Bahaya Eskalasi Perang Hamas-Israel: Harga Minyak Bisa Tembus USD150 per Barel

Selasa, 31 Oktober 2023 - 06:48 WIB
loading...
Bahaya Eskalasi Perang...
Harga minyak mentah dunia bisa melewati level USD150 per barel, World Bank atau Bank Dunia buka-bukaan soal bahaya eskalasi perang Hamas-Israel yang berpotensi meluas. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - World Bank atau Bank Dunia memperingatkan, bahwa harga minyak mentah dunia bisa melewati level USD150 per barel, jika perang Israel-Hamas meluas untuk membuat Timur Tengah memanas. Bahkan tidak menutup kemungkinan eskalasi di wilayah Gaza yang terus meningkat setelah Israel membombardir wilayah itu lewat jalur darat, bisa mengulang guncangan harga minyak seperti tahun 1970-an.



Hal itu bisa terjadi, bila produsen utama memangkas pasokan minyak mentah. Dalam Outlook Pasar Komoditas secara triwulan, Bank Dunia mengatakan, konflik Israel-Hamas yang berkepanjangan dapat mendorong kenaikan besar harga energi dan pangan untuk menjadi "kejutan ganda" bagi pasar komoditas yang masih terhuyung-huyung dari invasi Rusia ke Ukraina.

"Konflik terbaru di Timur Tengah terjadi setelah kejutan terbesar bagi pasar komoditas pada tahun 1970-an - perang Rusia dengan Ukraina," kata kepala ekonom Bank Dunia, Indermit Gill yang juga sebagai wakil presiden senior untuk ekonomi pembangunan.



Di bawah proyeksi dasar world bank, harga komoditas secara keseluruhan diperkirakan turun 4,1% pada tahun depan, dengan harga minyak turun menjadi rata-rata USD81 per barel. Angka tersebut turun dari proyeksi USD90 per barel pada kuartal saat ini, seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Namun laporan itu mengatakan, prospek ini dapat dengan cepat berbalik jika konflik di Timur Tengah meningkat. Dalam skenario terburuk, pasokan minyak global bisa menyusut 6mn hingga 8mn barel per hari, mengirim harga ke antara USD140 dan USD157 per barel, jika produsen Arab terkemuka seperti Arab Saudi bergerak untuk memotong ekspor.

Di bawah skenario dengan adanya gangguan kecil dan menengah, harga minyak mentah bisa mencapai USD102 hingga USD121 per barel. Permintaan minyak global saat ini adalah sekitar 102mn b/d.

Perang dimulai ketika Hamas melancarkan serangan lintas perbatasan dari Gaza pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menyandera 230 orang yang diklaim oleh pejabat Israel. Sementara pemboman Israel telah menewaskan lebih dari 8.000 orang di Gaza dan melukai lebih dari 20.000, menurut pejabat Palestina.

Konflik tersebut mengancam bisa menyebar ke luar Israel dan wilayah Palestina yang diduduki, dengan analis energi memperingatkan bahwa ekspor global dapat terpukul jika produsen minyak mentah terkemuka seperti Iran ikut terlibat.

Harga gas Eropa bulan ini melonjak ke level tertinggi sejak Maret, ketika para pedagang khawatir bahwa gangguan pipa akan memukul pasokan global, tetapi pasar minyak sebagian besar mengabaikan dampak konflik.

Harga patokan Brent turun lebih dari 3% menjadi sekitar USD87 per barel pada hari Senin, setelah melampaui USD89 setelah pecahnya konflik terbaru. Harga minyak mentah sempat mencapai rekor USD147 per barel pada tahun 2008 menjelang krisis keuangan global.

Bank Dunia mengatakan, ekonomi global berada dalam posisi yang lebih baik untuk menahan guncangan pasokan daripada pada Oktober 1973, ketika anggota Arab OPEC memotong ekspor ke AS dan negara-negara lain yang mendukung Israel dalam perang Yom Kippur, dimana harga minyak mentah naik empat kali lipat.

Timur Tengah dinilai kurang penting bagi ekspor minyak global daripada 50 tahun yang lalu, terhitung menyumbang sekitar 30% dari pasokan, turun dari 37% pada 1970-an.

Tetapi 30 persen masih merupakan bagian besar, seperti diperingatkan oleh wakil kepala ekonom Bank Dunia, Ayhan Kose. "Ketika Anda berpikir tentang harga minyak, apa yang terjadi di Timur Tengah tidak tinggal di Timur Tengah. Ini memiliki dampak global yang sangat besar," paparnya.

Tetapi laporan itu memperingatkan bahwa belum ada pemulihan penuh dari invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai sejak Februari 2022, yang digambarkan Kose sebagai "traumatis bagi pasar komoditas".

Dia mengatakan, efek negatif akan datang jika eskalasi dalam konflik mendorong kenaikan harga komoditas yang terus-menerus, yang akan melepaskan "gelombang inflasi lain" dan memaksa para bankir sentral untuk bertindak. Gil menambahkan: "Pembuat kebijakan harus waspada."

Ini akan memiliki konsekuensi parah bagi ketahanan pangan di negara-negara miskin yang sudah menghadapi meningkatnya tingkat kelaparan, menurut bank dunia. Lonjakan harga minyak dan gas juga akan menaikkan biaya pengiriman dan pupuk,

"Harga minyak yang lebih tinggi, jika berkelanjutan, pasti membuat harga pangan menjadi lebih mahal," kata Kose, menambahkan bahwa pada akhir 2022 hampir sepersepuluh populasi dunia kekurangan gizi.

"Eskalasi konflik terbaru akan meningkatkan kerawanan pangan, tidak hanya di kawasan ini tetapi juga di seluruh dunia," kata Kose.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1405 seconds (0.1#10.140)