Sri Mulyani Sebut Raut Wajah Menkeu se-G20 Tak Ada yang Gembira, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan saat mengikuti sejumlah agenda pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 , ada hal yang cukup menarik perhatiannya. Dia menyebut bahwa raut wajah para Menkeu tidak ada yang gembira.
"Kita dalam situasi yang pesimistis, karena dunia dalam situasi yang tidak mudah. Ada tekanan geopolitik karena perang, menimbulkan dampak terhadap krisis pangan, energi, dan APBN di semua negara berdarah-darah karena fiskalnya, 'negara harus hadir' di tiap negara, dan mereka defisit besar, rasio utangnya juga sangat tinggi," ungkap Sri dalam IDE Katadata 2023 di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Dia mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu kisah sukses sebuah negara yang berhasil bangkit dan pulih dari pandemi. Paparan Sri dalam pertemuan tersebut disambut baik oleh mereka, dengan menyebut bahwa dunia butuh kisah sukses untuk memotivasi di tengah pesimisme saat ini.
"Dalam situasi ini, cerita bahwa Indonesia bisa konsolidasi fiskal hanya dalam waktu kurang dari 3 tahun, padahal UU No. 2 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi memberikan waktu 3 tahun," ucap Sri.
Dengan konsolidasi yang begitu cepat, sambung dia, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 5% selama 6 kuartal berturut-turut dan sudah berada di atas level PDB sebelum pandemi, dan Indonesia juga sudah berhasil masuk ke kategori upper-middle income countries.
"Defisit APBN yang tadinya tahun 2020 dibuka untuk bisa di atas 3%, yaitu 6,1%, kita end up dengan sekarang sudah turun di tahun 2022 dengan 2,38%. Ini adalah konsolidasi fiskal tercepat, jadi mereka di G20 menyebut it's good to hear a country still managing well and performing well, because we need that success story," terang Sri.
"Jadi it's a good, very convincing story. Kalau kita belajar seperti ini, tidak kita mau menunjukkan 'oh kita baik atau enggak', hal yang paling penting, Anda bicara based on data, sehingga kita terbiasa belajar, menganalisa, dan merespons. Karena kebijakan publik, memang harus disetir oleh data, tidak bisa hanya menggunakan intuisi semata," tandasnya.
"Kita dalam situasi yang pesimistis, karena dunia dalam situasi yang tidak mudah. Ada tekanan geopolitik karena perang, menimbulkan dampak terhadap krisis pangan, energi, dan APBN di semua negara berdarah-darah karena fiskalnya, 'negara harus hadir' di tiap negara, dan mereka defisit besar, rasio utangnya juga sangat tinggi," ungkap Sri dalam IDE Katadata 2023 di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Dia mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu kisah sukses sebuah negara yang berhasil bangkit dan pulih dari pandemi. Paparan Sri dalam pertemuan tersebut disambut baik oleh mereka, dengan menyebut bahwa dunia butuh kisah sukses untuk memotivasi di tengah pesimisme saat ini.
"Dalam situasi ini, cerita bahwa Indonesia bisa konsolidasi fiskal hanya dalam waktu kurang dari 3 tahun, padahal UU No. 2 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi memberikan waktu 3 tahun," ucap Sri.
Dengan konsolidasi yang begitu cepat, sambung dia, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 5% selama 6 kuartal berturut-turut dan sudah berada di atas level PDB sebelum pandemi, dan Indonesia juga sudah berhasil masuk ke kategori upper-middle income countries.
"Defisit APBN yang tadinya tahun 2020 dibuka untuk bisa di atas 3%, yaitu 6,1%, kita end up dengan sekarang sudah turun di tahun 2022 dengan 2,38%. Ini adalah konsolidasi fiskal tercepat, jadi mereka di G20 menyebut it's good to hear a country still managing well and performing well, because we need that success story," terang Sri.
"Jadi it's a good, very convincing story. Kalau kita belajar seperti ini, tidak kita mau menunjukkan 'oh kita baik atau enggak', hal yang paling penting, Anda bicara based on data, sehingga kita terbiasa belajar, menganalisa, dan merespons. Karena kebijakan publik, memang harus disetir oleh data, tidak bisa hanya menggunakan intuisi semata," tandasnya.
(uka)