Daya Beli Menurun, Industri Ritel Bisa Babak Belur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri ritel di Tanah Air masih berdarah-darah pada semester I/2020. Terutama peritel yang menjual produk sandang. Meski demikian, pelaku usaha ritel masih berharap ada peningkatan penjualan pada paruh kedua 2020.
Bisnis ritel sepanjang kuartal II/2020 masih mengalami kontraksi minus dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Hal ini terutama dialami oleh perusahaan kelompok sandang. PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) misalnya harus menelan pil pahit pada semester I/2020 dengan rugi laba sebesar Rp408 miliar. Padahal pada semester I/2019 pemilik lisensi merek Zara, Sogo, dan Seibu ini masih mendulang untung sebesar Rp499 miliar. (Baca: 10 Jejaring Supermarket Kelas Kakap Penguasa Dunia)
Begitu pula dengan PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS) yang hanya bisa membukukan laba bersih sebesar Rp5,36 miliar pada semester I/2020 atau merosot hampir 100% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp589 miliar. Emiten peritel lainnya yang terpuruk cukup dalam yaitu PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), harus mencatat laba rugi Rp359 miliar, padahal di semester I/2019 perseroan meraih untung Rp1,16 triliun.
Berbanding terbalik dengan kelompok sandang, peritel kelompok pangan masih bisa menikmati pertumbuhan positif. Terlebih pada peritel yang menjual makanan, minuman, ataupun kebutuhan pokok (sembako). Misalnya, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) meraih laba bersih Rp493 miliar atau naik 23,25% dibandingkan akhir Juni 2019 yang sebesar Rp400 miliar.
Secara keseluruhan, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan industri ritel tumbuh di bawah 1% pada semester I/2020. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey. Menurutnya, penyusutan pertumbuhan ritel sudah diprediksi. Satu di antara penyebabnya adalah rendahnya daya beli masyarakat akibat banyak perusahaan yang merumahkan karyawan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). (Baca juga: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana?)
Meski demikian, industri ritel masih punya secercah harapan untuk tumbuh pada semester II/2020. Pasalnya, Presiden RI Joko Widodo telah meminta “anak buahnya” untuk mempercepat realisasi bantuan sosial dan stimulus ekonomi. Dengan demikian, diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat lebih tinggi dibanding kuartal kedua dan kuartal ketiga mendatang.
“Apalagi, masih ada momentum libur Natal dan Tahun Baru yang di mana biasanya masyarakat mulai meningkatkan konsumsinya,” kata Roy di Jakarta kemarin.
Tidak bisa dipungkiri, konsumsi rumah tangga khususnya pada kelompok kelas menengah bawah mengalami tekanan paling besar akibat pandemi Covid-19. Tekanan konsumsi swasta paling besar terjadi pada kuartal kedua tahun ini dan diperkirakan mulai reda pada kuartal III/2020.
“Indeks penjualan riil (IPR), indikator yang memotret perkembangan penjualan barang-barang konsumsi masyarakat, tumbuh -20,6% (yoy) pada bulan Mei,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal di Jakarta belum lama ini. (Baca juga: Arkeolog Israel Menemukan 'Wajah Tuhan')
Penjualan kendaraan bermotor roda dua selama lima bulan pertama tahun ini tumbuh -39,6% (yoy), sementara kendaraan bermotor roda empat tumbuh -41,1% (yoy).
Bisnis ritel sepanjang kuartal II/2020 masih mengalami kontraksi minus dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Hal ini terutama dialami oleh perusahaan kelompok sandang. PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) misalnya harus menelan pil pahit pada semester I/2020 dengan rugi laba sebesar Rp408 miliar. Padahal pada semester I/2019 pemilik lisensi merek Zara, Sogo, dan Seibu ini masih mendulang untung sebesar Rp499 miliar. (Baca: 10 Jejaring Supermarket Kelas Kakap Penguasa Dunia)
Begitu pula dengan PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS) yang hanya bisa membukukan laba bersih sebesar Rp5,36 miliar pada semester I/2020 atau merosot hampir 100% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp589 miliar. Emiten peritel lainnya yang terpuruk cukup dalam yaitu PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), harus mencatat laba rugi Rp359 miliar, padahal di semester I/2019 perseroan meraih untung Rp1,16 triliun.
Berbanding terbalik dengan kelompok sandang, peritel kelompok pangan masih bisa menikmati pertumbuhan positif. Terlebih pada peritel yang menjual makanan, minuman, ataupun kebutuhan pokok (sembako). Misalnya, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) meraih laba bersih Rp493 miliar atau naik 23,25% dibandingkan akhir Juni 2019 yang sebesar Rp400 miliar.
Secara keseluruhan, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan industri ritel tumbuh di bawah 1% pada semester I/2020. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey. Menurutnya, penyusutan pertumbuhan ritel sudah diprediksi. Satu di antara penyebabnya adalah rendahnya daya beli masyarakat akibat banyak perusahaan yang merumahkan karyawan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). (Baca juga: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana?)
Meski demikian, industri ritel masih punya secercah harapan untuk tumbuh pada semester II/2020. Pasalnya, Presiden RI Joko Widodo telah meminta “anak buahnya” untuk mempercepat realisasi bantuan sosial dan stimulus ekonomi. Dengan demikian, diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat lebih tinggi dibanding kuartal kedua dan kuartal ketiga mendatang.
“Apalagi, masih ada momentum libur Natal dan Tahun Baru yang di mana biasanya masyarakat mulai meningkatkan konsumsinya,” kata Roy di Jakarta kemarin.
Tidak bisa dipungkiri, konsumsi rumah tangga khususnya pada kelompok kelas menengah bawah mengalami tekanan paling besar akibat pandemi Covid-19. Tekanan konsumsi swasta paling besar terjadi pada kuartal kedua tahun ini dan diperkirakan mulai reda pada kuartal III/2020.
“Indeks penjualan riil (IPR), indikator yang memotret perkembangan penjualan barang-barang konsumsi masyarakat, tumbuh -20,6% (yoy) pada bulan Mei,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal di Jakarta belum lama ini. (Baca juga: Arkeolog Israel Menemukan 'Wajah Tuhan')
Penjualan kendaraan bermotor roda dua selama lima bulan pertama tahun ini tumbuh -39,6% (yoy), sementara kendaraan bermotor roda empat tumbuh -41,1% (yoy).