Menanti Mata Uang BRICS yang Digadang-gadang Akan Gerus Dominasi Dolar AS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gaung kemunculan mata uang BRICS yang akan menjadi pesaing dolar AS (USD) dalam perdagangan internasional terus menguat. Terkini, pejabat Rusia, Ketua Komite Duma Negara Anatoly Aksakov membuat pernyataan bahwa kesepakatan tentang mata uang baru itu bisa dicapai pada 2023.
Aksakov juga memperkirakan pangsa dolar AS dalam perdagangan internasional akan terus menurun. Hal itu, kata dia, disebabkan ulah Amerika sendiri yang terus menghancurkan nilai dolar dengan menggunakan mata uangnya untuk tujuan politik.
"Dengan menghubungkan ekonomi dan mata uangnya dengan politik, AS secara praktis merusak fondasi dominasinya. Saya yakin pangsa dolar dalam perdagangan dunia akan terus menurun," tuturnya seperti dilansir Bitcoin.com, Senin (1/5/2023).
Pejabat Rusia itu mengatakan bahwa saat ini tengah berlangsung upaya pencarian untuk beberapa jenis mata uang kolektif, dan menekankan bahwa diskusi tentang topik ini sudah menjadi agenda negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Negara-negara BRICS telah meningkatkan upaya de-dolarisasi mereka dan saat ini bekerja untuk menciptakan mata uang bersama yang akan mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS. Wakil Ketua Duma Negara Bagian Alexander Babakov mengatakan bulan lalu bahwa mata uang BRICS diperkirakan akan dibahas pada pertemuan puncak para pemimpin berikutnya pada bulan Agustus mendatang.
Di bagian lain, pengaruh global BRICS pun semakin menguat. Blok ekonomi itu juga mendorong untuk memperluas pengaruh globalnya. Seorang pejabat Rusia mengatakan minggu ini bahwa Rusia secara aktif mendiskusikan perluasan BRICS dengan negara-negara anggota. Sejauh ini, 19 negara disebut-sebut telah mendaftar untuk bergabung dengan grup tersebut atau telah menyatakan minat untuk bergabung, di antaranya Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Indonesia, Meksiko dan Mesir.
Perkembangan tersebut seakan memperkuat tren de-dolarisasi yang berkembang saat ini. Banyak pula yang memperingatkan bahwa mata uang BRICS akan mengikis dominasi dolar AS. Kendati demikian, dolar AS tercatat masih mendominasi perdagangan internasional di mana digunakan dalam 84,3% perdagangan lintas batas.
Namun demikian, mengutip foreignpolicy.com, dari sisi ekonomi, prospek kesuksesan mata uang BRICS adalah hal yang nyata. Meski masih banyak pertanyaan praktis yang belum terjawab, mata uang baru itu dinilai benar-benar dapat mendepak dolar AS sebagai mata uang cadangan anggota BRICS.
Jika BRICS hanya menggunakan mata uang baru itu untuk perdagangan internasional, maka mereka akan menghilangkan penghalang yang sekarang menggagalkan upaya mereka untuk melepaskan diri dari hegemoni dolar. Upaya tersebut sekarang seringkali berbentuk perjanjian bilateral untuk memperdagangkan mata uang non-dolar, seperti yuan, yang sekarang menjadi mata uang utama perdagangan antara China dan Rusia.
Membayangkan BRICS hanya menggunakan mata uang mereka untuk perdagangan pun dinilai amat realistis.
Sebagai permulaan, mereka dapat mendanai sendiri seluruh tagihan impor mereka. Pada tahun 2022, secara keseluruhan, BRICS mengalami surplus perdagangan, juga dikenal sebagai surplus neraca pembayaran, sebesar USD387 miliar – yang sebagian besar disumbangkan oleh China.
BRICS juga akan siap untuk mencapai tingkat swasembada dalam perdagangan internasional yang telah menghindari serikat mata uang lainnya di dunia. Karena serikat mata uang BRICS — tidak seperti sebelumnya — tidak akan berada di antara negara-negara yang disatukan oleh batas teritorial bersama, anggotanya kemungkinan akan dapat menghasilkan barang yang lebih luas daripada serikat moneter yang ada, seperti Zona Euro.
