Belajar dari Gaduh Kasus Rugi Akibat Investasi Perencana Keuangan

Minggu, 26 Juli 2020 - 12:00 WIB
loading...
A A A
3. Jangan membeli saham di harga yang terlalu mahal
Perencana keuangan seharusnya mampu memberikan saran untuk membeli saham dengan harga yang tepat. Ada berbagai cara untuk menentukan harga saham yang layak, namun untuk mempermudah penjelasan, analisis ini menggunakan kasus yang dialami oleh klien perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia Yakobus Alvin dan keputusan untuk berinvestasi di saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK).

Analisis Lifepal menunjukkan bahwa rekomendasi untuk membeli saham LUCK pada harga Rp1.457,84 per saham dapat dikategorikan sebagai overpriced alias kemahalan. Analisis ini membandingkan price earning ratio dan price book value ratio dari PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK) dengan 3 emiten lain yaitu: PT Astra Graphia Tbk (ASGR), PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL), dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) pada tanggal yang sama.

Dalam kasus ini, tidak disebutkan tanggal pasti dilakukannya pembelian saham LUCK oleh Alvin atau pihak yang bertindak untuk Alvin. Namun, berdasarkan harga yang disebutkan, patut diduga pembelian dilakukan pada tanggal 14 Juni 2019.

Rasio pertama yang biasanya digunakan adalah Price Earning Ratio (PER). Investor dapat melihat pendapatan bersih perusahaan jika dibandingkan dengan harga saham dan jumlah saham yang beredar. Dengan pendapatan bersih Rp5,3 miliar, LUCK di harga Rp1.458 memiliki PER sebesar 137,5 kali dari pendapatan per sahamnya. Sementara itu, tiga emiten pada industri yang sejenis hanya memiliki PER belasan saja, walaupun telah memiliki pangsa pasar yang lebih besar.

Rasio kedua yang digunakan adalah Price Book Value Ratio (PBV). Rasio ini didapat dengan membagi harga per saham dengan nilai buku atau ekuitas dari emiten per saham. Semakin rendah PBV suatu perusahaan maka saham tersebut dikategorikan murah atau undervalued. Biasanya, PBV > 2 sudah termasuk sangat overpriced. Dalam kasus ini, LUCK di harga Rp1.458 memiliki PBV sebesar 8 kali dari nilai buku dari perusahaan, sedangkan emiten sejenis lainnya memiliki PBV hanya 1,1 kali hingga 1,6 kali dari nilai buku perusahaan.

(Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Komunitas Investor Saham Pemula)

4. Kapasitas dan toleransi risiko investor seharusnya dijadikan pertimbangan.
Setiap orang memiliki tingkat kapasitas risiko yang berbeda, karena bisa saja dana investasi itu bisa saja dibutuhkan untuk tujuan finansial tertentu.

Tujuan finansial dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan jangka waktu. Untuk tujuan keuangan jangka pendek biasanya akan dicapai dalam 1-2 tahun. Untuk jangka menengah biasanya untuk jangka waktu 2-5 tahun, dan untuk tujuan jangka panjang biasanya akan dicapai dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun.

Penempatan investasinya tentu akan disesuaikan dengan jangka waktunya. Untuk tujuan keuangan jangka pendek biasanya ditempatkan di instrumen berisiko rendah seperti deposito atau obligasi negara, sedangkan untuk tujuan jangka panjang dapat ditempatkan pada instrumen dengan keuntungan besar dan risiko besar seperti saham.

Dalam berinvestasi, investor juga tentunya memiliki batas toleransi tentu dalam menghadapi kerugian. Investor seharusnya memiliki pilihan untuk cut-loss, artinya menghentikan kerugian pada batasan tertentu. Jika dianggap batas toleransi/kapasitas adalah 20%, maka investor memiliki pilihan untuk melepas investasi saham di situasi merugi. Hal ini tentunya dengan merujuk pada pertimbangan matang lainnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0946 seconds (0.1#10.140)