Sanksi AS Tumpul?, Miliarder Rusia Justru Dapat Durian Runtuh Rp1.537 Triliun
loading...
A
A
A
Menurut Anders Aslund, penting juga membedakan efek sanksi terhadap oligarki dengan aset mereka yang signifikan di luar negeri dan terutama yang berbasis di Rusia.
"Perkiraan saya adalah bahwa mereka telah sangat menderita. Orang-orang yang duduk di antara (Barat dan Rusia) ini telah kalah," katanya, menunjuk pada penurunan nilai bisnis seperti grup perbankan Alfa Bank yang berbasis di Luksemburg, yang dimiliki bersama oleh miliarder yang terkena sanksi Mikhail Fridman, Pyotr Aven, German Khan dan Alexei Kuzmichev.
(Pemilik kelima, Andrei Kosogov, belum dikenai sanksi.) Hal itu membedakan mereka dari sebagian dengan kepemilikan terkonsentrasi di Rusia dan punya hubungan lebih dekat dengan Putin, seperti Arkady dan Boris Rotenberg.
Faktanya, Forbes memperkirakan bahwa Arkady Rotenberg, saudaranya Boris dan putranya Igor semuanya lebih kaya saat ini daripada sebelum perang. Dimana mereka memperoleh USD500 juta hingga USD6,2 miliar secara kolektif.
Dengan sangat sedikit harta yang diketahui di luar Rusia, mereka belum terpukul oleh sanksi Barat yang menargetkan saham di perusahaan asing atau investasi keuangan di luar negeri.
Namun proyeksi ekonomi Rusia lebih beragam daripada nasib yang dialami orang terkaya di negara itu. Ekonomi Rusia tercatat menyusut sekitar 2,5% tahun lalu, menurut statistik pemerintah, jauh lebih rendah dari perkiraan yang meramalkan kejatuhan 12% atau lebih.
Meski begitu apa yang dialami Rusia dilihat masih sebagai penurunan tajam, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB 3,5% yang tercatat di UE (Uni Eropa) dan AS mencapai 2,1%. Ada juga tanda-tanda bahwa sanksi Barat -terutama pembatasan harga pada minyak Rusia yang diberlakukan pada bulan Desember dan larangan Uni Eropa terhadap produk minyak Rusia yang sepenuhnya dimulai dua bulan lalu- akhirnya membebani ekonomi Rusia.
Kementerian Keuangan Rusia mengumumkan defisit anggaran sebesar USD29,5 miliar pada kuartal pertama tahun 2023, Sebagian besar karena penurunan pendapatan dari sektor minyak dan gas (migas).
Terkait dampaknya sanksi tersebut terhadap jajaran orang-orang terkaya Rusia, hanya satu individu terkena sanksi -Oleg Tinkov- yang keluar dari daftar miliarder selama setahun terakhir. Hal itu terjadi ketika dia diduga dipaksa untuk menjual asetnya dengan harga murah setelah mengkritik perang Putin.
Sanksi bahkan belum menargetkan orang yang tepat, menurut Tinkov. "Jika saya adalah pemerintah Barat, saya akan menargetkan lebih, tepatnya," katanya kepada Forbes Mei lalu.
"Perkiraan saya adalah bahwa mereka telah sangat menderita. Orang-orang yang duduk di antara (Barat dan Rusia) ini telah kalah," katanya, menunjuk pada penurunan nilai bisnis seperti grup perbankan Alfa Bank yang berbasis di Luksemburg, yang dimiliki bersama oleh miliarder yang terkena sanksi Mikhail Fridman, Pyotr Aven, German Khan dan Alexei Kuzmichev.
(Pemilik kelima, Andrei Kosogov, belum dikenai sanksi.) Hal itu membedakan mereka dari sebagian dengan kepemilikan terkonsentrasi di Rusia dan punya hubungan lebih dekat dengan Putin, seperti Arkady dan Boris Rotenberg.
Faktanya, Forbes memperkirakan bahwa Arkady Rotenberg, saudaranya Boris dan putranya Igor semuanya lebih kaya saat ini daripada sebelum perang. Dimana mereka memperoleh USD500 juta hingga USD6,2 miliar secara kolektif.
Dengan sangat sedikit harta yang diketahui di luar Rusia, mereka belum terpukul oleh sanksi Barat yang menargetkan saham di perusahaan asing atau investasi keuangan di luar negeri.
Namun proyeksi ekonomi Rusia lebih beragam daripada nasib yang dialami orang terkaya di negara itu. Ekonomi Rusia tercatat menyusut sekitar 2,5% tahun lalu, menurut statistik pemerintah, jauh lebih rendah dari perkiraan yang meramalkan kejatuhan 12% atau lebih.
Meski begitu apa yang dialami Rusia dilihat masih sebagai penurunan tajam, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB 3,5% yang tercatat di UE (Uni Eropa) dan AS mencapai 2,1%. Ada juga tanda-tanda bahwa sanksi Barat -terutama pembatasan harga pada minyak Rusia yang diberlakukan pada bulan Desember dan larangan Uni Eropa terhadap produk minyak Rusia yang sepenuhnya dimulai dua bulan lalu- akhirnya membebani ekonomi Rusia.
Kementerian Keuangan Rusia mengumumkan defisit anggaran sebesar USD29,5 miliar pada kuartal pertama tahun 2023, Sebagian besar karena penurunan pendapatan dari sektor minyak dan gas (migas).
Terkait dampaknya sanksi tersebut terhadap jajaran orang-orang terkaya Rusia, hanya satu individu terkena sanksi -Oleg Tinkov- yang keluar dari daftar miliarder selama setahun terakhir. Hal itu terjadi ketika dia diduga dipaksa untuk menjual asetnya dengan harga murah setelah mengkritik perang Putin.
Sanksi bahkan belum menargetkan orang yang tepat, menurut Tinkov. "Jika saya adalah pemerintah Barat, saya akan menargetkan lebih, tepatnya," katanya kepada Forbes Mei lalu.