Menteri ESDM: Transisi Energi di Asia Tenggara Butuh Modal USD29,4 Triliun

Jum'at, 25 Agustus 2023 - 17:34 WIB
loading...
Menteri ESDM: Transisi...
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, butuh strategi dan konsep yang jelas untuk pendanaan transisi energi yang berkelanjutan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Negara-negara anggota ASEAN telah menyadari pentingnya pengembangan energi berkelanjutan, keamanan energi, dan penanganan perubahan iklim. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Arifin Tasrif mengungkapkan, oleh sebab itu, maka beberapa strategi sedang dilakukan untuk mencapai tujuan ini.



Termasuk dengan mengembangkan konsep yang jelas untuk pendanaan transisi energi yang berkelanjutan, menetapkan peta jalan energi terbarukan jangka panjang, serta menerapkan teknologi ramah lingkungan.

Diungkapkan Arifin, hasil proyeksi the International Renewable Energy Agency (IRENA) menyatakan bahwa dibutuhkan suntikan dana sebesar USD29,4 triliun atau setara Rp448.014 Triliun (Kurs Rp448.014 triliun) hingga tahun 2050 untuk melaksanakan transisi energi ASEAN dengan skenario 1,5?C dengan skema 100% energi terbarukan.

"Menurut Laporan IRENA Renewable Energy Outlook for ASEAN, untuk melaksanakan transisi energi, ASEAN membutuhkan pendanaan sebesar USD29,4 triliun hingga tahun 2050 dalam skenario 1,5?C dengan 100% energi terbarukan," tuturnya saat membuka acara Sustainable Energy Financing And Mobilization of Energy Investments To Ensure Energy Security And Achieve NDCs In ASEAN di Bali, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Jumat (25/8/2023).



Arifin menuturkan, kebutuhan dana sebesar itu ditujukan untuk pengembangan pembangkit energi terbarukan, transmisi (nasional dan internasional), distribusi, dan penyimpanan, pasokan biofuel, elektrifikasi (mobil EV dan pengisi daya EV), serta dalam mempertimbangkan perspektif biaya yang lebih luas yang mencakup biaya bahan bakar, pengoperasian dan pemeliharaan.

"Untuk membiayai langkah-langkah ini, pembiayaan energi berkelanjutan sangat dibutuhkan. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain, pembiayaan campuran yang bentuknya bisa bermacam-macam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, dan investasi bersama. Kedua, Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dan Pendanaan Internasional dengan mengakses dana iklim internasional, seperti Green Climate Fund, dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk inisiatif energi bersih," papar Arifin.

Ia menambahkan, selain pendanaan lingkungan yang kondusif bagi investor, hal yang penting lainnya yaitu memobilisasi investasi energi ramah lingkungan.

"Hal ini dapat diciptakan melalui pemberian insentif, kerangka kebijakan yang jelas dan mendukung, termasuk rencana dan peraturan energi jangka panjang dapat membangun kepercayaan investor. Terakhir, Prosedur Investasi yang Transparan," imbuhnya.

Senada, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi juga membenarkan bahwa untuk melaksanakan transisi diperlukan pendanaan dan investasi dan hal ini menurutnya menjadi tantangan besar yang harus diatasi.

"Mendapatkan pendanaan dari negara-negara maju seperti Just Energy Transition Partnerships (JETP), Asia Zero Emission Communities (AZEC), dan Energy Transition Mechanism (ETM) sangatlah penting," ujar Yudo.

"Selain itu, pembiayaan ramah lingkungan yang inovatif seperti obligasi ramah lingkungan, perusahaan jasa energi (ESCO), dan skema pembiayaan lainnya didorong untuk dijajaki dan diterapkan," pungkas Yudo.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1911 seconds (0.1#10.140)