merekomendasikan agar pemerintah tidak perlu mendatangkan rangkaian kereta dari Negeri Sakura.



Rekomendasi itu berdasarkan audit BPKP dan sudah diserahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Namun wacana impor masih bergulir dan belum mencapai keputusan final.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham PT KAI (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menilai impor menjadi alternatif, lantaran kapasitas produksi kereta api dari PT INKA (Persero) terbatas.



Karena terbatas, perusahaan tidak dapat menyuplai jumlah rangkaian KRL yang dibutuhkan KAI dan KCI saat ini. INKA hanya bisa memenuhi jumlah KRL pada 2025 mendatang. Pada tahun ini saja KCI akan mempensiunkan 10 rangkaian KRL, lalu 16 rangkaian KRL pada 2024.

"Kita paham bahwa memang kebutuhannya besar (KRL), jadi mungkin kita akan rekomendasikan antara percepatan produksi INKA dengan opsi sementara mungkin perlu ada impor," ungkap Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko, Rabu (5/4/2023).

Impor kereta bukan menjadi alasan KCI tidak mengutamakan produksi dalam negeri, namun hanya menjadi alternatif di tengah kebutuhan dan lonjakan penumpang KRL yang tinggi.

Di sisi kapasitas, setiap satu gerbong mampu melayani 175 orang. Sementara, satu rangkaian KRL terdiri 8-12 gerbong. Jika dihitung secara simultan atau pulang pergi, maka satu rangkaian kereta bisa melayani puluhan ribu penumpang.

Dari perhitungan tersebut, dipastikan ratusan ribu calon penumpang KRL tidak dapat mengakses layanan kereta, bila kebutuhan kereta tidak disediakan KCI tahun ini. "Tapi nanti kita lihat rekomendasi BPKP apa yang perlu kita penuhi dulu," ucap dia.

Terpikat Kereta Bekas

Awal mula kereta bekas Jepang wara-wiri di Indonesia, dimulai dengan hibah pada tahun 2000 lalu. Dimana kala itu Pemerintah Kota Tokyo menghibahkan KRL Toei seri 6000 kepada pemerintah Indonesia. Ini salah satu kereta legendaris, karena merupakan KRL berpendingin (AC) eks-Jepang pertama yang beroperasi di Indonesia.

Kereta ini juga menandai dimulainya era modernisasi KRL Jabotabek. Kereta asal Jepang umumnya didesain untuk masa pakai hingga 50 tahun. Namun, ketika kereta memasuki usia 30 tahun, biaya perawatannya menjadi semakin mahal. Atas pertimbangan mahalnya biaya perawatan operator-operator kereta di Jepang, mereka terpaksa menghancurkan atau menjual kereta-kereta bekasnya.

Saat tahun 2000, terdapat 72 unit kereta yang dihibahkan oleh Jepang dan di Indonesia diperuntukkan untuk kereta ekspres. Kereta bekas itu terbukti cukup awat usai beroperasi hingga belasan tahun di jalur Jabotabek.

Selanjutnya saat tidak lagi mendapatkan hibah, KAI justru membeli kereta bekas dari Jepang sejak 2004. Meski begitu bukan berarti Indonesia tidak pernah membeli kereta baru, dimana tercatat pernah mendatangkannya dari Jerman dan Belanda.

Namun dengan alasan harga dan keandalan, kereta bekas asal Jepang telah memikat Indonesia. Kereta yang dibeli pada 2004 adalah seri 103 yang dibuat sekitar 1966-1967. Kini impor kereta bekas dari Jepang menuai polemik di 2023, ketika pemerintah sedang gencar mendahulukan produksi dalam negeri.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2883 seconds (0.1#10.140)