Bahkan, BRICS pun tidak perlu berdagang hanya dengan satu sama lain. Karena, setiap negara BRICS adalah ekonomi kelas berat di wilayahnya masing-masing. Negara-negara di seluruh dunia kemungkinan besar akan bersedia berbisnis dengan mereka menggunakan mata uang baru tersebut.
Aksakov juga memperkirakan pangsa dolar AS dalam perdagangan internasional akan terus menurun. Hal itu, kata dia, disebabkan ulah Amerika sendiri yang terus menghancurkan nilai dolar dengan menggunakan mata uangnya untuk tujuan politik.
"Dengan menghubungkan ekonomi dan mata uangnya dengan politik, AS secara praktis merusak fondasi dominasinya. Saya yakin pangsa dolar dalam perdagangan dunia akan terus menurun," tuturnya seperti dilansir Bitcoin.com, Senin (1/5/2023).
Pejabat Rusia itu mengatakan bahwa saat ini tengah berlangsung upaya pencarian untuk beberapa jenis mata uang kolektif, dan menekankan bahwa diskusi tentang topik ini sudah menjadi agenda negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Negara-negara BRICS telah meningkatkan upaya de-dolarisasi mereka dan saat ini bekerja untuk menciptakan mata uang bersama yang akan mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS. Wakil Ketua Duma Negara Bagian Alexander Babakov mengatakan bulan lalu bahwa mata uang BRICS diperkirakan akan dibahas pada pertemuan puncak para pemimpin berikutnya pada bulan Agustus mendatang.
Di bagian lain, pengaruh global BRICS pun semakin menguat. Blok ekonomi itu juga mendorong untuk memperluas pengaruh globalnya. Seorang pejabat Rusia mengatakan minggu ini bahwa Rusia secara aktif mendiskusikan perluasan BRICS dengan negara-negara anggota. Sejauh ini, 19 negara disebut-sebut telah mendaftar untuk bergabung dengan grup tersebut atau telah menyatakan minat untuk bergabung, di antaranya Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Indonesia, Meksiko dan Mesir.
Perkembangan tersebut seakan memperkuat tren de-dolarisasi yang berkembang saat ini. Banyak pula yang memperingatkan bahwa mata uang BRICS akan mengikis dominasi dolar AS. Kendati demikian, dolar AS tercatat masih mendominasi perdagangan internasional di mana digunakan dalam 84,3% perdagangan lintas batas.
Namun demikian, mengutip foreignpolicy.com, dari sisi ekonomi, prospek kesuksesan mata uang BRICS adalah hal yang nyata. Meski masih banyak pertanyaan praktis yang belum terjawab, mata uang baru itu dinilai benar-benar dapat mendepak dolar AS sebagai mata uang cadangan anggota BRICS.
Jika BRICS hanya menggunakan mata uang baru itu untuk perdagangan internasional, maka mereka akan menghilangkan penghalang yang sekarang menggagalkan upaya mereka untuk melepaskan diri dari hegemoni dolar. Upaya tersebut sekarang seringkali berbentuk perjanjian bilateral untuk memperdagangkan mata uang non-dolar, seperti yuan, yang sekarang menjadi mata uang utama perdagangan antara China dan Rusia.
Membayangkan BRICS hanya menggunakan mata uang mereka untuk perdagangan pun dinilai amat realistis.
Sebagai permulaan, mereka dapat mendanai sendiri seluruh tagihan impor mereka. Pada tahun 2022, secara keseluruhan, BRICS mengalami surplus perdagangan, juga dikenal sebagai surplus neraca pembayaran, sebesar USD387 miliar – yang sebagian besar disumbangkan oleh China.
BRICS juga akan siap untuk mencapai tingkat swasembada dalam perdagangan internasional yang telah menghindari serikat mata uang lainnya di dunia. Karena serikat mata uang BRICS — tidak seperti sebelumnya — tidak akan berada di antara negara-negara yang disatukan oleh batas teritorial bersama, anggotanya kemungkinan akan dapat menghasilkan barang yang lebih luas daripada serikat moneter yang ada, seperti Zona Euro.
Bahkan, BRICS pun tidak perlu berdagang hanya dengan satu sama lain. Karena, setiap negara BRICS adalah ekonomi kelas berat di wilayahnya masing-masing. Negara-negara di seluruh dunia kemungkinan besar akan bersedia berbisnis dengan mereka menggunakan mata uang baru tersebut.
(fjo)