Perang Ukraina Makin Mahal, Produsen Senjata Raksasa Jerman Kerek Harga Amunisi

Kamis, 26 Oktober 2023 - 14:58 WIB
loading...
Perang Ukraina Makin...
Harga peluru artileri yang diproduksi oleh produsen senjata asal Jerman, Rheinmetall telah melonjak naik lebih dari setengahnya sejak dimulainya perang Ukraina. Foto/Dok
A A A
BERLIN - Harga peluru artileri yang diproduksi oleh produsen senjata asal Jerman, Rheinmetall telah melonjak naik lebih dari setengahnya sejak dimulainya perang Ukraina . Hal ini diungkapkan sebuah penyelidikan oleh surat kabar Welt am Sonntag seperti dilansir RT.



Dokumen rahasia menunjukkan bahwa Rheinmetall, yang menyebut dirinya sebagai "mitra kuat di pihak Ukraina," meraup keuntungan besar dengan menjual peluru artileri ke Kiev, yang dibayar oleh pemerintah Jerman. Keuntungan yang didapatkan kontraktor militer raksasa Jerman itu, lantaran melonjaknya harga amunisi sejak awal tahun lalu.

Menurut dokumen itu, pada bulan Juli, Kementerian Pertahanan Jerman menandatangani kesepakatan dengan Rheinmetall mengenai pasokan peluru kaliber 155 mm yang dapat ditembakkan dari howitzer self-propelled 2000 dan mencapai target puluhan kilometer jauhnya. Kontrak tersebut dilaporkan akan melayani kebutuhan Jerman dan Ukraina.

Pasukan Kiev diduga menggunakan peluru kaliber 155 mm dalam serangkaian serangan artileri terhadap infrastruktur sipil di kota Donetsk pada Mei. Baca Juga: 4 Miliarder Rusia Kena Sanksi AS Usai Diduga Raup Untung dari Perang Ukraina

Berdasarkan kesepakatan itu, Rheinmetall akan memasok Kiev sebanyak 333.333 butir amunisi kaliber besar dengan masing-masing peluru berharga setidaknya € 3.600 (USD3.813). Ditambahkan, bahwa bahwa harga itu diperkirakan akan naik lagi.

Menurut Kementerian Keuangan Jerman, dalam "situasi pasar saat ini, Rheinmetall tidak siap untuk secara sepihak menetapkan jumlah pesanan yang mengikat selama seluruh periode kontrak, waktu pengiriman atau harga tertentu."

Sebelum Februari 2022, peluru artileri dijual dengan harga standar pasar yakni €2.000 per unit. "Anda tidak bisa lagi memproduksi peluru di Eropa seharga 2.000 euro," kata seorang ekonom militer yang meminta untuk tidak disebutkan namanya kepada Welt am Sonntag.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1526 seconds (0.1#10.140)