Belum Mau Bayar Utang Minyak Goreng, Mendag Zulhas Libatkan BPKP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) telah menerima surat permintaan audit rafaksi atau selisih harga jual minyak goreng yang diajukan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan ( Mendag Zulhas ). BPKP menegaskan pihaknya terlebih dahulu mengkaji aspek hukum atas proses audit tersebut.
Pasalnya, dokumen pembayaran minyak goreng itu telah diterbitkan PT Surveyor Indonesia, selaku lembaga surveyor yang ditunjuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Sekarang kami mau mengkaji dulu dari aspek hukum, apakah boleh melakukan review lagi apa yang sudah diterbitkan oleh PT Surveyor Indonesia," ujar Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman BPKP, Salamat Simanullang, saat ditemui di gedung BPKP, Rabu (14/6/2023).
Salamat menjelaskan, perkara rafaksi minyak goreng berangkat dari kondisi 2022. Pada saat itu Indonesia mengalami masalah ketersediaan dan distribusi minyak goreng.
"Pada saat itu Menteri Perdagangan memerintahkan seluruh jalur-jalur distribusi segera mendrop minyak ke masyarakat," katanya.
Sementara, untuk pembayaran distribusi pemerintah melalui BPDPKS menunjuk Surveyor Indonesia melakukan verifikasi berapa yang harus dibayar pemerintah hingga perseroan dikabarkan sudah menyelesaikan laporan tersebut.
"Nah sepanjang yang kami dapat informasinya sebetulnya Surveyor Indonesia sudah menyelesaikan laporan tersebut," tuturnya.
Namun, laporan yang diterbitkan Surveyor harus diuji kembali di internal Kementerian Perdagangan (Kemendag). Usai proses uji coba, Kemendag justru mengajukan surat permintaan audit kepada BPKP.
"Dalam konteks itu, sekitar seminggu yang lalu, Pak Dirjen sudah ngobrol dengan saya, beliau hadir pada saat itu, kami ngobrol, suratnya sudah saya terima," katanya.
"Tapi masalahnya PT Surveyor Indonesia itu sudah ditunjuk secara resmi untuk melakukan verifikasi. Ini yang sedang kami kaji kembali apakah memungkinkam dilakukan lagi atau tidak," lanjutnya.
Pasalnya, dokumen pembayaran minyak goreng itu telah diterbitkan PT Surveyor Indonesia, selaku lembaga surveyor yang ditunjuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Sekarang kami mau mengkaji dulu dari aspek hukum, apakah boleh melakukan review lagi apa yang sudah diterbitkan oleh PT Surveyor Indonesia," ujar Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman BPKP, Salamat Simanullang, saat ditemui di gedung BPKP, Rabu (14/6/2023).
Salamat menjelaskan, perkara rafaksi minyak goreng berangkat dari kondisi 2022. Pada saat itu Indonesia mengalami masalah ketersediaan dan distribusi minyak goreng.
"Pada saat itu Menteri Perdagangan memerintahkan seluruh jalur-jalur distribusi segera mendrop minyak ke masyarakat," katanya.
Sementara, untuk pembayaran distribusi pemerintah melalui BPDPKS menunjuk Surveyor Indonesia melakukan verifikasi berapa yang harus dibayar pemerintah hingga perseroan dikabarkan sudah menyelesaikan laporan tersebut.
"Nah sepanjang yang kami dapat informasinya sebetulnya Surveyor Indonesia sudah menyelesaikan laporan tersebut," tuturnya.
Namun, laporan yang diterbitkan Surveyor harus diuji kembali di internal Kementerian Perdagangan (Kemendag). Usai proses uji coba, Kemendag justru mengajukan surat permintaan audit kepada BPKP.
"Dalam konteks itu, sekitar seminggu yang lalu, Pak Dirjen sudah ngobrol dengan saya, beliau hadir pada saat itu, kami ngobrol, suratnya sudah saya terima," katanya.
"Tapi masalahnya PT Surveyor Indonesia itu sudah ditunjuk secara resmi untuk melakukan verifikasi. Ini yang sedang kami kaji kembali apakah memungkinkam dilakukan lagi atau tidak," lanjutnya.
(uka)