Tak Main-main! Ini Dampak Mengerikan akibat Tingginya Biaya Logistik di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya logistik tertinggi di kawasan ASEAN. Kondisi itu tentunya membawa sejumlah dampak terhadap perekonomian Indonesia.
"Pertama, menurunkan daya saing khususnya di sektor industri manufaktur. Porsi industri manufaktur di Indonesia terus menurun bahkan data terakhir dibawah 19% dari PDB. Relokasi pabrik juga marak dari Indonesia ke luar negara lain seperti Vietnam dan Thailand karena pertimbangan biaya logistik," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Minggu (11/6/2023).
Dampak kedua, sambung dia, membuat investasi semakin tidak efisien ditunjukkan dengan tingginya incremental capital output ratio (ICOR) di kisaran 6,2%-6,5%. Dengan makin tingginya ICOR, investor perlu mengeluarkan biaya lebih mahal dengan output yang sama.
"Yang ketiga, mempersulit Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah karena operasional bisnis atau pabrik mahal, mengakibatkan kesempatan kerja terbatas dan pendapatan per kapita sulit naik tinggi," ungkapnya.
Maka dari itu, Bhima menyarankan sejumlah langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk menekan tingginya biaya logistik tersebut. Langkah pertama adalah dengan mendorong integrasi infrastruktur antara kawasan industri, pelabuhan, dan transportasi logistik.
Selanjutnya, adalah mendorong pembangunan moda transportasi logistik yang efisien bukan dengan pembangunan transportasi yang tidak berkorelasi dengan penurunan biaya logistik seperti Kereta Cepat Jakarta- Bandung (KCJB) atau IKN.
Kemudian, langkah ketiga yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan memberi subsidi tarif jalan tol pada angkutan logistik yang besar sehingga utilitas atau pemanfaatan tol untuk mendukung penurunan biaya logistik bisa tercapai.
"Terakhir, standardisasi pelayanan pelabuhan dan bea cukai. Khusus untuk pelabuhan, diharapkan kerja Pelindo pascaholding bisa dikejar untuk memperbaiki manajemen pelabuhan," pungkas Bhima.
Baca Juga
"Pertama, menurunkan daya saing khususnya di sektor industri manufaktur. Porsi industri manufaktur di Indonesia terus menurun bahkan data terakhir dibawah 19% dari PDB. Relokasi pabrik juga marak dari Indonesia ke luar negara lain seperti Vietnam dan Thailand karena pertimbangan biaya logistik," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Minggu (11/6/2023).
Dampak kedua, sambung dia, membuat investasi semakin tidak efisien ditunjukkan dengan tingginya incremental capital output ratio (ICOR) di kisaran 6,2%-6,5%. Dengan makin tingginya ICOR, investor perlu mengeluarkan biaya lebih mahal dengan output yang sama.
"Yang ketiga, mempersulit Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah karena operasional bisnis atau pabrik mahal, mengakibatkan kesempatan kerja terbatas dan pendapatan per kapita sulit naik tinggi," ungkapnya.
Maka dari itu, Bhima menyarankan sejumlah langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk menekan tingginya biaya logistik tersebut. Langkah pertama adalah dengan mendorong integrasi infrastruktur antara kawasan industri, pelabuhan, dan transportasi logistik.
Selanjutnya, adalah mendorong pembangunan moda transportasi logistik yang efisien bukan dengan pembangunan transportasi yang tidak berkorelasi dengan penurunan biaya logistik seperti Kereta Cepat Jakarta- Bandung (KCJB) atau IKN.
Kemudian, langkah ketiga yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan memberi subsidi tarif jalan tol pada angkutan logistik yang besar sehingga utilitas atau pemanfaatan tol untuk mendukung penurunan biaya logistik bisa tercapai.
"Terakhir, standardisasi pelayanan pelabuhan dan bea cukai. Khusus untuk pelabuhan, diharapkan kerja Pelindo pascaholding bisa dikejar untuk memperbaiki manajemen pelabuhan," pungkas Bhima.
(uka)