Rupiah Perkasa Lawan Dolar Usai BI Tahan Suku Bunga Acuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 813 poin di level Rp14.939 pada perdagangan sore hari ini. Hal ini menyusul pengumuman suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI) .
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan mata uang Garuda sore ini didorong oleh keputusan BI yang kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%.
"Keputusan mempertahankan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi diperkirakan tetap bergerak di kisaran 3% plus minus 1% hingga akhir 2023. Kemudian turun ke kisaran 2,5% plus minus 1% pada tahun 2024," papar Ibrahim dalam rilis hariannya, Kamis (22/6/2023).
Dia melanjutkan, fokus kebijakan bank sentral saat ini diarahkan pada stabilitas nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor atau imported inflation.
"Selain itu, pengendalian rupiah juga untuk memitigasi dampak rambatan dari ketidakpastian pasar keuangan global," ucapnya.
Sementara itu untuk perdagangan besok, Jumat (23/6), Ibrahim memproyeksikan rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.910-14.980 per dolar AS.
Terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah pada Juni 2023 (sampai dengan 21 Juni 2023) secara rerata sedikit melemah sebesar 0,56% dibandingkan dengan rerata kurs Mei 2023.
"Namun demikian, Rupiah secara point-to-point, baik dibandingkan dengan akhir Mei 2023 maupun akhir tahun 2022, menguat masing-masing sebesar 0,30% dan 4,17%," ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Dengan perkembangan tersebut, penguatan rupiah dibandingkan dengan level akhir tahun 2022 lebih baik dari apresiasi rupee India dan peso Filipina masing-masing sebesar 0,85% dan 0,15%. Sementara itu, baht Thailand terdepresiasi 0,70%.
"Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan apresiasi nilai tukar rupiah berlanjut ditopang oleh surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," terang Perry.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan mata uang Garuda sore ini didorong oleh keputusan BI yang kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%.
"Keputusan mempertahankan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi diperkirakan tetap bergerak di kisaran 3% plus minus 1% hingga akhir 2023. Kemudian turun ke kisaran 2,5% plus minus 1% pada tahun 2024," papar Ibrahim dalam rilis hariannya, Kamis (22/6/2023).
Dia melanjutkan, fokus kebijakan bank sentral saat ini diarahkan pada stabilitas nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor atau imported inflation.
"Selain itu, pengendalian rupiah juga untuk memitigasi dampak rambatan dari ketidakpastian pasar keuangan global," ucapnya.
Sementara itu untuk perdagangan besok, Jumat (23/6), Ibrahim memproyeksikan rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.910-14.980 per dolar AS.
Terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah pada Juni 2023 (sampai dengan 21 Juni 2023) secara rerata sedikit melemah sebesar 0,56% dibandingkan dengan rerata kurs Mei 2023.
"Namun demikian, Rupiah secara point-to-point, baik dibandingkan dengan akhir Mei 2023 maupun akhir tahun 2022, menguat masing-masing sebesar 0,30% dan 4,17%," ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Dengan perkembangan tersebut, penguatan rupiah dibandingkan dengan level akhir tahun 2022 lebih baik dari apresiasi rupee India dan peso Filipina masing-masing sebesar 0,85% dan 0,15%. Sementara itu, baht Thailand terdepresiasi 0,70%.
"Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan apresiasi nilai tukar rupiah berlanjut ditopang oleh surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," terang Perry.