Menimbang Manfaat Revisi Permen PLTS Atap untuk Masyarakat

Senin, 11 September 2023 - 14:51 WIB
loading...
Menimbang Manfaat Revisi Permen PLTS Atap untuk Masyarakat
Revisi permen soal PLTS atap mendapat respons dari berbagai kalangan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan yang sangat besar. Namun, untuk mencapai target bauran energi sebesar 23 % pada tahun 2025 bukan perkara mudah karena tahun ini saja baru mencapai 12,3%.



Dalam dua tahun pemerintah harus menggenjot capaian EBT hingga 10,7%. Salah satu bauran energi terbarukan yang diandalkan untuk mengejar target itu adalah PLTS atap.

Yudo Dwinanda Priaadi, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengatakan PLTS atap merupakan salah satu program yang didorong oleh pemerintah untuk mengisi gap pencapaian target bauran energi terbarukan. Pemerintah pun mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan PLTS atap, salah satunya adalah Permen No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang saat ini sedang menunggu pengesahan.

"Sayangnya revisi permen ini dipandang bisa mematikan minat pelanggan, baik rumah tangga, sosial, dan industri," kata Yudo pada diskusi “Perubahan Permen ESDM No. 26 Tahun 2021", dikutip Senin (11/9/2023).

Sementara itu, Bambang Sumaryo, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan dan Regulasi, Teknologi, dan Pengembangan Industri Surya, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), berpandangan, pada dasarnya revisi permen ini akan melemahkan minat masyarakat untuk memasang PLTS Atap on-grid atau yang tersambung ke grid PLN. Pasalnya, masyarakat sangat pemilih dalam kondisi-kondisi tertentu.

“Begitu dia melihat suatu kemungkinan ditutup, dia akan mencari peluang atau open opportunity yang lain, dan open opportunity yang lain itu adalah off-grid. Artinya apa? Revisi ini akan mendorong masyarakat untuk menjauh atau untuk berpisah dari grid yang istilah akademisnya grid defection, dan ini bahaya,” jelas Sumaryo.

Herman Darnel Ibrahim, anggota Dewan Energi Nasional, menambahkan, PLTS atap sebetulnya salah satu opsi untuk mendorong pengembangan energi terbarukan ketika pemerintah tidak perlu melakukan investasi pembangunan pembangkit, karena tingkat partisipasi dan minat yang sangat tinggi dari masyarakat, baik rumah tangga maupun industri. Perbaikan peraturan ini harus memberi peluang, supaya ada insentif ekspor yang dihitung sehingga menarik bagi pelanggan, tetapi PLN juga tidak boleh dirugikan.

Dahulu ada beberapa isu yang sebenarnya harus diatur, yaitu tentang kapasitas yang dibatasi 100%, kedua tentang harga yang dianggap dibeli atau harganya sama dengan 65%, karena dari energi yang diekspor yang diakui hanya 65%. Sekarang di Permen No. 26 diakui 100% kapasitasnya, tetapi akibatnya PLN merasa kurang, agak dirugikan atau tidak pada posisi yang ikut win-win dengan adanya PLTS Atap.



“Sebetulnya peraturan yang diperlukan adalah harga tetap sama dengan 1 banding 1. Jadi kalau dia beli dari PLN misalnya harganya Rp1.500 ya ekspornya dibayar Rp1.500 juga. Cuma yang perlu dibatas adalah berapa energi boleh diekspor. Nah saran saya dulu adalah, saat ini juga sama, kalau dia mengekspor misalnya Rp300 dia boleh mengimpor Rp300, dia boleh ekspor Rp100. Ekspor tuh sepertiga dari impor, jadi kalau dia impor sepertiga, rekeningnya dipotong sepertiga, jadi tinggal kalau dia bikin impor 300 dia konsumsi 400,” tambahnya.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1236 seconds (0.1#10.140)