Diplomasi Kopi Bernilai Ekonomi
loading...
A
A
A
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) kopi Indonesia periode 2016-2019 mencapai ?kisaran 0,80 sampai 0,95. Artinya komoditas kopi Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar global.
Potensi sumberdaya untuk mengembangkan kopi Indonesia sangat besar. Terlebih, Indonesia memiliki ?10 provinsi penghasil kopi ternikmat, yakni Sumatra Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bengkulu, Aceh, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Beberapa sentra kopi di daerah tersebut telah berkontribusi hingga 87% dari produksi nasional. Sementara 24 provinsi lainnya menyumbang 13% produksi.
Selain ekspor, konsumi kopi di dalam negeri pun diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 200.000 ton dibandingkan tahun lalu yang berkisar 170.000 ton.
Pengamat komoditas kopi sekaligus General Manager di ABCD School of Coffe, Willyanto, produksi kopi tahun ini bisa mencapai 660.000 sampai 690.000 ton. Agar kopi Indonesia mendapatkan tempat tersendiri di mancanegara, diperlukan peran pemerintah untuk memudahkan para eksportir kopi ini terutama dalam hal permodalan dan pemenuhan pasar. (Baca juga: Foto Kajari Jaksel dengan Pengacara Djoko Tjadra, Kejagung: Masih Kami Cek)
Hal ini pun ditegaskan oleh anggota Komisi IV DPR RI, Hamid Noor Yasin, seiring meningkatnya konsumsi kopi dunia, tentunya para petani kopi memerlukan modal untuk bisa memanen kopinya. Biasanya, biaya yang diperlukan untuk oprasional hingga masa panen sekitar Rp 6 juta hingga Rp7 juta dengan luas lahan berbeda-beda.
"Terkadang persoalan modal muncul akibat konsistensi petani dalam menghasilkan kopi. Dengan bantuan kredit usaha rakyat (KUR), diharapkan mampu menggenjot produksi kopi nasional, asalkan sesuai prosedur dan peruntukan tanpa ada penyelewengan,"jelanya.
Sedangkan untuk bisa memenuhi pasar, para petani kopi saat ini cukup kesulitan memenuhi kebutuhan pasar. Berapa pun hasil panen kopi, ada peristiwa rebutan untuk membeli produk hasil panen kopi berkualitas. Harga yang bersaing, siapa yang berani menawar dengan harga tinggi tentunya menjadi kesempatan untuk para petani kopi ini melepakan hasil panennya.
"Di sini jelas terlihat bahwa peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu mengembangkan komuditas kopi, baik secara jumlah maupun kualitas. Di berbagai negara menyiasatinya dengan memiliki varietas kopi yang dibedakan atas rasa dan aromanya,"tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan Indonesia juga harus memaksimalkan pendekatan menggunakan komoditas kopi untuk mengenalkan Indonesia kepada masyarakat negara dunia. Dari pengalamannya berkunjung ke banyak toko kopi di berbagai belahan dunia, selalu mencantumkan Indonesia sebagai negara asal kopi yang dihidangkan.
Karena itu Indonesia harus memiliki toko kopi yang khusus sehingga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Indonesia disebutnya harus mencontoh Australia yang serius mengembangkan wisata minuman anggur atau wine. "Bahkan bisa mengalahkan Perancis yang sudah lama dikenal sebagai produsen wine," ujarnya. (Lihat videonya: Usai Memesan Minuman, Seorang Pengunjung Warkop Tiba-tiba Meninggal)
Potensi sumberdaya untuk mengembangkan kopi Indonesia sangat besar. Terlebih, Indonesia memiliki ?10 provinsi penghasil kopi ternikmat, yakni Sumatra Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bengkulu, Aceh, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Beberapa sentra kopi di daerah tersebut telah berkontribusi hingga 87% dari produksi nasional. Sementara 24 provinsi lainnya menyumbang 13% produksi.
Selain ekspor, konsumi kopi di dalam negeri pun diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 200.000 ton dibandingkan tahun lalu yang berkisar 170.000 ton.
Pengamat komoditas kopi sekaligus General Manager di ABCD School of Coffe, Willyanto, produksi kopi tahun ini bisa mencapai 660.000 sampai 690.000 ton. Agar kopi Indonesia mendapatkan tempat tersendiri di mancanegara, diperlukan peran pemerintah untuk memudahkan para eksportir kopi ini terutama dalam hal permodalan dan pemenuhan pasar. (Baca juga: Foto Kajari Jaksel dengan Pengacara Djoko Tjadra, Kejagung: Masih Kami Cek)
Hal ini pun ditegaskan oleh anggota Komisi IV DPR RI, Hamid Noor Yasin, seiring meningkatnya konsumsi kopi dunia, tentunya para petani kopi memerlukan modal untuk bisa memanen kopinya. Biasanya, biaya yang diperlukan untuk oprasional hingga masa panen sekitar Rp 6 juta hingga Rp7 juta dengan luas lahan berbeda-beda.
"Terkadang persoalan modal muncul akibat konsistensi petani dalam menghasilkan kopi. Dengan bantuan kredit usaha rakyat (KUR), diharapkan mampu menggenjot produksi kopi nasional, asalkan sesuai prosedur dan peruntukan tanpa ada penyelewengan,"jelanya.
Sedangkan untuk bisa memenuhi pasar, para petani kopi saat ini cukup kesulitan memenuhi kebutuhan pasar. Berapa pun hasil panen kopi, ada peristiwa rebutan untuk membeli produk hasil panen kopi berkualitas. Harga yang bersaing, siapa yang berani menawar dengan harga tinggi tentunya menjadi kesempatan untuk para petani kopi ini melepakan hasil panennya.
"Di sini jelas terlihat bahwa peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu mengembangkan komuditas kopi, baik secara jumlah maupun kualitas. Di berbagai negara menyiasatinya dengan memiliki varietas kopi yang dibedakan atas rasa dan aromanya,"tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan Indonesia juga harus memaksimalkan pendekatan menggunakan komoditas kopi untuk mengenalkan Indonesia kepada masyarakat negara dunia. Dari pengalamannya berkunjung ke banyak toko kopi di berbagai belahan dunia, selalu mencantumkan Indonesia sebagai negara asal kopi yang dihidangkan.
Karena itu Indonesia harus memiliki toko kopi yang khusus sehingga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Indonesia disebutnya harus mencontoh Australia yang serius mengembangkan wisata minuman anggur atau wine. "Bahkan bisa mengalahkan Perancis yang sudah lama dikenal sebagai produsen wine," ujarnya. (Lihat videonya: Usai Memesan Minuman, Seorang Pengunjung Warkop Tiba-tiba Meninggal)