Rapat Berkala KSSK, Sri Mulyani Mewaspadai Potensi Rambatan Dampak Global

Selasa, 01 Agustus 2023 - 17:59 WIB
loading...
Rapat Berkala KSSK,...
Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyebutkan, bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan II-2023 tetap terus terjaga pada kondisi resilien. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan ( KSSK ) menyebutkan, bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan II-2023 tetap terus terjaga pada kondisi resilien.



Ditekankan juga bahwa Menkeu bersama dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di dalam rapat berkala yang berlangsung pada Jumat (28/7) lalu akan terus berkomitmen melanjutkan perkuatan koordinasi dan sekaligus meningkatkan kewaspadaan perkembangan risiko global ke depan.

"Termasuk mewaspadai potensi rambatan dampak global terhadap perekonomian dan khususnya sektor keuangan domestik," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK Triwulan-II 2023 di Jakarta, Selasa (1/8/2023).



Dia mewaspadai ketidakpastian ekonomi global masih tetap tinggi. Memang, lanjut dia, IMF merevisi proyeksi pertumbuhan global menjadi lebih baik di 3,0% yoy untuk 2023 dibandingkan 2,8% di 2022.

"Ini adalah yang dikeluarkan April lalu. Pertumbuhan ekonomi negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa diperkirakan agak sedikit lebih baik dari proyeksi sebelumnya," ucap Sri.

Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi China tetap sama, namun risiko tertahannya konsumsi dan investasi khususnya di sektor properti dari China akan menghambat dan perlu diwaspadai.

"Tekanan inflasi dari negara-negara maju masih relatif tinggi meski ada tren penurunan. Ini dipengaruh perekonomian yang masih tetap kuat dan pasar tenaga kerja yang relatif ketat," sambung Sri.

Hal ini mendorong kenaikan suku bunga moneter negara maju, dan Fed Funs Rate sudah menaikkan 25 bps baru-baru ini. Perkembangan ini membuat aliran modal ke negar berkembang lebih selektif berpotensi meningkatkan tekanan, termasuk nilak tukar di negara berkembang, termasuk ke Indonesia.

"Oleh karena itu diperlukan penguatan respons kebijakan untuk kita dapat memitigasi risiko rambatan global," pungkas Sri.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1854 seconds (0.1#10.140)